visitaaponce.com

Gabungan Pengusaha Rokok Dukung Pemerintah Berantas Peredaran Rokok Ilegal

Gabungan Pengusaha Rokok Dukung Pemerintah Berantas Peredaran Rokok Ilegal
Ketua Pengusaha Rokok Indonesia (Gapero) Sulami Bahar.(Ist)

GABUNGAN Pengusaha Rokok Indonesia (Gapero) meminta pemerintah dalam menaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) terlebih dahulu melakukan evaluasi dan mendengarkan masukan dari sejumlah asosiasi industri rokok nasional.

Hal itu menanggapi kenaikan CHT yang secara resmi berlaku mulai 1 Januari 2022 dan ditandai dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 192/PMK.010 Tahun 2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.

Ketua Umum Gapero Sulami Bahar mengatakan, seharusnya pemerintah dalam menaikan tarif CHT terlebih dahulu melakukan perencanaan yang matang, sehingga tidak menimbulkan polemik bagi industri rokok. 

Baca juga : IFW 2024 Siap Digelar dan Kampanyekan 'Langgam Jakarta Teranyam'

“Seharusnya pemerintah melibatkan asosiasi dalam membuat roadmap. Selain itu, kalau bisa jangan sampai kenaikan tarif cukai rokok tidak lebih dari satu digit," katanya.

"Kita ketahui bersama bahwa industri rokok saat ini kondisinya sedang turun drastis, terlebih di masa pandemi seperti saat ini,” kata Sulami kepada wartawan di Surabaya, Minggu (30/1/2022).

Sulami mengatakan, kenaikan cukai rokok yang melebihi satu digit di saat menurunnya daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19 sangat berdampak pada pengusaha rokok, khususnya bagi industri kecil.

Baca juga : Pemerintah Perlu Batasi Iklan Rokok

Menurutnya, dengan kenaikan cukai rokok sebesar 12 persen dikeluhkan pengusaha. Di mana diketahui bahwa sebelumnya ada kenaikan cukai rokok sebesar 12,5%. 

“Belum selesai persoalan itu, kemudian Indonesia dilanda pandemi Covid. Belum juga stabil, pemerintah di tahun 2022 ini malah kembali menaikan cukai sebesar 12 persen,” tuturnya.

Sementara itu kata Sulami, kenaikan cukai rokok tidak serta merta membuat industri dapat menyesuaikan dengan besaran kenaikan tarif yang baru. 

Baca juga : Asosiasi Spa Indonesia Tolak Penetapan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) 40% 

“Salah satu contoh, saat kenaikan cukai rokok tahun 2020 lalu, para industri rokok perlu waktu delapan bulan baru bisa melakukan penyesuaian. Sekalipun itu perusahaan besar, belum tentu bisa langsung stabil,” beber Sulami. 

Dikatakannya, meski pemerintah saat ini tengah menggali potensi sumber pendapatan negara dari sektor pajak dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN), namun pihaknya meminta agar kenaikan cukai rokok diimbangi penertiban peredaran rokok ilegal.

Sebab, bila pemerintah terus mengambil sebuah kebijakan yang aksesif bagi pengusaha rokok, seperti menaikan tarif cukai rokok melebihi satu digit, dikhawatirkan akan berdampak pada tingginya peredaran rokok ilegal di Indonesia.

Baca juga : Secara Aklamasi, Erik Hidayat Terpilih Jadi Ketua Umum HIPPI 2023-2028

Padahal, lanjut Sulami, berdasarkan riset dari sejumlah lembaga, bahwa akibat peredaran rokok ilegal, negara dirugikan hingga Rp 53 triliun per tahun. 

Oleh karena itu, Sulami sangat mendukung bila pemerintah menertibkan peredaran rokok ilegal. Selain dapat merugikan negara, peredaran rokok ilegal juga akan berdampak bagi industri rokok yang legal.

“Untuk itu Gapero sangat mendukung bila pemerintah dapat menertibkan peredaran rokok ilegal dari hulu hingga hilir,” pungkasnya. RO/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat