visitaaponce.com

Gapensi Minta Solusi atas Tunggakan Pembayaran Utang dari BUMN

Gapensi Minta Solusi atas Tunggakan Pembayaran Utang dari BUMN
Ilustrasi proyek konstruksi(Antara/Fikri Yusuf )

PARA pelaku usaha sektor jasa konstruksi yang menjadi subkontraktor dari beberapa perusahaan BUMN karya menjerit lantaran utang urung diselesaikan oleh perusahaan milik negara. Tunggakan pembayaran yang telah menahun mesti dicarikan solusinya.

"Memang harus dicari solusi terbaik, supaya ada langkah konkret, tetap mengikuti rambu peraturan. Kalau dikumpulin (total nilai utang) menurut saya tidak akan terlalu besar sebenarnya nilainya," ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) Andi Rukman Nurdin saat dihubungi, Minggu (30/7).

Dia mengatakan, pihaknya telah beberapa kali menyelenggarakan forum atau kegiatan dan mengundang Kementerian BUMN untuk mencari solusi terkait utang-utang perusahaan BUMN kepada pelaku jasa konstruksi. Namun berulang undangan disampaikan, berulang pula Kementerian BUMN tak memenuhi undangan tersebut.

Baca juga : Kemenaker Buka Pelatihan Berbasis Kompetensi di BBPVP Medan

Teranyar, Gapensi melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan Fraksi PKS beberapa waktu lalu. Kementerian BUMN tak hadir sama sekali meski diundang. Pemerintah, kata Andi, dinilai perlu membentuk tim khusus untuk menyelesaikan persoalan utang tersebut.

"Siapa-siapa BUMN yang masih menunggak kepada vendor, itu perlu ada tim untuk identifikasi, dari kami, dari perusahaan BUMN-nya, dan dari kementeriannya. Karena ini kan cukup banyak," jelasnya.

Andi menambahkan, bila pemerintah serius, sebetulnya persoalan utang tersebut dapat terselesaikan. Sebab, utang-utang itu relatif kecil dan mampu disanggupi oleh perusahaan BUMN terkait.

Baca juga : Kemenkeu: 32.587 Debitur Kecil Bisa Ikut Program Keringanan Utang

Nilai utang itu tercatat mulai dari Rp100 juta hingga Rp20 miliar, tergantung pada proyek yang dijalankan. PT Karya Bersama Mandiri, misalnya, kata Andi, memiliki tagihan utang kepada PT Pembangunan Perumahan (PP) dengan total mencapai Rp21 miliar.

"Bayarnya nyicil pun tidak masalah. Karena ini ada yang hanya Rp100 juta, Rp200 juta tidak dibayar hingga tahunan. Ini kecil tapi harus menunggu tahunan. Karenanya kami sedang meminta waktu Wakil Menteri yang membidangi kekaryaan ini untuk duduk bersama," pungkas Andi. (Z-5)

Baca juga : Ninja Xpress Dorong Independensi UKM Melalui Pemanfaatan Social Commerce 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat