visitaaponce.com

Pemberian Rice Cooker Tak Selesaikan Oversupply Listrik PLN

 Pemberian Rice Cooker Tak Selesaikan Oversupply Listrik PLN
Pemerintah membagikan 500 ribu unit rice cooker secara gratis pada masyarakat(Ist)

GURU besar tetap Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Iwa Garniwa Mulyana Kartadinata menilai rencana pemerintah membagikan 500 ribu unit alat memasak berbasis listrik (AML) atau penanak nasi (rice cooker) secara gratis kepada masyarakat tidak bisa menyelesaikan masalah kelebihan pasokan (oversupply) listrik PLN.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan pemberian 500 ribu rice cooker berpotensi meningkatkan konsumsi listrik sekitar 140 gigawatt hour (GWh) setara dengan kapasitas pembangkitan 20 megawatt. Sementara itu, PLN diperkirakan memiliki kelebihan daya listrik hingga 7,4 GW atau 7.400 MW di tahun ini.

"Menurut saya pemberian rice cooker tidak memilik kontribusi besar untuk menyelesaikan masalah energi seperti oversupply PLN. Ini hanya sekadar program bantuan ke masyarakat saja," kata Iwa di Institut Teknologi PLN (ITPLN), Jakarta Barat, Rabu (11/10).

Baca juga: Tahun Ini, ESDM Bagikan 500 Ribu Unit Rice Cooker ke Warga

Iwa mengatakan program pembagian rice cooker pada dasarnya tidak bisa mendongkrak konsumsi listrik secara besar. Rice cooker yang memiliki kapasitas sebesar 1,2 liter, rata-rata memiliki daya listrik sebesar 350 watt. Kalau dipakai memasak selama 30 menit per hari akan mengonsumsi listrik dari 0,15 kilowatt hour (kWh) sampai 0,2 kWh.

Untuk mengatasi masalah oversupply listrik, rektor ITPLN itu menuturkan dibutuhkan pemakaian listrik PLN dari industri-industri, seperti dari proyek pengolahan hasil tambang (smelter) untuk mendukung program hilirisasi pemerintah. Mengutip data Kementerian ESDM, listrik yang dibutuhkam untuk pembangunan 52 industri smelter sebesar 4.798 MW.

Baca juga: Pengamat: Masyarakat Butuh Beras, Bukan Rice Cooker

"Yang paling penting itu pembangkit listrik dari industri dapat menyerap besar. Smelter itu membutuhkan energi yang besar," ungkapnya.

Selain itu, Iwa mengusulkan kepada pemerintah untuk melanjutkan rencana pemberian kompor induksi atau kompor listrik kepada masyarakat. Pada September 2022, pemerintah membatalkan program konversi kompor elpiji ke kompor listrik dengan dalih  menjaga kenyamanan masyarakat dalam pemulihan ekonomi pascapandemi covid-19.

Kompor listrik diyakini dapat mengurangi pemakaian elpiji 3 kilogram (kg) di rumah tangga, ketimbang pemberian AML. Pengamat energi itu menyebut rice cooker sudah menjadi alat masak umum yang dimiliki masyarakat. Secara bersamaan warga juga menggunakan tabung gas melon untuk keperluan memasak lauk pauk.

"Ada penelitian mengatakan dengan menggunakan kompor listrik, biaya yang dikeluarkan lebih murah dibanding gas. Itu seharusnya yang disosialisasikan pemerintah," jelasnya.

Terpisah, direktur eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan pemakaian rice cooker berdaya 300-400 watt selama sebulan dapat menambah konsumsi listrik hingga 4,5 kWh sampai 6 kWh.

"Kalau lihat simulasi ini, penambahan konsumsi listrik rumah tangga pelanggan 450 volt amper (VA) kurang lebih 5%-10% dari rata-rata bulanan," ucapnya.

Adapun calon penerima AML merupakan pelanggan PLN dengan daya 450 volt ampere (VA), 900 VA dan 1.300 VA yang berdomisili di daerah yang tersedia jaringan tenaga listrik tegangan rendah yang memperoleh pasokan listrik 24 jam.

Fabby juga berpandangan pemberian rice cooker tidak efektif menekan kelebihan daya listrik dari proyek 35.000 MW PLN hingga 2030. "Program ini hanya akan menaikan konsumsi listrik tapi tidak cukup mampu mengatasi oversupply listrik," tutupnya. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat