Penguin bisa Terlelap Ribuan Kali untuk Memenuhi Kebutuhan Tidurnya
![Penguin bisa Terlelap Ribuan Kali untuk Memenuhi Kebutuhan Tidurnya](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/12/f1415a1162c11059d16f81eb31769309.jpg)
Lantaran kurang tidur, manusia kadang terpejam selama beberapa detik. Hal itu tentu bisa berbahaya dalam beberapa situasi, seperti saat mengemudi.
Namun, sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan pada Kamis (30/11) para ilmuwan menemukan bahwa penguin bisa terlelap ribuan kali sehari untuk mengumpulkan kebutuhan tidur harian mereka.
Burung yang tidak bisa terbang itu mungkin telah mengembangkan sifat ini karena kebutuhan mereka untuk tetap waspada, menurut penulis makalah di jurnal Science.
Para peneliti mengatakan temuan ini bertentangan dengan asumsi sebelumnya yang menyebut manfaat tidur dapat bertambah secara bertahap, setidaknya pada beberapa spesies.
Penguin tali dagu (Pygoscelis antarcticus), dinamai berdasarkan pita hitam tipis pada bulu yang memanjang dari telinga ke telinga, mungkin merupakan spesies penguin yang paling banyak. Populasi mereka saat ini diperkirakan mencapai hampir delapan juta pasangan. Spesies ini banyak ditemukan terutama di Semenanjung Antartika dan pulau-pulau di Samudra Atlantik Selatan.
Saat bersarang, penguin dengan induk tunggal harus menjaga telurnya, menjaganya dari burung pemangsa yang disebut skuas saat pasangannya sedang pergi mencari makan selama beberapa hari.
Mereka juga harus mempertahankan sarangnya dari penguin lain yang mungkin mencoba mencuri bahan sarang. Setelah pasangan penguin akhirnya kembali, mereka akan berganti peran.
Gunakan elektroda
Sebuah tim yang dipimpin oleh Paul-Antoine Libourel dari Lyon Neuroscience Research Center menanamkan elektroda pada 14 burung di sebuah koloni di Pulau King George pada Desember 2019. Mereka mencatat aktivitas listrik di otak dan otot leher, dan menggunakan akselerometer dan GPS untuk mempelajari pergerakan tubuh dan lokasi mereka.
Dikombinasikan dengan rekaman video dan observasi langsung selama beberapa hari, para peneliti mampu mengidentifikasi berbagai keanehan.
Penguin ternyata dapat tidur sambil berdiri atau berbaring untuk mengerami telurnya, dengan rata-rata waktu terpejam selama kurang lebih 4 detik. Totalnya, mereka tidur lebih dari 10.000 kali sehari.
Penguin yang berada di pinggiran koloni mendapatkan waktu tidur yang lebih lama dan lebih nyenyak dibandingkan penguin yang berada di tengah. Hal ini lantaran faktor kebisingan berlebih dan benturan fisik yang terjadi di tengah koloni, atau meningkatnya risiko pencurian sarang.
Meskipun para ilmuwan tidak mengukur secara langsung apakah burung mendapatkan manfaat pemulihan dari tidur, fakta bahwa penguin berhasil berkembang biak membuat mereka percaya bahwa memang demikian. Momen keheningan saraf yang memberikan jeda untuk istirahat dan pemulihan.
Namun, pada manusia, kondisi yang menyebabkan gangguan tidur seperti sleep apnea berdampak pada fungsi kognitif dan bahkan dapat memicu penyakit neurodegeneratif, seperti Alzheimer.
“Jadi, apa yang tidak normal pada manusia bisa jadi normal pada burung atau hewan lain, setidaknya dalam kondisi tertentu,” tulis ilmuwan Christian Harding dan Vladyslav Vyazovskiy mengomentari penelitian itu. (AFP/M-3)
Penguin Tidur 11 Jam dengan Cara Dicicil
Pada manusia, terlelap selama beberapa detik jelas merupakan tanda kurang tidur, dan bisa berbahaya dalam beberapa situasi, seperti saat mengendarai mobil.
Namun, sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan pada Kamis (30/11) para ilmuwan menemukan bahwa penguin bisa terlelap ribuan kali sehari untuk mengumpulkan kebutuhan tidur harian mereka.
Burung yang tidak bisa terbang itu mungkin telah mengembangkan sifat ini karena kebutuhan mereka untuk tetap waspada, menurut penulis makalah di jurnal Science.
Para peneliti mengatakan temuan ini bertentangan dengan asumsi sebelumnya yang menyebut manfaat tidur dapat bertambah secara bertahap, setidaknya pada beberapa spesies.
Penguin tali dagu (Pygoscelis antarcticus), dinamai berdasarkan pita hitam tipis pada bulu yang memanjang dari telinga ke telinga, mungkin merupakan spesies penguin yang paling banyak. Populasi mereka saat ini diperkirakan mencapai hampir delapan juta pasangan. Spesies ini banyak ditemukan terutama di Semenanjung Antartika dan pulau-pulau di Samudra Atlantik Selatan.
Saat bersarang, penguin dengan induk tunggal harus menjaga telurnya, menjaganya dari burung pemangsa yang disebut skuas saat pasangannya sedang pergi mencari makan selama beberapa hari.
Mereka juga harus mempertahankan sarangnya dari penguin lain yang mungkin mencoba mencuri bahan sarang. Setelah pasangan penguin akhirnya kembali, mereka akan berganti peran.
Gunakan elektroda
Sebuah tim yang dipimpin oleh Paul-Antoine Libourel dari Lyon Neuroscience Research Center menanamkan elektroda pada 14 burung di sebuah koloni di Pulau King George pada Desember 2019. Mereka mencatat aktivitas listrik di otak dan otot leher, dan menggunakan akselerometer dan GPS untuk mempelajari pergerakan tubuh dan lokasi mereka.
Dikombinasikan dengan rekaman video dan observasi langsung selama beberapa hari, para peneliti mampu mengidentifikasi berbagai keanehan.
Penguin ternyata dapat tidur sambil berdiri atau berbaring untuk mengerami telurnya, dengan rata-rata waktu terpejam selama kurang lebih 4 detik. Totalnya, mereka tidur lebih dari 10.000 kali sehari.
Penguin yang berada di pinggiran koloni mendapatkan waktu tidur yang lebih lama dan lebih nyenyak dibandingkan penguin yang berada di tengah. Hal ini lantaran faktor kebisingan berlebih dan benturan fisik yang terjadi di tengah koloni, atau meningkatnya risiko pencurian sarang.
Meskipun para ilmuwan tidak mengukur secara langsung apakah burung mendapatkan manfaat pemulihan dari tidur, fakta bahwa penguin berhasil berkembang biak membuat mereka percaya bahwa memang demikian. Momen keheningan saraf yang memberikan jeda untuk istirahat dan pemulihan.
Namun, pada manusia, kondisi yang menyebabkan gangguan tidur seperti sleep apnea berdampak pada fungsi kognitif dan bahkan dapat memicu penyakit neurodegeneratif, seperti Alzheimer.
“Jadi, apa yang tidak normal pada manusia bisa jadi normal pada burung atau hewan lain, setidaknya dalam kondisi tertentu,” tulis ilmuwan Christian Harding dan Vladyslav Vyazovskiy mengomentari penelitian itu. (AFP/M-3)
Terkini Lainnya
Pemerintah Bentuk Tim Kembangkan Potensi Diaspora
Islam dan Ilmu Pengetahuan Harus Bersinergi
Prabowo Subianto: 10 Ribu Anak Pintar akan Diberikan Beasiswa
Dr Ignas Kleden, Sastrawan dan Pemikir Hebat Indonesia, Tutup Usia
19 Macam Hadist Menuntut Ilmu Arab, Latin, dan Artinya
Bappenas: Industri Pesawat Bisa Selamatkan RI dari Jebakan Negara Berpendapatan Menengah
Kultur 3D Mengungkap Proses Sel Kanker Menavigasi Jaringan
Proses Penyelidikan Ilmiah IPA dan Hasil Kumpulan Pengetahuannya
Mengenal Hujan Asam, Penyebab dan Dampaknya
Pertama di Asia, Fakultas Biologi UGM Buka Prodi Profesi Kurator Keanekaragaman Hayati
Fungsi Ribosom pada Sel Tumbuhan dan Hewan
Berikut Produk-Produk yang Dibuat dengan Bantuan Bakteri
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap