visitaaponce.com

Pertanian Kakao Meluas, Nestle Perkuat Reboisasi Pantai Gading

Pertanian Kakao Meluas, Nestle Perkuat Reboisasi Pantai Gading
Logo Nestle.(AFP/Fabrice Coffrini.)

NESTLE sedang meningkatkan proyeknya untuk memerangi penggundulan hutan di Pantai Gading yang disebabkan oleh pertumbuhan pertanian kakao dengan membawa langsung perusahaan perdagangan kakao. Pantai Gading ialah penghasil kakao terbesar di dunia dengan menguasai 40% pasar dunia.

Negara di Afrika barat itu memiliki 16 juta hektare hutan pada 1960-an. Angka ini sekarang turun menjadi kurang dari tiga juta, terutama karena perkebunan kakao.

Nestle, raksasa makanan Swiss di balik merek cokelat seperti KitKat dan Smarties, meluncurkan proyek pada 2020 yang bertujuan memulihkan dan melindungi Hutan Cavally di Pantai Gading barat daya. Salah satu hutan lebat terakhir yang tersisa di negara ini, Cavally ialah cagar keanekaragaman hayati seluas lebih dari 67.000 hektare, tetapi terancam oleh deforestasi yang terkait dengan industri kakao dan pendulangan emas ilegal.

Baca juga: Nestle Uji Coba Telur dan Udang Berbahan Nabati

Proyek Nestle merupakan kemitraan dengan pemerintah Pantai Gading dan Earthworm Foundation, LSM yang memimpin pelaksanaan proyek tersebut. Pada jumpa pers minggu ini di kantor pusatnya di Vevey di Danau Jenewa, Nestle mengatakan fase pertama menghasilkan pengurangan deforestasi yang signifikan dengan regenerasi alami seluas 7.000 hektare dan reboisasi hampir 1.500 hektare.

Upaya kolektif 

Untuk fase tiga tahun keduanya, perusahaan perdagangan Swiss Cocoasource dan perusahaan Prancis Touton, yang bekerja langsung dengan koperasi kakao dan karet di wilayah tersebut, turut bergabung. Proyek ini memiliki anggaran empat juta franc Swiss (US$4,45 juta).

Baca juga: Tahan Harga Minyak, Saudi Pangkas Produksi Rusia Kurangi Ekspor

Hal ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan masyarakat di tepi hutan serta meningkatkan transparansi dan ketertelusuran rantai pasok kakao dan karet. Touton, yang berspesialisasi dalam perdagangan kakao, kopi, vanila, dan rempah-rempah, ingin bergabung dengan proyek tersebut, "Karena fase pertama berhasil," kata wakil direktur pelaksana Joseph Larrose kepada AFP. 

"Upaya kolektif memungkinkan untuk melindungi hutan. Mengembalikan Hutan Cavally untuk kepentingan industri kakao," katanya. "Jantung bisnis kami dipertaruhkan. Jika besok kami tidak lagi memiliki ekosistem yang mendukung bahan mentah yang kami perdagangkan, kami tidak lagi memiliki akses ke sumber daya ini."

Julian Oram, direktur senior untuk Afrika di LSM Mighty Earth, mengatakan inisiatif Nestle ialah cara yang berharga untuk mengatasi deforestasi. Namun, "Penting bagi perusahaan seperti Nestle untuk tidak menggunakan agroforestri sebagai cara menghindari perubahan pada praktik bisnis inti mereka yaitu cara mereka membeli kakao, termasuk harga yang mereka tawarkan", katanya kepada AFP. "Program keberlanjutan bukanlah pengganti praktik pembelian kakao yang adil."

Deforestasi impor

Kelompok konservasionis global WWF mengkritik keras hal itu yang disebutnya deforestasi impor. Konsumsi delapan bahan mentah utama Swiss--termasuk kakao, kelapa, kopi, dan minyak kelapa sawit--menempati lebih dari dua kali luas hutan Swiss sendiri. LSM itu mengatakan 54% impor kakao Swiss berasal dari negara-negara dengan risiko deforestasi tinggi atau sangat tinggi.

Pada pertengahan April, parlemen Eropa mengadopsi peraturan yang melarang impor produk seperti kakao, kopi, minyak sawit, atau karet jika berasal dari lahan yang digunduli setelah Desember 2020. Tujuannya mengekang deforestasi di luar Uni Eropa, dengan Uni Eropa, menurut WWF, perusak hutan tropis terbesar kedua, setelah Tiongkok. LSM itu mengatakan Uni Eropa bertanggung jawab atas 16% deforestasi global.

Kementerian Swiss

Selain pedagang komoditas, Kementerian Ekonomi Swiss telah bergabung dengan proyek Cavally. Monica Rubiolo, kepala promosi perdagangan di kementerian, mengatakan kepada pengarahan media bahwa Swiss ingin berkontribusi untuk meningkatkan rantai pasokan karena negara Alpen yang kaya itu ialah negara penting untuk perdagangan dan pemrosesan kakao.

Nestle mencapai omzet 8,1 miliar franc Swiss di bidang gula-gula saja pada 2022. Swiss belum mengikuti tetangganya di UE dalam hal undang-undang, keluh Romain Deveze, pakar bahan mentah untuk WWF Swiss. "Akan lebih baik jika kita tidak perlu menunggu 10 tahun sampai Swiss menyesuaikan diri dengan peraturan Eropa," katanya kepada AFP. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat