visitaaponce.com

Opresif dan Konspirasi Penyingkiran Suku Asli dalam Killers of The Flower Moon

Opresif dan Konspirasi Penyingkiran Suku Asli dalam Killers of The Flower Moon
Tokoh Ernest dan Mollie dalam salah satu adegan film Killers of the Flower Moon.(Dok. Apple Studios)

EMPAT tahun setelah The Irishman, sutradara Martin Scorsese kembali menghadirkan karya masterpiece lewat film panjang terbarunya, Killers of The Flower Moon. Film berdurasi 200 menit ini mengangkat kisah nyata tentang pembunuhan para anggota suku India Osage pada masa 1920-an setelah minyak ditemukan di tanah kelahiran mereka di Oklahoma, Amerika Serikat (AS).

Skenario Killers of The Flower Moon ditulis Scorsese bersama Eric Roth, mengadaptasi buku rilisan 2017 karya David Grann yang juga mengangkat investigasi agen FBI terhadap pembunuhan yang terjadi pada Suku Osage.

Film mengikuti tokoh sentral pasangan suami istri suku Osage dan kulit putih, Mollie (Lily Gladstone) dan Ernest Burkhart (Leonardo DiCaprio). Sebelum pernikahan keduanya, pembunuhan terhadap suku Osage sebagai pemilik tanah sudah kerap terjadi. Para pendatang yang beroperasi untuk perusahaan minyak, mengincar hak waris tanah yang dimiliki suku Osage. Salah satu konspirasi yang terjadi adalah kematian didalangi oleh William Hale (Robert DeNiro), pemilik peternakan di wilayah tersebut yang memiliki kuasa dan banyak jaringan, yang juga paman dari Ernest.

Sebagai non-Osage, Scorsese cukup berhasil merepresentasikan kebudayaan Osage di dalam layar. Baik secara bahasa, tata busana, ritual keseharian yang dilakukan, dan pelibatan aktor, serta para konsultan yang berasal dari suku Osage. Pada pembukaan film misalnya Scorsese menunjukkan salah satu upacara yang dilakukan suku Osage atas penguburan pipa. Di film, juga ditunjukkan bagaimana ritual yang dilewati ketika bayi lahir dan pemberian nama untuk mereka, atau upacara pemakaman yang berlangsung.

Atribut dan bahasa bukan sekadar tempelan berkat konsultan suku Osage yang dilibatkan Scorsese. Konseptualisasi visual sutradara juga menghadirkan gambar yang menggabungkan sisi magi Osage tanpa eksploitasi. Misalnya bagaimana Lizzie Q (Tantoo Cardinal), ibu Mollie saat menjelang ajal, ia melihat burung hantu dan ada adegan hening dengan surealisme ia bertemu dengan para leluhur yang lebih dulu meninggal. Adegan tersebut diramu dengan transisi pada peristiwa nyata dalam film untuk menunjukkan jukstaposisi antara yang dialami Lizzie dan karakter lain di sekitarnya.

Menonton Killers of The Flower Moon sebenarnya seperti menyaksikan film mafia ala Scorsese digabungkan dengan film whodunit. Dengan pelintiran (twist) yang dihadirkan adalah untuk menunggu bagaimana detail dari kematian yang terjadi, alih-alih harus menebak siapa dalang di balik semuanya. Sebab itu sebenarnya sudah ditunjukkan sejak awal.

Pada babak ketiga film, Scorsese juga dengan baik menampilkan resolusi film lewat adegan semacam pembacaan naskah teater (dramatic reading) yang diiringi musik di panggung dengan para pembaca naskah bergantian. Termasuk, ia sendiri juga tampil di situ.

Scoring yang digarap Robbie Robertson dengan menonjolkan unsur bass dengan volume tipis di hampir banyak adegan memberikan nuansa country-folk-rock untuk film berlatar 1920-an yang menyoroti komunitas Suku Osage dan tegangan persinggungannya dengan kulit putih. Sementara musik folk Osage, termasuk nyanyian, dimanfaatkan pada adegan-adegan spesifik seperti pada bagian penutup film.

Satu yang perlu menjadi catatan sebenarnya adalah bagaimana tatapan (gaze) dari Scorsese, yang sebenarnya sudah cukup baik menampilkan representasi Osage. Tapi, gagasan memperbesar porsi sudut pandang Ernest, alih-alih Mollie yang keluarganya dibantai, menjadi hal yang disayangkan. Dalam film, ada intensi Scorsese untuk menampilkan Ernest, yang terlibat dalam pembantaian keluarga Mollie, istrinya, ada semacam muatan cinta dan empati yang diberikan. Padahal, jika dilihat, tindakan-tindakan yang dilakukan Ernest terhadap keluarga Mollie adalah bagian dari konspirasi opresi pada Suku Osage. Satu-satunya intensi yang ditunjukkan Scorsese atas pemberdayaan Mollie dalam penyelesaian konflik dan satu-satunya kekuatan adalah ketika Mollie menyampaikan pesan untuk meminta bantuan ke Presiden AS, yang akhirnya berujung pada investigasi oleh FBI (agen di antaranya diperankan Jesse Plemons).

Keresahan itu sebenarnya juga diungkapkan oleh konsultan bahasa Osage yang dilibatkan di film, Christopher Cote, yang menyayangkan bagaimana tatapan Scorsese terhadap Ernest dan Mollie di film. Menurut Cote, ini juga bisa menjadi momen bagi orang-orang dan negara yang memiliki sejarah opresi terhadap suku-suku asli, sejauh mana tindakan rasialisme dan penyingkiran hak hidup.

Film Killers of The Flower Moon tayang di jaringan bioskop mulai 18 Oktober. (M-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat