visitaaponce.com

Puisi-puisi Iwan Jaconiah

Puisi-puisi Iwan Jaconiah
(Ilustrasi: Max Savva)

Aurora Kekasih Neva 

Kau tak akan pernah mengetahui 
cinta, jika belum kunjungi leningrad 
kau tak akan mampu memahami 
rindu, jika belum hampiri kaliningrad. 

Menyigi bibir neva maha sunyi 
tapi tak pernah bersua denganmu 
aurora redupi cahaya di taring pagi 
petergof; berdiam, berbisik di dadaku. 

Cult, 26 Juli 2019 

 


Maha Air Mata Bangsa 

Ketika malam melingsirkan mimpi 
kutampung maha air mata bangsa 
menakar waktu, memencilkan hari 
tanpa tangga darurat menuju nusa.

Gelombang merunduk ke timur 
kapal pertama lepas temali; 
berlayar mengikuti muka bujur, 
yang sesungguhnya tak pasti. 

Menapaki bukit kesenjangan ini, 
kupanggil sebuah nama di antara 
musim baru yang matang dini 
tuk menyeka sepotong sengsara. 

Malam mengaburkan jejak di mataku 
tapi bukan jalan menuju kegelapan 
pada tverskaya kita sempat bertemu 
menjaring maha air mata penantian. 

Cult, 20 Juli 2019 

 


Di Hadapanku 

Dari dapur, kau membawa cerek 
tuang air perlahan. Dan setoples keripik 
        kau buka, ambil, lumat; 
pedas, manis, kecut. 

Kabar teman dari berlin; 
tentang perjalanan kereta cepat, 
menuju moskwa bikin segar adrenalin 
        kangen di dada keburu baku dempet. 

Aku duduk di depanmu 
cemilan lungsur ke karpet 
sisanya bertengger di gigimu. 
Di hadapanmu, bibirku memungut 
patahan sayap angsa di lekuk lehermu. 

Cult, 16 Juli 2020 


Malam mengaburkan jejak di mataku, tapi bukan jalan menuju kegelapan. 

 


Wahyu Zaman 

Kau bergegas tanpa pamit 
mawar menjadi batu berduri 
mendidihkan butir eritrosit 
yang tersimpan di kuali. 

Waktu setia mengantarmu 
lewati rumah tak berjendela 
dan pagar hitam tak berpintu 
tempat hari harimu terjaga. 

Pergilah berbekal kebijakan 
angin mengajarkan kesabaran 
tak perlu ragu menempatkan 
kotak malevich ke arah haluan. 

Wahyu zaman memanggilmu 
menemani mereka yang tersikut 
tertindas, tersulit, dan tertipu 
aku menunggu penghakiman maut 
di mezbah tarekat perjamuan-Mu. 

Cult, 19 Juli 2020 

 


Warisan Bung Karno  
: untuk marhaenis 

Warisan bangsa kumarhaeniskan 
dan seluruh negeri akan menyambutmu 
teruslah bersekolah, nak, ke berbagai benua 
namaku telah diletakkan sebagai perjanjian abadi. 

Warisan negara kusampaikan 
ke segelintir pemimpin dunia  
melangkahlah jujur, nak, jangan ragu 
walau suatu hari; langit pasti terbelah, 
             cemas buat tubuh lemas. 

Beranikan dirimu mengambil sikap, 
sejajar bercakap, berdiskusi, dan bercinta 
sebab nusantara bukan rumahku sendiri, 
milik kita juga yang beranak pinak 
dari tiga belas bani. 

Warisan negeri kupahat di samudra 
hindia hingga penghujung waktu. 
Ingatlah selalu pada puspa bangsa! 
Dan rawat baik-baik rumah kita; 
lama kubangun dalam pengasinganku 
di ende dan bencoolen. 

Pergilah, 
            pulanglah, 
                         bangunlah. 
Melajulah republikku! 

Cult, 10 Juli 2021 

 

Baca juga: Puisi-puisi Ranang Aji
Baca juga: Puisi-puisi Didik Wahyudi
Baca juga: Puisi-puisi Yudi Damanhuri

 

 

 

 


Iwan Jaconiah, penyair, kulturolog, dan editor puisi Media Indonesia. Ia adalah kurator antologi puisi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin (Pentas Grafika, Jakarta, 2022). Meraih Diploma of Honor Award untuk puisi Bumi pada X International Literary Festival «Chekhov Autumn» di Yalta, Krimea, Rusia (2019) dan Diploma Award untuk puisi Langit Pasifik pada International Poetry Festival «Taburetka» di Monchegorsk, Murmansk Oblast, Rusia (2017). (SK-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat