Apindo Sebut Gelombang PHK Masih Berlanjut pada Tahun Depan
ASOSIASI Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih berlanjut pada 2023. Resesi global dinilai berdampak pada penurunan agregat permintaan ekspor produk hasil industri, seperti sektor padat karya.
Sejak semester II 2022, industri padat karya, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki, dihadapkan pada penurunan permintaan pasar hingga 50% dari negara maju untuk pengiriman akhir tahun. Kondisi ini memaksa sejumlah perusahaan di sektor tersebut untuk mengurangi produksi dan berujung pada PHK.
"Kemungkinan PHK itu masih berlanjut. Apakah ekspor (padat karya) ini bisa rebound di kuartal II 2023? Mudah-mudahan permintaan terhadap komoditas ekspor kita akan bertambah," tutur Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani dalam konferensi pers, Rabu (21/12).
Baca juga: Pemerintah Harus Waspadai Badai PHK di Industri Padat Karya
BPJS Ketenagakerjaan mencatat sekitar 919.071 pekerja telah mencairkan dana JHT (Jaminan Hari Tua) akibat PHK dari Januari-November 2022. Berdasarkan laporan dari industri garmen, tekstil dan alas kaki yang juga dihimpun Apindo, terjadi PHK sebanyak 87.236 pekerja dari 163 perusahaan.
Penciptaan lapangan kerja terus berkurang akibat investasi padat modal dan pemanfaatan teknologi. Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, dalam tujuh tahun terakhir daya serap pekerja terus menurun. Dari 4.594 tenaga kerja yang terserap per Rp1 triliun investasi pada 2013, kemudian menjadi 1.340 tenaga kerja di 2021.
Apindo juga mencatat dengan angkatan kerja 143,72 juta orang, di mana 135,30 juta orang bekerja, jumlah pengangguran masih tinggi, yakni 8,42 juta orang. Data tersebut mengacu rilis BPS per Agustus 2022.
Baca juga: OJK Ingatkan Perbankan untuk Perkuat Dana Cadangan
"Kami menyampaikan dari sisi investasi akan terus berlanjut. Namun, dari segi kualitas penyerapan tenaga kerja akan menjadi permasalahan," imbuh Hariyadi.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Apindo Anton Supit menyebut di tengah ancaman resesi dunia, pemerintah seharusnya mempertahankan lapangan kerja untuk mengurangi angka kemiskinan. Hal ini harus didukung dengan regulasi terukur.
"Jangan sampai kebijakan pemerintah menuai protes yang besar. Seperti, aturan besaran penyesuaian nilai upah minimum 2023, yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022, yang disoroti kalangan pengusaha," jelas Anton.(OL-11)
Terkini Lainnya
Gen Z dan Milenial, Ini yang Diperhatikan dalam Memilih Pekerjaan
Tingkatkan Kebijakan K3 Tanah Air, Kemnaker Gandeng KOSHA
Ombudsman Angkat Bicara Soal Iuran Tapera, Apa Bunyinya?
Komisi V DPR RI Minta Pemerintah Tunda Program Tapera di 2027
Soal Tapera, Menteri PU-Pera Tunggu Usulan dan Arahan DPR RI
Pemerintah Klaim tidak Tergesa-gesa Pungut Iuran Tapera
3 Tahun Berturut-turut, Sucor AM Terima Penghargaan dari The Asset
Hanya Penumpang, Kejagung Pastikan Harvey Moeis Tidak Punya Jet Pribadi
Resmikan Sumber Air Bersih ke-9, Helldy Harap Bisa Bantu Masyarakat Gerem
Martin Setiawan Ditunjuk untuk Lanjutkan Tanggung Jawab Pengembangan Solusi Digital dalam Pengelolaan Energi dan Otomasi
Dukung Transformasi Digital di Indonesia, Pegadaian Hadir di Event Tech In Asia Product Development Conference 2024
Harita Nickel Bagikan Dividen Rp1,6 Triliun
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap