Penjaminan Pemerintah di KCJB Bentuk Inkonsistensi
![Penjaminan Pemerintah di KCJB Bentuk Inkonsistensi](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/09/ab8e220e6b0ef63054222df7fd248a34.jpg)
DIREKTUR Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai pemerintah tidak konsisten menerapkan kebijakan terkait proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Sebab, proyek yang kerap disebut tak akan membebani APBN itu justru saat ini tampak bakal menyentuh .
"Ini bentuk tidak konsistennya pemerintah yang kerap menyebut kereta cepat tak akan membebani APBN. Adanya penjaminan itu menunjukkan bahwa APBN bakal menggaransi proyek tersebut," ujarnya saat dihubungi, Selasa (19/9).
Tauhid mengatakan, meski sifat penjaminan bersifat di belakang, namun dikhawatirkan skema itu bakal berlangsung terus menerus. Mestinya ada indikator tertentu yang menetapkan berakhirnya masa penjaminan tersebut.
Baca juga : Proyek Kereta Cepat Disebut Telah Melenceng Jauh
Padahal penjaminan umumnya bersifat ad hoc atau dilakukan dengan tujuan tertentu dan terbatas. Namun, kata Tauhid, tampaknya tak ada ketentuan mengenai batasan penjaminan itu.
Diketahui, penjaminan pemerintah melalui APBN tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan 89/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.
Baca juga : Antusiasme Tinggi, 95% Tiket Uji Coba Tahap 1 KA Cepat Habis
Beleid itu menyebutkan, penjaminan oleh pemerintah dapat dilakukan bila terjadi perubahan biaya (cost overrun) dalam pengerjaan proyek dan divalidasi oleh audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Bila audit dari BPKP dan BPK mendapati adanya cost overrun dan merekomendasikan untuk dilakukan penjaminan, maka PT KAI selaku ketua konsorsium dari Indonesia dapat mengajukan pinjaman kepada pemerintah sebagai jaminan dari proyek tersebut.
Tauhid menilai, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku pengawas kerja pemerintah tak bisa mengintervensi keputusan pengambil kebijakan tersebut. Sebab, landasan hukum yang digunakan pemerintah ialah peraturan setingkat menteri.
"Penjaminan itu kalau sudah ada regulasi, itu adalah buffer stock, tanpa ada persetujuan DPR. Jadi itu sama seperti dana bencana, tidak perlu persetujuan parlemen. Bisa dikatakan ya DPR kecolongan," jelasnya. (Z-5)
Terkini Lainnya
IHSG Ditutup Menguat Lewati 7.200
Pemerintah Dinilai tidak Optimal Tekan Angka Kemiskinan
4 BUMN dan Bank Tanah Diusulkan Dapat PMN Rp6,1 Triliun
Pemerintah Diminta Kaji Ulang Pembiayaan yang tidak Berdampak ke Masyarakat
Pembiayaan Utang hingga Mei 2024 Capai Rp132,2 Triliun
Pendanaan APBN untuk IKN hingga Mei Capai Rp5,5 Triliun
TPN: Pernyataan KPK Makin Membenarkan Ada Kecurangan Pemilu dengan Penggunaan Bansos
Gagasan Ekonomi Anies Dinilai Lebih Hemat
Alokasi Penjaminan Infrastruktur di 2024 Senilai Rp824 Miliar
Halte-Halte 'Hantu' di Bandung Bakal Dibongkar
Beri Relaksasi Ekspor Mineral Mentah ke Freeport, Ini Alasan Menteri ESDM
Lingkungan Perempuan Pancasila
Perang Melawan Judi Online
Ujaran Kebencian Menggerus Erosi Budaya
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap