visitaaponce.com

Hilirisasi Jokowi Positif untuk Lapangan Pekerjaan

Hilirisasi Jokowi Positif untuk Lapangan Pekerjaan
Presiden Joko Widodo(MI/Biro Pers Istana Presiden/Muchlis Jr)

SETELAH melarang ekspor nikel, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana menghentikan ekspor mineral mentah berupa bijih bauksit. Hal itu dilakukan semata keinginan pemerintah melakukan hilirisasi.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mendukung kebijakan tersebut karena dinilai positif bagi pembukaan lapangan pekerjaan dan juga mengamankan Sumber Daya Alam Indonesia dari eksploitasi pihak asing, juga sebagai bentuk keberpihakan pemerintah bagi kesejahteraan masyarakat.

“Hilirisasi berdampak positif. Ya positif terhadap tenaga kerja, positif terhadap daya saing Indonesia, positif dalam hal pengamanan Sumber Daya Alam Indonesia yang jauh lebih baik dalam arti tidak dieksploitasi besar-besaran yang lainnya memang dalam hal ini memberi dampak plus terhadap produk-produk dalam neger. Jadi laku di pasar internasional,” ujar Trubus, Sabtu (7/1).

Menurutnya, sejak Indonesia merdeka, baru kali ini pemerintah secara tegas melakukan pelarangan terhadap eksploitasi SDA meskipun mendapat gugatan dari dunia internasional.

Trubus mengatakan memang sudah saatnya lebih mengutamakan pengolahan dalam bahan mentah di dalam negeri, agar produk-produk Indonesia memiliki nilai jual yang lebih kompetitif.

“Kita sudah 70 tahun lebih merdeka, itu kita selalu mengimpor bahan mentah karena itu Indonesia sering dijadikan negara yang sifatnya itu tidak kompetitif dalam bidang ekonomi. Menurut saya, dengan secara berpikir ini (hilirisasi) memang ada kemajuan,” ucap Trubus.

Selain itu, Trubus berharap kebijakan Presiden Jokowi terkait hilirisasi dapat dilanjutkan oleh pemimpin berikutnya.

Meskipun mendapat tekanan dari dunia internasional, seperti yang terjadi pada nikel yang di gugat ke organisasi perdagangan dunia (WTO), Trubus berharap pemimpin selanjutnya tidak gentar seperti yang dilakukan Presiden Jokowi.

“Nah masalahnya nanti kebijakan ini apakah konsisten diteruskan oleh pemimpin berikutnya, yang jadi masalah begitu. Kalau ini nanti tidak bisa diteruskan oleh pemimpin berikutnya apa yang dilakukan Pak Jokowi ini akan menjadi kontra produktif menjadi bumerang kita sendiri nanti,” ungkapnya.

Lanjut Trubus, tekanan dari dunia internasional harus diperhatikan pasalnya hal itu bisa sangat berpengaruh jika pemimpin selanjutnya tidak punya komitmen yang kuat terhadap kebijakan tersebut.

“Ada kekhawatiran itu nanti masuk angin presiden berikutnya, nanti digosok-gosok oleh pihak luar akhirnya jebol lagi kebijakan tersebut dicabut atau kebijakan itu di rubah lagi itu yang jadi masalah. Sebenarnya apa yang dilakukan Pak Jokowi itu bukan barang baru dulu Soeharto juga Orde Baru mencoba untuk itu tapi tidak tahan juga terhadap tekanan internasional saat itu,” ucapnya.

“Jadi ini yang menjadi masalah adalah apakah kita mampu atau siap dengan kebijakan itu sendiri di masa yang akan datang artinya keberlanjutan kebijakan ini pada dipertanyakan mampukah kita,” tukas Trubus.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan hilirisasi industri sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai tambah, ekspor, mengurangi impor, dan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menuju Indonesia maju.

“Yang selama ini menikmati keuntungan dengan mengimpor produk-produk dari luar negeri, juga harus berubah menjadi produsen masuk ke hilirisasi dan mengambil peran dalam meningkatkan kekuatan industri di dalam negeri,” ucap Presiden Jokowi. (RO/OL-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat