visitaaponce.com

Studi AI Menciptakan Peluang dan Risiko untuk Jurnalisme

 Studi: AI Menciptakan Peluang dan Risiko untuk Jurnalisme
Ilustrasi(Freepik)

KECERDASAN buatan atau artificial intelligence/AI adalah ancaman sekaligus peluang bagi jurnalisme, menurut hasil studi. Lebih dari separuh responden yang disurvei mengatakan bahwa mereka khawatir mengenai implikasi etika terhadap pekerjaan mereka.

Meskipun 85% responden pernah bereksperimen dengan AI generatif seperti ChatGPT atau Google Bard untuk berbagai tugas, termasuk menulis ringkasan dan membuat berita utama, namun 60% mengatakan mereka juga ragu.

Studi tersebut dilakukan oleh inisiatif JournalismAI London School of Economic yang menyurvei lebih dari 100 organisasi berita dari 46 negara tentang penggunaan AI dan teknologi terkait antara bulan April dan Juli 2023.

Baca juga : 8 Fakta dan Cara Kerja Google Bard, Saingannya ChatGPT

“Lebih dari 60% responden menyatakan kekhawatiran mereka mengenai implikasi etika AI terhadap nilai-nilai jurnalistik termasuk akurasi, keadilan dan transparansi serta aspek jurnalisme lainnya,” kata para peneliti dalam sebuah pernyataan.

“Jurnalisme di seluruh dunia sedang melalui periode perubahan teknologi yang menarik dan menakutkan,” tambah rekan penulis laporan dan direktur proyek Charlie Beckett.

Dia mengatakan penelitian tersebut menunjukkan bahwa alat AI generatif yang baru merupakan "ancaman potensial terhadap integritas informasi dan media berita, namun juga merupakan peluang luar biasa untuk menjadikan jurnalisme lebih efisien, efektif, dan dapat dipercaya.

Baca juga : Pembawa Berita AI Sudah Muncul di Kuwait

Para jurnalis menyadari manfaat AI yang menghemat waktu dalam tugas-tugas seperti transkripsi wawancara. Namun, mereka juga menilai pentingnya pemeriksaan konten AI oleh manusia untuk mengurangi potensi bahaya seperti bias dan ketidakakuratan.

Tantangan seputar integrasi AI dianggap lebih berat bagi jurnalis di wilayah selatan.

“Teknologi AI yang dikembangkan sebagian besar tersedia dalam bahasa Inggris, namun tidak tersedia dalam banyak bahasa di Asia. Kita harus mengejar ketertinggalan dua kali lipat untuk menciptakan sistem AI, dan sistem AI yang dapat digunakan dalam bahasa lokal kita,” sebut laporan tersebut mengutip pernyataan salah satu responden di Filipina.

Rekan penulis, Mira Yaseen, mengatakan manfaat ekonomi dan sosial dari AI terkonsentrasi di wilayah utara dan dampak buruknya secara tidak proporsional juga berdampak pada wilayah selatan.

Menurutnya, hal itu telah memperburuk kesenjangan global. "Pembentukan pengembangan dan adopsi AI global yang sadar akan kekuatan diperluka," cetusnya. (AFP/Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat