visitaaponce.com

Hari Buruh, Perlindungan Pekerja Perempuan Perlu Diperkuat

Hari Buruh, Perlindungan Pekerja Perempuan Perlu Diperkuat
Sejumlah buruh perempuan saat melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta.(ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

PADA Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta agar perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan pekerja peempuan terus diperkuat.

“Dengan memberikan perhatian khusus pada kerentanan perempuan pekerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau K3 juga perlu dimaknai dengan menciptakan kondisi kerja yang bebas dari diskriminasi berbasis gender dan kekerasan seksual bagi perempuan dan dengan menciptakan pelindungan yang lebih baik bagi pekerja di sektor informal,” jelas Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani, Senin (1/5)

Berdasarkan data Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2022 terdapat 112 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan pekerja yang diadukan ke Komnas Perempuan.

Baca juga: Peringati ‘May Day’, Anggota DPR Sebut UU Ciptaker Lebih Berpihak ke Pengusaha

Sebanyak 58 di antaranya adalah yang dilakukan oleh majikan, termasuk 4 di antaranya dialami perempuan pekerja rumah tangga.

Juga ada sebanyak 11 kasus yang dilakukan perusahaan dan 43 kasus yang dilakukan oleh rekan kerja.

93 Kasus Kekerasan Berbasis Gender

"Catatan Tahunan Komnas Perempuan juga mencatatkan adanya 93 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di tempat kerja yang dilaporkan ke berbagai lembaga layanan dan 859 kasus terkait Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI)," beber dia.

Ia menyatakan, pada kasus yang diadukan langsung ke Komnas Perempuan, sebagian besar adalah kasus terkait kekerasan seksual dan terkait kesulitan mengakses hak kesehatan reproduksi dan maternitas perempuan pekerja.

Baca juga: Hari Buruh Internasional, Aksi Damai di Padang Tolak UU Bermasalah

Pengalaman pada diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan itu dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik perempuan pekerja sehingga menghalanginya untuk bekerja secara optimal atau bahkan menyebabkannya kehilangan pekerjaan. 

“Pembahasan dan pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga juga penting menjadi prioritas DPR dan Pemerintah pada sidang berikutnya sebagai langkah sungguh-sungguh untuk meneguhkan K3,” tambah Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani.

Andy menegaskan, saat ini belum ada payung hukum yang dapat menjangkau sektor pekerja rumah tangga yang mayoritasnya adalah perempuan.

UU Ketenagakerjaan Tak Muat Sektor Informal

UU Ketenagakerjaan tidak memuat sektor informal, sementara UU Penghapusan Kekerasan di Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) hanya mencakup sebagian pengalaman pekerja rumah tangga ketika mereka tinggal satu atap dengan majikannya.

“Kita tidak dapat mengandalkan Perpu Cipta Kerja untuk memberikan pelindungan bagi perempuan pekerja di sektor formal dan apalagi di sektor informal seperti pekerja rumah tangga,” imbuh Andy. 

Baca juga: Partisipasi Perempuan dalam Dunia Kerja Harus Terus Ditingkatkan

Kajian Komnas Perempuan menunjukkan bahwa muatan dari UU Cipta Kerja yang diadopsi di dalam Perpu Cipta Kerja tanpa perbaikan. Akibatnya, perempuan pekerja justru semakin rentan mengalami eksploitasi, diskriminasi dan kekerasan. 

Sebagaimana diketahui, pada 30 Desember 2022 DPR dan Pemerintah telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Pengesahan ini mendapatkan kritik karena terkesan terburu-buru dan terkurung pada partisipasi prosedural. 

“Proses pembahasan yang kurang partisipatif dalam menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi pada permohonan uji formil UU Cipta Kerja telah berdampak secara substantif pada pelindungan hak-hak konstitusional pekerja, khususnya perempuan pekerja,” ucapnya. (Ata/S-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat