visitaaponce.com

Mengenal Pengusaha Kena Pajak, Syarat dan Keuntungan PKP

Mengenal Pengusaha Kena Pajak, Syarat dan Keuntungan PKP
Ilustrasi. Foto pemandangan gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (4/11/2021).(ANTARA/GALIH PRADIPTA)

PENGUSAHA Kena Pajak atau yang biasa disingkat PKP, merujuk pada individu atau entitas bisnis, baik itu dalam bentuk perseorangan maupun badan hukum. Hal ini terlibat dalam kegiatan usaha atau pekerjaan, seperti memproduksi barang, mengimpor atau mengekspor barang, terlibat dalam perdagangan, atau memanfaatkan barang tak berwujud dari luar Daerah Pabean, dan sejenisnya.

Untuk dianggap sebagai PKP, seseorang atau pebisnis harus memenuhi kriteria tertentu. Pertama-tama, mereka harus memiliki kegiatan usaha atau pekerjaan yang menghasilkan pendapatan kena pajak. Selain itu, pemenuhan batas nilai penjualan tertentu juga bisa menjadi syarat, yang mana jika pendapatan melebihi batas tersebut, mereka diharuskan menjadi PKP.

Namun, untuk mendapatkan status PKP, seseorang atau entitas bisnis perlu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh otoritas perpajakan setempat. Untuk mengetahui lebih jelas, simak pembahasan berikut. 

Arti PKP

PKP atau Pengusaha Kena Pajak, merujuk pada status yang diberikan kepada bisnis atau perusahaan yang telah memenuhi sejumlah kriteria dan resmi terdaftar sebagai wajib pajak aktif di Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, entitas bisnis yang memegang status PKP memiliki tanggung jawab untuk memungut PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atas penjualan barang dan jasa yang mereka lakukan. Selain itu, pemilik atau pengelola bisnis tersebut juga wajib secara rutin membayar dan melaporkan PPN yang terkumpul kepada kantor pajak setiap bulannya.

Baca juga: Pengamat Pajak Soroti Rasio Pajak dan Badan Penerimaan Negara

Perbedaan antara Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Non Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) adalah aspek status, kewajiban perpajakan, dan batasan omzet sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

PKP, sesuai dengan UU PPN, merujuk pada pengusaha pribadi atau badan yang telah secara resmi melakukan kegiatan seperti penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dikenai pajak dan telah mendapatkan pengukuhan sesuai dengan peraturan yang berlaku. PKP berkewajiban untuk memungut dan membayar PPN atas barang atau jasa yang mereka hasilkan atau perdagangkan.

Di sisi lain, Non PKP adalah pengusaha pribadi atau badan yang belum dikukuhkan sebagai PKP. Status Non PKP ini disandang oleh badan usaha yang memiliki omzet di bawah batas Rp 4.800.000.000. Meskipun Non PKP tidak diwajibkan membayar PPN atau memiliki faktur pajak, mereka tetap memiliki kewajiban membayar Pajak Penghasilan Final (PPh Final).

Jadi, sementara PKP memiliki kewajiban PPN dan faktur pajak sebagai bagian dari aktivitas perpajakan mereka, Non PKP dibebaskan dari kewajiban PPN dengan syarat bahwa omzet mereka tidak melebihi batas yang ditentukan. Meski demikian, kewajiban membayar Pajak Penghasilan Final tetap berlaku bagi Non PKP, memperjelas perbedaan dalam konteks status dan kewajiban perpajakan antara kedua entitas tersebut.

Fungsi PKP

Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak hanya sekadar formalitas perpajakan, melainkan juga membawa berbagai manfaat dan tanggung jawab yang berdampak pada operasional dan non-operasional suatu perusahaan.

Berikut beberapa fungsi PKP dalam konteks hak dan kewajiban perusahaan.

1. Pelaksanaan Pemungutan Pajak

Perusahaan yang memiliki status PKP berarti telah menjalin kerjasama dan berada di bawah pengawasan langsung dari Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak). Dengan demikian, proses pemungutan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah) dapat dilakukan dengan lebih lancar. Khususnya, dalam transaksi barang mewah, prosedur pemungutan pajak terhadap produsen atau importir barang mewah menjadi lebih efisien.

2. Pelaporan PPN dan PPnBM yang Belum Dibayarkan

PKP memiliki kewajiban untuk melaporkan dan menyetorkan PPN yang masih harus dibayarkan kepada pemerintah. Hal ini tidak hanya sebagai bentuk ketaatan pajak, tetapi juga sebagai upaya melindungi pebisnis kecil, memastikan penerimaan negara, dan mengendalikan pola konsumsi terhadap Barang Kena Pajak (BKP) mewah. Untuk mempermudah proses pelaporan, kerjasama antara Dirjen Pajak dan aplikasi tanda tangan digital, seperti Privy, memberikan efisiensi waktu dan biaya.

3. Penyetoran PPnBM dan PPN Terutang

PKP memiliki tanggung jawab untuk menyetorkan PPN terutang, yang melibatkan penyerahan BKP atau Jasa Kena Pajak (JKP), kegiatan impor dan ekspor BKP, serta pemanfaatan BKP yang tidak berwujud. Selain PPN, penyetoran PPnBM terutang juga menjadi kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan.

Dengan demikian, fungsi PKP tidak hanya terbatas pada pemungutan pajak, melainkan juga mencakup kewajiban pelaporan, pemenuhan pajak terutang, dan kontribusi terhadap kestabilan ekonomi negara.

Keuntungan Jadi PKP

Pengusaha yang diwajibkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) akan meraih sejumlah kompensasi yang signifikan, termasuk hak-hak yang dapat dinikmati oleh wajib pajak badan maupun individu ketika berhasil memperoleh status PKP. Tentu saja, keuntungan ini akan membawa dampak positif, asalkan pengusaha mematuhi kewajiban perpajakannya dan menjalankan tugasnya dengan baik.

Berikut adalah sejumlah keuntungan dan hak yang diberikan kepada PKP.

1. Legalitas dan Kinerja Bisnis yang Terjamin

Wajib pajak dengan status PKP dapat menunjukkan bahwa pengelolaan bisnisnya dilakukan secara sah dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini menciptakan kepercayaan dan memberikan keyakinan bahwa bisnis berjalan dengan baik dan diawasi oleh otoritas pajak.

2. Peningkatan Kredibilitas Industri

Kredibilitas perusahaan dalam dunia industri akan terlihat jelas karena status PKP menandakan ketaatan terhadap kewajiban perpajakan. Ini menciptakan citra positif di mata pelanggan, mitra bisnis, dan pihak terkait lainnya, mengukuhkan posisi perusahaan dalam industri.

3. Peluang Kerja Sama yang Lebih Luas

Status PKP membuka peluang kerja sama yang luas, terutama dalam melakukan transaksi dengan bendaharawan pemerintah dan berpartisipasi dalam lelang yang diadakan oleh pemerintah. Ini membuka pintu bagi kolaborasi dengan bisnis besar, memperluas jangkauan bisnis, dan membuka peluang untuk pertumbuhan yang lebih besar.

4. Peningkatan Efisiensi Produksi

Secara ekonomis, beban produksi dan investasi pada Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dimiliki oleh PKP akan ditanggung oleh konsumen akhir. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi produksi, menjamin kestabilan ekonomi, dan memperkuat sirkulasi finansial, menciptakan lingkungan bisnis yang lebih sehat.

Dengan demikian, menjadi PKP tidak hanya membawa tanggung jawab perpajakan, tetapi juga memberikan sejumlah hak dan keuntungan yang dapat memperkuat posisi dan performa keseluruhan bisnis.

Syarat Pengakuan Sebagai PKP

Baca juga: Polisi: Jika Ganjil-Genap Setiap Hari, Nanti Masyarakat Minta Bayar Pajak Separuh

Dalam proses pengajuan untuk diakui sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak.

Berikut adalah persyaratan yang perlu dipenuhi apabila Anda atau perusahaan Anda berencana mengajukan diri sebagai PKP.

1. Baik pengusaha perseorangan maupun badan usaha harus melakukan pendaftaran untuk memperoleh Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) jika omzet usaha mencapai atau melebihi Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam satu tahun.

2. Menurut ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013, perusahaan yang omzetnya belum mencapai atau tidak mencapai batas Rp4.800.000.000, tidak diwajibkan menjadi PKP dan akan diklasifikasikan sebagai pengusaha kecil Non Pengusaha Kena Pajak (Non PKP). Akan tetapi, mereka dapat secara sukarela mengajukan permohonan pengakuan sebagai PKP dengan mematuhi syarat yang berlaku.

3. Jika sebuah PKP yang telah diakui ternyata memiliki total omzet usaha di bawah Rp4.800.000.000 dalam satu tahun, perusahaan tersebut dapat mengajukan permohonan pencabutan pengakuan sebagai PKP.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengusaha yang memiliki omzet hingga Rp4.800.000.000 per tahun diwajibkan untuk mengajukan pengakuan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Sementara itu, bagi pengusaha yang omzetnya berada di bawah angka tersebut dalam satu tahun, mereka belum memiliki kewajiban untuk memungut PPN dan menerbitkan faktur pajak, kecuali jika mereka secara sukarela mengajukan permohonan pengakuan sebagai PKP dengan mematuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat