visitaaponce.com

Data Inflasi Amerika dan PDB Indonesia Dinanti Pasar

Data Inflasi Amerika dan PDB Indonesia Dinanti Pasar
Layar informasi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (18/7/2023).(MI/Adam Dwi.)

PEKAN ini menjadi penting bagi pasar saham dan obligasi di tengah tekanan yang muncul dari data ekonomi. Secara analisa teknikal, peluang IHSG dan pasar obligasi untuk melemah terbuka lebar.

"Beberapa data akan menentukan antara lain data inflasi Amerika pekan ini yang diproyeksikan secara bulanan (MoM) masih sama dengan sebelumnya, tetapi secara tahunan (YoY) berpotensi naik dari 3% menjadi 3,2%-3,5%," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Senin (7/8/2023). Inflasi inti secara tahunan diproyeksi masih bergerak dengan rentang yang sama yaitu 4,5%-4,8%. Data inflasi ini akan mencuri perhatian bagi pasar obligasi maupun IHSG.

Sebelumnya, Anggota Dewan Gubernur The Fed Michelle Bowman mengatakan tingkat suku bunga Amerika Serikat harus kembali naik lebih lanjut untuk memulihkan inflasi secara keseluruhan. Bowman mengatakan penaikan tingkat suku bunga tambahan kemungkinan diperlukan untuk membuat inflasi turun di bawah 2%. Dia juga mengatakan data inflasi yang keluar merupakan salah satu sentimen yang sangat positif.

Baca juga: Ekonomi Triwulan Kedua 2023 Tumbuh 5,17%

Namun The Fed akan terus melihat berbagai data ekonomi untuk mencari bukti bahwa inflasi telah berada di jalur yang benar untuk menuju target 2%. The Fed akan terus mempertimbangkan besaran penaikan tingkat suku bunga dan lama tingkat suku bunga The Fed berada di titik tertingginya.

Bowman juga berjanji untuk mengamati, apabila ada tanda bahwa belanja konsumen melambat dan kondisi pasar tenaga kerja melonggar. "Saat ini kalau kita bicara perekonomian Amerika, tingkat suku bunga telah naik hingga titik tertinggi di 5,5% merupakan level tertinggi sejak 22 tahun silam," kata Nico.

Baca juga: Pasar Mobil Jerman Perpanjang Kebangkitannya pada Juli

The Fed sendiri masih memiliki tiga pertemuan kunci lagi pada tahun ini, terutama September yang akan mencuri perhatian. "Data nonfarm payrolls Amerika yang telah rilis pun mengalami peningkatan, tetapi tingkat pengangguran kembali mengalami penurunan menjadi 3,5% dan merupakan salah satu yang terendah sepanjang sejarahnya," kata Nico.

Selanjutnya data cadangan devisa Tiongkok diproyeksikan naik disusul dengan data ekspor dan impor secara tahunan (yoy) yang diproyeksi kembali turun hingga area negatif. Ekspor Tiongkok secara tahunan yang kembali melemah akan menjadi sentimen negatif bagi perdagangan pasar saham pekan ini. Itu semakin menunjukkan perlambatan ekonomi global juga telah memengaruhi pemulihan ekonomi Tiongkok.

Pasar juga lebih mengkhawatirkan data inflasi Tiongkok yang diproyeksikan tumbuh negatif di area -0,3% hingga -0,5%. Hal ini semakin memberikan gambaran yang lebih nyata bahwa deflasi terjadi di Tiongkok. Hal ini semakin menekan stabilitas pemulihan secara global.

Pekan ini akan menjadi pekan yang sulit. Namun pasar juga menanti ada data pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan secara kuartalan (qoq) pada kuartal II 2023 pertumbuhan ekonomi akan berada di rentang 3%-3,5%, dan 4,9%-5,1% secara tahunan (yoy). "Apabila data pertumbuhan ekonomi tumbuh positif, IHSG dan pasar obligasi akan mendapatkan kekuatan untuk menjaga pelemahannya," kata Nico. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat