visitaaponce.com

Survei Celios Mayoritas Masyarakat Formal Setuju Penutupan PLTU Batu Bara

Survei Celios: Mayoritas Masyarakat Formal Setuju Penutupan PLTU Batu Bara
Aktivitas bongkar muat batu bara kebutuhan smelter nikel di Laut Lasolo, Konawe, Sulawesi Tenggara, Senin (27/2/2023).(Antara/Jojon )

MAYORITAS masyarakat formal yang mengetahui program Kemitraan Transisi Energi yang Adil atau Just Energy Transition Partnership (JETP) setuju dengan rencana pemerintah terkait penutupan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara secara bertahap sebagai upaya transisi energi.

Laporan ini berdasarkan hasil survei nasional berjudul Opini Publik terkait JETP yang diluncurkan Center of Economic and Law Studies (Celios), Rabu (5/7). Pemensiunan dini PLTU batu bara merupakan kebijakan pemerintah dalam transisi energi dan upaya menurunkan emisi karbon. Kebijakan ini masuk sebagai prioritas pendanaan program JETP yang mencapai US$20 miliar atau setara Rp300 triliun (kurs Rp15.039).

Riset yang dilakukan oleh Celios melibatkan 1.245 orang responden yang tersebar secara nasional, dengan metode survei dilakukan lewat fitur Instagram Ads dan Facebook Ads.

Baca juga: Pengamat: Rencana Gasifikasi Batu Bara akan Tingkatkan Emisi Karbon dan Rusak Lingkungan

"Sembilan dari sepuluh masyarakat yang mengetahui JETP, setuju dengan penutupan PLTU batu bara secara bertahap. Kebijakan ini mendapat dukungan sosial dari masyarakat," kata Peneliti Unitrend Ignatius Ardhana Reswara saat membacakan hasil survei tersebut.

Menurutnya, dukungan ini berasal dari kalangan masyarakat pekerja wirausaha, pekerja bebas dari sektor pertanian, dan aparatur sipil negara (ASN). Mereka dikatakan memiliki pengetahuan isu transisi energi dan manfaat dari potensi energi terbarukan.

Baca juga: Dana Hibah Program JETP di Bawah Ekspektasi Pemerintah Indonesia

Ardhana menambahkan, berdasarkan sebaran wilayah, informasi terkait JETP lebih dipahami oleh masyarakat yang tinggal di Bali dibanding daerah lain. Hal ini mengindikasikan bahwa informasi JETP lebih dikaitkan event Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada November 2022.

"Namun, dari hasil survei kami juga menyebutkan 76% responden tidak mengetahui adanya JETP," ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar menuturkan hasil  survei menunjukkan pemahaman masyarakat mengenai JETP masih rendah dan cenderung terpusat pada masyarakat di wilayah dan kelas ekonomi tertentu.

Selain itu, ia menyebut masyarakat yang tinggal di sekitar pertambangan batu bara akan terdampak dari penutupan pembangkit listrik tenaga fosil itu karena pengurangan produksi batu bara. Misalnya warga yang berada di Kalimantan dan Sulawesi sebagai pemasok batu bara.

"Ketika suaminya yang bekerja di pertambangan, lalu tidak memiliki pekerjaan akibat penutupan PLTU, maka ada beban besar yang ditanggung dalam menafkahi keluarganya," terangnya.

Media menekankan proses transisi energi perlu dijaga agar menerapkan prinsip berkeadilan dan tidak  menimbulkan permasalahan baru bagi masyarakat, khususnya yang terdampak dari penutupan PLTU batu bara.

"Kita perlu hati-hati menerapkan program transisi energi. Jika tidak hati-hati, masyarakat yang dekat dengan aktivitas pertambangan akan terkena imbas yang hebat," pungkasnya. (Ins/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat