visitaaponce.com

Buah Roh Brodsky

Buah Roh Brodsky
(Ilustrasi Lyosha Kurbatov)

Ilustrasi: Lyosha Kurbatov

MEMAHAMI puisi adalah menghayati makna kehidupan. Ini sejalan dengan pemikiran penyair Uni Soviet-Amerika Serikat Joseph Brodsky (1940-1996). Peraih Nobel 1987 ini diakui sebagai fenomena dunia. Di sisi lain, ia juga neotradisionalis. 

Pidato Nobel Brodsky memiliki makna yang sangat penting. Tak terhitung kata-kata bijak dalam pidatonya jika dapat disebut sebagai puisi. Sebagai neotradisionalisme, ia menentang avant-garde sebagai strategi kreatif. Sebaliknya, ia mendukung realisme sosialis konvensional dan realisme lainnya. 

Umumnya, asal-usul neotradisionalisme dalam budaya Rusia dan Eropa adalah cerminan para akmeis, seperti diusung dua penyair Rusia Nikolay Gumilyov (1886-1921) dan Osip Mandelstam (1891-1938). Di lain pihak, ada penyair Amerika Serikat-Inggris, Thomas Stearns Eliot (1888-1965), yang mampu merefleksikan hubungan antara tradisi dan bakat individu. 

Brodsky bekerja lewat paradigma tersebut. Tradisi yang sama sekali tak terputus dalam puisi Rusia. Puisi-puisinya mengusung tema individual, tapi pengelanaannya bersifat heterogen. Brodsky menyoroti karya romantis lewat gaya Zaman Perak di Rusia atau Barok di Eropa. 

Ia menimba pengaruh penyair metafisik Inggris dan klasik Eropa, tapi mengembangkan tradisi kuno juga. Gaya metafisik yang dikembangkan Brodsky pada akhirnya hampir tidak memungkinkan kita bicara tentang sumbernya. Hal itu didasarkan pada pandangan dunia yang terlalu orisinal. 

Peringatan hari ulang tahun Brodsky ke-82 baru saja terlewati pada Selasa (24/5). Media Indonesia menyajikan analisis lima puisi kunci sang penyair. Kelimanya ialah Aku Mencintaimu, Romansa Natal, Jangan Keluar Kamar, Jangan Salah..., 1972, dan Ketika Begitu Banyak yang Tertinggal

Di sini, puisi-puisi Brodsky diterjemahkan berdasarkan buku-buku yang ditulisnya dan yang diterbitkan oleh para pencintanya. Antara lain kumpulan puisi lengkapnya berjudul Teriakan Elang Musim Gugur (1960-1989). Buku ini diterbitkan IMA-Press, Leningrad, 1990¹

Tidak mudah untuk menerjemahkan puisi-puisi Brodsky dari bahasa Rusia ke dalam bahasa Indonesia. Ada beberapa pertimbangan, seperti latar belakang sejarah dan lokasi yang sulit ditelusuri. 

Persoalan politik sempat menimpanya semasa hidup. Ia merasakan betul predikat tak bernegara (statelessness) sehingga menjadi persoalan menarik. Meski demikian, alih bahasa ini tanpa menghilangkan makna dan pesan. 


Aku Mencintaimu 

Aku mencintaimu. Cinta masih (mungkin 
hanya rasa sakit) menancap di otakku. 
Semua hancur berkeping-keping. 
mencoba untuk menembaki diriku, 
namun terasa sulit mengokang 
senjata. Dan selanjutnya: wiski: 
mana yang harus dipilih? Bukan 
getaran cinta yang memanjakan, 
namun perhatianmu. Persetan! 
Semuanya bukan manusia! 
Aku sangat mencintaimu, tanpa harapan, 
Tuhan memberimu yang lain - tetapi tidak bagiku! 
Dia, menjelma banyak hal, tak akan menurunkan 
-menurut Parmenides- dua kali panas ke sel darahku. 
Genting merasuki tetulang, berakibat kehausan 
sentuh -usap "buah dada"- mulut! 

1974 

Karya liris Aku Mencintaimu ditulis dalam bentuk soneta. Akan tetapi, soneta Brodsky tidak biasa, sedikit dimodifikasi dan dicampur. Secara skema, pola puisi aslinya ialah sebagai berikut: abba baba ccd ede. Susunan rima ini tidak termasuk kanon soneta Italia, Prancis, dan Inggris. Itu juga melanggar aturan bahwa setiap bait harus diakhiri dengan titik. 

Puisi tersebut dapat dikaitkan dengan arah postmodern. Para penganutnya berusaha membawa warna baru ke dalam klasik ‘lama’. Pada Aku Mencintaimu, ketertarikan Brodsky kepada karya penyair sebelumnya Alexander Pushkin berjudul Aku Mencintaimu: Mungkin Masih Cinta...  terlihat jelas sekali. 

Namun, versi Brodsky lebih biasa, yaitu ada ‘pengurangan’ gaya teks dan ‘kekasaran’ dari pesan penulis itu sendiri. Hal itu mengacu pada patung mati, bahkan jika terlihat seperti kekasih. Semua ciri ini merupakan gaya dari arah postmodern dalam seni rupa secara umum dan sastra secara khususnya. 


Romansa Natal 

kepada Yevgeny Rein 

Ambang perasaan tak bisa dijelaskan  
di antara taman bata 
perahu tak karam 
lewati Taman Alexander,
lentera malam tak ramah,
tampak seperti mawar kuning,
terselip di kepala yang kau cintai,
sebelum terinjak orang yang berlalu-lalang. 

Ambang perasaan tak bisa dijelaskan 
paduan suara berkoar-koar bak pemabuk. 
Pada ibukota malam, sebuah foto 
telah diambil oleh pengelana asing,
dan pergi ke Ordynka 
saat taksi mengantar penumpang sakit, 
dan orang mati dalam pelukan 
di rumah-rumah mewah. 

Ambang perasaan tak bisa dijelaskan 
penyanyi gusar di ibu kota, 
berdiri di toko minyak tanah 
petugas kebersihan berwajah bulat sedih, 
bergegas menyusuri jalan pintas 
kekasih sudah tua, namun manis. 
Kereta malam tiba membawa pengantin 
ambang melankolis tak bisa kujelaskan. 

Hempas di kegelapan, 
terowongan Zamoskvoretskaya, 
seorang pejalan kaki sedang sial, 
ia beraksen Yahudi, tengah menaiki 
anak-anak tangga kuning pucat masai 
cinta dan Minggu ceria di Malam Tahun Baru 
keindahan tertuang dalam buku catatan, 
tanpa bisa aku menjelaskan arti kerinduan. 

Malam dingin mengapung di mata, 
kepingan salju bergetar di kereta kuda, 
udara dingin dan angin pucat menutupinya 
telapak tangan mulai memerah, 
gelap pekat menuangkan madu 
dan harum halva terasa sekali; 
malam panjang pun tiba saat aku 
mengantarkan kue Malam Natal untukmu. 

Tahun Baru menghadirkan keceriaan 
jiwa bergelora akan kerinduan 
pada kota tak bisa kukunjungi, 
seolah-olah hidup baru saja dimulai, 
bertaburan cahaya kemuliaan, 
hari sukacita dipenuhi aneka roti, 
hidup seakan-akan berayun 
ke kanan dan ke kiri. 

28 Desember 1961 

Puisi Romansa Natal menjadi salah satu pengembaraan Brodsky muda. Di balik punggung penyair berusia 21 tahun itu, sudah ada nama besar. Dia meninggalkan sekolah pada 1955. Setelah itu, terlibat dalam pendidikan mandiri secara antusias. Dia terjun ke elemen kehidupan buruh. Mulai dari pekerja pabrik, pembersih kamar mayat, tukang mercusuar, sampai pembantu ekspedisi geologi. 

Romansa Natal merupakan periode kehidupan sastra yang bergejolak. Brodsky menulisnya untuk persahabatan dengan penyair Yevgeny Rein, 86. Kepadanya puisi ini dipersembahkan. Lalu, periode perkenalan dengan Anna Akhmatova (1889-1966)²


Jangan Keluar Kamar, Jangan Salah... 

Jangan keluar kamar, jangan membuat kesalahan. 
Mengapa membutuhkan Matahari jika kau merokok Shipka? 
Segala sesuatu di balik pintu tidak ada artinya, terutama seruan kebahagiaan. 
Pergi saja ke kamar kecil dan segera kembali. 

Oh, jangan keluar kamar, tak usah menyalakan penghangat. 
Karena ruang dibuat dari lorong 
dan diakhiri dengan kedai. Jika hidup bergulir, 
kekasih, biarkan mulut terbuka dan keluar tanpa membuka baju. 

Jangan keluar kamar; buatlah pikiran nyaman. 
Apa yang lebih menarik dari cahaya dinding dan kursi? 
Mengapa pergi dari sana, di mana kau kembali di malam hari? 
sama sepertimu, telah dimutilasi? 

Oh, jangan keluar kamar. Menarilah, gapai bossa nova
dalam mantel tubuh telanjang, dalam sepatu tanpa kaos kaki. 
Lorong berbau kubis dan lilin ski. 
Kau menulis banyak surat; satu lagi terasa berlebihan.

Jangan keluar kamar. Oh, biarkan ruangan 
menebak seperti apa penampilanmu. Dan secara umum, penyamaran 
ergo sum, seperti melihat bentuk isi hati. 
Jangan tinggalkan ruangan! Di jalan, harum teh, bukan Prancis. 

Jangan menjadi dungu! Jadilah apa yang orang lain tidak miliki. 
Jangan keluar kamar! Artinya, lepaskanlah furnitur, 
gabungkan wajah dengan wallpaper. Kunci kamar dan barikade 
dirimu dari chronos, luar angkasa, eros, ras, virus. 

1970 (?) 

 

Brodsky menulis puisi Jangan Keluar Kamar, Jangan Salah... dua tahun sebelum emigrasi. Temanya terkait suasana tahun-tahun terakhir kehidupan penyair di tanah kelahirannya. Kehidupan dan pekerjaan, yang dipahami sebagai ‘pengalaman dalam memerangi mati lemas’, adalah ciri khas periode ini. 

Dari lingkungan eksternal, seseorang hanya dapat kembali ‘dimutilasi’. Artinya bahwa darinya dan segala sesuatu yang mewakilinya perlu ‘barikade’. Strategi hidup ini bisa disebut eskapisme atau emigrasi internal. Dalam emigrasi nyata, perlu dicatat, masalah yang sama sekali berbeda akan muncul ke permukaan. 

Puisi itu termaktub dalam buku Urania, diterbitkan pada 1987 di Ann Arbor. Teks tersebut mendapatkan popularitas khusus selama pandemi 2020, ketika 'liburan panjang' diumumkan di Rusia. Berlangsung hampir satu setengah bulan. Saya pun merasakan 'liburan' itu sebab sedang berada di Moskwa saat itu. 


1972 

Sepasang burung tak hinggap di jendela.
sedang seorang gadis, seperti binatang buas, melindungi blusnya. 
Tergelincir di lubang ceri 
Aku tak jatuh: hanya gaya gesekan 
meningkat lalu menurun kecepatannya. 
Jantung melompat seperti tupai di semak belukar
Tulang iga. Dan tenggorokan bernyanyi tentang usia.
begitu cepat penuaan ini. 

Penuaan! Halo penuaanku! 
Darah adalah aliran yang lambat.
Struktur kaki yang dulu ramping
kini menyakitkan penglihatan. Aku maju
ke area sensasi kelima,
membuang sepatu dan menabung kapas. 
Siapa pun yang lewat dengan sekop,
sekarang menjadi objek perhatian.

Benar! Tubuh bertobat dalam nafsu.
Sia-sia ia menyanyi, menangis, menyeringai.
Karies tak akan hilang di rongga mulut 
peradaban Yunani kuno, tersisa sedikit saja.
Bernapas busuk dan persendian retak,
Aku menodai cermin. Berbicara tentang kain kafan
yang belum pergi. Tapi masih sama
orang yang menjemput keluar masuk pintu.

Halo orang muda dan tidak dikenal
suku! Berdengung seperti serangga
waktu akhirnya menemukan apa yang dicari
sebuah suguhan di bagian belakang kepala keras.
Di pikiran, kebingungan dan kekalahan menancapi ubun-ubun.
Sama seperti ratu - lonceng Ivan di menara,
Aku mencium bau kematian 
semua mengarat dan meringkuk di tempat tidur.

Menakutkan! Itulah yang menakutkan.
Bahkan ketika semua roda kereta
berguling dengan raungan di bawah ikat pinggang,
penerbangan mewah tidak berhenti.
Seperti tatapan seorang siswa teladan,
tidak dapat membedakan kacamata dengan bra,
rasa sakit tidak terlihat dan kematian tidak begitu jelas,
seperti gugusan Asia Raya. 


Pertama-tama, penting untuk memahami puisi 1972 dalam konteks periode kehidupan Brodsky. Kutipan dari sepucuk surat kabar New York Post memberikan gambaran tentang pemikiran sang penyair. Periode keheningan pertama dalam karya-karyanya. 

Materi surat kabar itu muncul dalam suplemen hari Minggu, 1 Oktober 1972. Menjadi pernyataan pertama Brodsky tentang kehidupannya di tanah baru: "Saya datang ke Amerika dan akan tinggal di sini… Saya melihat tanah yang baru, tapi bukan langit baru." 

Pada Mei 1972, Brodsky menerima tawaran dari otoritas keamanan untuk meninggalkan Amerika. Pada 4 Juni, ia terbang ke Wina, Austria. Di sana, ia bertemu dengan tokoh penerjemah masa depannya, Karl Proffer (1938-1984). Proffer pun segera menawari Brodsky untuk tinggal di kediamannya di Universitas Michigan, Ann Arbor³

Dua hari kemudian, Brodsky dan Proffer pergi mengunjungi Wistan Auden (1907-1973) yang sudah tinggal di Wina. Lalu, mereka melanjutkan perjalanan ke London, Inggris, tempat Brodsky mengambil bagian dalam International Poetry Reading bersama penyair ternama Ted Hughes (1930-1998), John Ashbury (1927-2017), Robert Lowell (1917-1977), dan Seamus Heaney (1939-2013). 


Ketika Begitu Banyak yang Tertinggal 

Ketika begitu bayak yang tertinggal  
Semua berubah menjadi kesedihan,
Tak perlu menunggu dukungan seseorang, 
Naiklah kereta dan turunlah di bibir pantai. 

Lautan luas. Dan lebih dalam. 
Keunggulan ini —
Tak begitu menyenangkan. Tapi
jika kau merasa yatim piatu, 

Lebih baik berdiam diri di tempat-tempat  
yang penuh gairah, daripada tersesat. 

Secara lahiriah, semuanya tampak seperti transformasi kaum marginal. Brodsky menjadi penyair yang diakui masyarakat internasional. Meski begitu, tempat tinggal yang berpindah-pindah menuntut bahasa baru dalam puisi Ketika Begitu Banyak yang Tertinggal. Sebagian besar karya Brodsky diselesaikan di pengasingan. Hal itulah yang membawa namanya didapuk untuk menerima Nobel. (SK-1) 


Bacaan rujukan: 
¹ Brodsky. Osennii krik lastreba: Stikhotvoreniia 1962–1989. Leningrad: KTP LO IMA Press, 1990, hlm 5. 
² Brodsky. Vtoroi Vek Posle Nashei Ery: Dramaturgija Iosifa Brodskogo. Saint Petersburg: Zvezda, 2001. 
³ Brodsky. Rimskie Elegii. New York: Russica, 1982. 

 

 

 

 

Iwan Jaconiah adalah penyair, editor puisi Media Indonesia, dan penulis buku Hoi!, sebuah kumpulan puisi tentang kisah diaspora Indonesia di Rusia. 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat