Berdasarkan Temuan DNA, Kutub Utara Dulunya Penuh Keanekaragaman Hayati
![Berdasarkan Temuan DNA, Kutub Utara Dulunya Penuh Keanekaragaman Hayati](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/12/4aaf82250bf22bc43a875db8266645a6.jpeg)
Para ilmuwan mengumumkan telah menemukan DNA tertua di dunia yang berusia dua juta tahun lalu dari hewan, tumbuhan, dan mikroba. Hasil penemuan ini digunakan oleh para ilmuwan untuk mengungkap seperti apa gambaran dari kehidupan dua juta tahun lalu di ujung utara Greenland.
Saat ini wilayah itu adalah gurun di kutub utara yang tandus. Namun, dulu wilayah itu merupakan lanskap rimbun dan tempat berbagai jenis endapan termasuk fosil pepohonan dan tumbuh-tumbuhan dengan berbagai hewan, bahkan termasuk fosil tanaman dan serangga yang diawetkan dalam kondisi sangat baik dan mastodon yang telah punah.
Para peneliti mengatakan fragmen DNA yang terdeteksi tersebut berasal dari sejumlah besar hewan, termasuk mastodon, rusa kutub, kelinci, dan lemming. Sementara dari bangsa tanaman, fragmen DNA yang diidentifikasi mencakup pohon poplar, birch dan thuja. Seklain itu, mereka juga menemukan DNA mikroorganisme seperti bakteri dan jamur.
"Kami telah mendobrak penghalang dari berbagai hal yang kami pikir bisa dicapai melalui studi genetik," kata Mikkel Winther Pedersen, salah satu penulis studi baru yang diterbitkan dalam jurnal sains Nature, dilansir dari AFP, Kamis (8/12).
"Sudah lama diperkirakan bahwa satu juta tahun lalu adalah batas kelangsungan hidup DNA, tetapi sekarang kita menemukan dua kali lebih tua dari itu," lanjutnya.
Mereka menemukan fragmen DNA dalam sedimen dari bagian paling utara Greenland yang dikenal sebagai Kap Copenhagen, kata dosen University of Copenhagen itu. Fragmen itu berasal dari lingkungan yang tidak dilihat manusia di belahan bumi mana pn saat ini. Dibekukan di daerah terpencil yang tidak berpenghuni, DNA itu bisa terawetkan dengan sangat baik.
Para ilmuwan saat ini lebih memungkinkan untuk menentukan bahwa 41 fragmen lebih dari satu juta tahun lebih tua dari DNA tertua yang diketahui, dari mammoth Siberia melalui bantuan teknologi baru. Pertama-tama mereka harus menentukan apakah ada DNA yang tersembunyi di dalam tanah liat dan kuarsa, kemudian melihat apakah DNA tersebut dapat dikeluarkan dari sedimen untuk diperiksa.
"Metode yang digunakan mampu memberikan sebuah pemahaman mendasar mengapa mineral, atau sedimen, dapat mengawetkan DNA. Ini rahasia yang baru saja kami pecahkan," kata Karina Sand, ketua tim geobiologi di University of Copenhagen.
Kemampuan beradaptasi
Sementara itu Winther Pedersen mengatakan sedimen terestrial bisa diendapkan melalui sungai-sungai yang mengalir melalui lingkungan mengangkut mineral dan bahan organik ke dalam lingkungan laut.
"Kemudian, sekitar dua juta tahun yang lalu, massa daratan di bawah air ini terangkat dan menjadi bagian dari Greenland Utara", jelasnya.
Tetapi para ilmuwan belum mencoba menetapkan DNA fosil tersebut dan hanya mengetahui sedikit tentang keberadaan hewan pada masa itu. Lebih lanjut, tim peneliti yang mulai bekerja pada tahun 2006, kini dimungkinkan untuk bisa membuat seperti apa gambaran kawasan itu pada dua juta tahun yang lalu.
"Kami memiliki lingkungan hutan ini dengan mastodon dan rusa kutub dan kelinci yang bisa berlarian di lanskap bersama banyak spesies tanaman yang berbeda. Para peneliti juga menemukan 102 jenis tanaman yang berbeda. Kehadiran mastodon sangat penting," katanya.
Dua juta tahun yang lalu, Greenland memiliki suhu 11 hingga 17 derajat lebih hangat daripada hari ini. Area tersebut dipenuhi dengan kehidupan tanaman dan hewan yang tidak biasa, tetapi jika dilihat pada letak garis lintang, matahari tidak terbenam di musim panas atau terbit di musim dingin. Penemuan ini juga memberi peneliti lebih banyak informasi tentang kemampuan beradaptasi spesies di bagian Utara Greenland.
"Kami tidak pernah melihat lingkungan yang memiliki beragam campuran spesies seperti ini di Bumi belahan bumi manapun saat ini", kata Pedersen.
“Plastisitas pada spesies sebenarnya dapat beradaptasi dengan berbagai jenis iklim, mungkin berbeda dari yang kita pikirkan sebelumnya. Dan jelas, itu membuat kami mencari situs yang lebih kuno lagi," lanjutnya.
Menurut Winter, ada beberapa situs berbeda di seluruh dunia yang sebenarnya memiliki endapan geologis. Jika lebih banyak DNA lingkungan yang ditemukan bertahan hidup di situs lain, penemuan itu dapat mengubah cara kita memandang dunia di masa lalu.(M-3)
Terkini Lainnya
Belanja Etis, Beli Kebutuhan Sembari Lestarikan Lingkungan
Indonesia Diapresiasi karena Gunakan Teknologi untuk Pantau Hutan Dan Karhutla
Upaya Adaptif Mengatasi Perubahan Iklim
Menteri LHK Siti Nurbaya Teken Kerja Sama Dengan Bezos Earth Fund
Nana Sudjana Berkomitmen Selesaikan Dampak Krisis Iklim di Jateng
Properda Emas Pemprov Kaltim Berhasil Dipertahankan Sembilan Kali
Nama-Nama Dinosaurus Terpopuler yang Pernah Hidup di Zaman Mesozoikum
Neanderthal Hidup dengan Cara Berburu dan Membantai Gajah Raksasa
Ilmuwan Ungkap Berat T-Rex Terbesar Mencapai 15 Ton
Mengenal Zaman Praaksara dan Peninggalannya
Nama-nama Dinosaurus yang Terpopuler yang Pernah Hidup di Zaman Mesozoikum
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap