visitaaponce.com

Noesa Hadirkan Ragam Aksesori dari Kain Adati

Noesa Hadirkan Ragam Aksesori dari Kain Adati
Produk Noesa dari Kain Tenun Desa Watublapi, NTT.(Noesa)

KEGEMARAN menjelajah berbagai tempat memberikan banyak wawasan bagi Annisa Hendrato dan Cendy Mirnaz. Salah satu yang menarik perhatian dua sahabat itu soal kain tenun Desa Watublapi, Kabupaten Sikka, NTT. Menurut mereka, corak dan warna dari kain adati itu berbeda dengan kain tenun lain di wilayah NTT.

Mereka pun mulai mengawali dengan menjual lembaran kain utuh, hanya saja pangsa pasarnya kecil. Lalu mereka memutar otak dan fokus untuk mengenalkan tenun kepada anak muda, yang saat itu kiblatnya masih industri fast fashion.

"2015 kami mulai dengan produk pertama untuk anak muda, camera strap, topi dan passport holder. Pas banget kan saat itu lagi tren anak muda banyak yang nenteng-nenteng kamera," kata Annisa yang memperkenalkan produk itu dengan jenama Noesa, Kamis (25/5).

Baca juga: Jadi Mitra Binaan BRI, Sri Sebut Untung yang Bukan Sekadar Materi

Annisa mengungkap pengerjaan produk pertamanya itu dikerjakan langsung oleh ia dan Cendy. Selama dua bulan, mereka tinggal bersama mama-mama di Watublapi pada kelompok Watubo, mulai dari desain motif, mewarnai, mengikat dikerjakan sendiri. Mereka pun mencoba lebih dahulu prototipe produk yang dibuatnya, jika nyaman maka akan dilanjutkan.

Penjualan dan Transaksi Gunakan Teknologi

Penjualan lalu dilakukan secara daring, awalnya melalui instagram. Lalu di 2016 mereka merambah ke website, penjualan pun ikut menanjak. Noesa pun mulai ikut pameran kriya luring seperti inacraft. Namanya mulai banyak dikenal, hingga mendapat ajakan untuk ikut dalam program BRILianpreneur. Program tersebut merupakan upaya dan wujud nyata PT Bank Rayat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI untuk mendorong bangkitnya UMKM di Indonesia dan mendukung Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI). BRI memang memiliki komitmen untuk membantu memperluas pasar bagi produk UMKM.

Baca juga: Produsen Tempe Akui tidak Pernah Pakai Kedelai Lokal untuk Produksi

"Awal kami melakukan penjualan hanya melalui instagram itu mencapai Rp5 juta per bulan. Lalu pakai website, penjualan ikut naik. Dilanjut masuk ke event-event luring penjualan kami mencapai Rp100 juta per bulan. Eh ketemu pandemi, turun lagi sampai ke kisaran angka Rp20 juta per bulan," tutur Cendy yang juga merupakan Co-Founder Noesa.

Tak hanya penjualan yang berlangsung secara digital, untuk transaksi baik di toko luring maupun daring pun lebih banyak yang nontunai (cashless), paling banyak QRIS. Pembayaran secara digital ini pun diamini mempermudah kegiatan jual beli.(Wnd)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat