visitaaponce.com

Bambang Haryo Sebut Kenaikan Cukai Rokok Ganggu Ekonomi Masyarakat

Bambang Haryo Sebut Kenaikan Cukai Rokok Ganggu Ekonomi Masyarakat
Sejumlah buruh rokok memproduksi sigaret kretek tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Selasa (20/6).(ANTARA/Yusuf Nugroho)

PENGAMAT kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono mengkritisi kebijakan pemerintah yang secara terus menerus menaikkan cukai rokok semenjak 2019 sampai dengan saat ini. Menurutnya, dampak kenaikan cukai rokok bisa berpengaruh terhadap multiplyer effect ekonomi di masyarakat. Bahkan bisa berpengaruh terhadap peningkatan kemiskinan dan generasi stunting di Indonesia. 

"Harusnya Kementerian Keuangan paham dengan dampak kenaikan cukai rokok ini yang mengakibatkan kenaikan harga rokok yang sangat tinggi dari 2019 ke 2023 rata-rata berkisar sekitar 50-80% kenaikannya dan berdampak terhadap 70,5% total penduduk laki-laki di Indonesia atau sekitar 97 juta rakyat Indonesia, karena masyarakat perokok yang berjumlah 97 juta sudah menjadikan rokok sebagai kebutuhan pokok dan bahkan ada istilah lebih baik tidak makan daripada tidak merokok karena merokok adalah salah satu yang tertinggi untuk penghilang stres, menurut mereka dan bahkan beberapa ahli," ujar Bambang dalam keterangannya, Sabtu (11/11).

Anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini menambahkan, Indonesia pernah menjadi negara kunjungan wisatawan asing terbesar di dunia pada zaman kolonial Belanda, disebabkan salah satunya wisatawan menikmati produksi rokok Indonesia yang tidak ada di negara lain.

Pemilik sapaan akrab BHS ini mengatakan, Kementerian Keuangan seharusnya paham jumlah pajak yang sudah dibebankan kepada perokok sudah sangat besar totalnya 73% dari harga rokok untuk pajak, yang terdiri atas 60% cukai rokok, 10% PPN, dan 3% pajak daerah. Padahal, penerimaan cukai rokok saja satu tahunnya sudah sangat besar sekitar Rp200 triliun pada 2022, yang naik dari Rp164 triliun di 2019.


Baca juga: Anggota Komisi VII Fraksi PKS DPR RI Tolak Adanya Subsidi Motor Listrik


"Karena sekitar 30% dari total UMKM yang berjumlah 64,2 juta sangat tergantung kepada konsumennya yang merokok. Misalnya, warteg, warkop, diskotek, kafe-kafe, dan lain-lain, mereka akan tergerus kehidupannya karena konsumennya yang perokok itu akan menurun tajam," tandas mantan Ketua Komtap Utilitas Umum Bidang Infrastruktur Kadin Pusat itu.

Belum lagi soal nasib buruh pabrik rokok di Indonesia yang jumlahnya sekitar 5,9 juta dan petani tembakau yang berjumlah sekitar 600 ribu, terancam kehilangan pekerjaan dan ekonomi mereka akan hancur. 

Anggota Bidang Pengembangan Usaha dan Inovasi DPN HKTI itu meyakini Presiden Joko Widodo akan membatalkan kebijakan kenaikan cukai rokok, seperti yang pernah terjadi pada 2018 di Rapat Paripurna DPR-RI di hadapan Menteri Keuangan RI.  

"Saat itu saya sebagai anggota DPR menolak keras kenaikan cukai rokok dan minta untuk dibatalkan. Alhamdulillah, tiga hari kemudian Presiden Jokowi membatalkan kenaikan cukai rokok yang akan membebani masyarakat pada waktu itu. Kita harus melindungi ekonomi Indonesia secara komprehensif, jangan hanya memikirkan subsektor saja. Pikirlah untuk keberhasilan dan kepentingan bangsa Indonesia secara luas," pungkasnya. (RO/I-1)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat