visitaaponce.com

Kebijakan Global Masih Ketat di 2024, Sektor Riil Diharapkan Bisa Gerakan Ekonomi Domestik

Kebijakan Global Masih Ketat di 2024, Sektor Riil Diharapkan Bisa Gerakan Ekonomi Domestik
Kawasan perkantoran di wilayah Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta(MI/Ramdani)

SAAT ini terjadi penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global, disertai inflasi yang diperkirakan masih tinggi di 2024, meskipun ada kecenderungan turun.

Konflik regional juga mungkin masih berlanjut, dengan eskalasi yang naik dan turun, dan dunia mulai terbiasa dengan itu. Faktor lain yang patut menjadi perhatian yaitu cuaca ekstrem fenomena El Nino.

Konsekuensi dari inflasi yang masih relatif tinggi yaitu tren suku bunga bank sentral AS yang akan masih tinggi di tahun 2024. Kebijakan Bank Indonesia hampir pasti akan dipengaruhi oleh situasi di Amerika Serikat.

Baca juga : BI Perkirakan Ekonomi Global Melambat di 2024

"Kemungkinan kenaikan tingkat suku bunga sudah relatif kecil, tetapi kemungkikan masih akan berada di level ketinggian. Dengan kata lain kebijakan global masih ketat," kata Direktur Riset Core Indonesia Akhmad Akbar Susamto dalam diskusi Denpasar 12 Edisi 176 Mengenai Prospek Ekonomi Indonesia 2024, Rabu (10/1).

Sebagai konsekuensi dari tingkat suku bunga yang tinggi adalah bahwa sebagian orang yang membawa uang dari negara-negara maju parkir untuk di Indonesia karena ingin mendapatkan selisih tingkat suku bunga.

Ketika tingkat suku bunga di Amerika Serikat naik, dengan hitungan tertentu, investor akan memilih kembali ke AS, kecuali tingkat suku bunga di Indonesia juga naik.

Baca juga : Kenaikan BI Rate Sebagai Dampak Volatilitas Pasar

Konsekuensi dari hal tersebut, yaitu posisi nilai tukar rupiah relatif lemah, karena adanya capital outflow. Dia melihat kemungkinan tren tersebut akan masih berlanjut pada 2024, meski situasi rupiah tidak seburuk mata uang negara-negara lain.

Kinerja rupiah dibandingkan dengan mata uang lainnya, terapresiasi 0,35 persen per 8 Desember 2023.

Dari sisi neraca pembayaran untuk 2024, kemungkinan akan masih ada tekanan pada kinerja neraca perdagangan, terkait dengan ekspor dan impor. Maka ini akan membawa konsekuensi pada stabilitas nilai tukar rupiah.

Baca juga : The Fed Beri Sinyal Tahan Suku Bunga

"Saya memperkirakan bahwa tahun 2024, kemungkinan kebijakan Bank Indonesia yang akan tetap menerapkan tingkat suku bunga tinggi. Per 21 Desember 2023, BI rate sudah di 6 persen dan kemungkinan akan dipertahankan, meski kemungkinan kenaikan laginya kecil, tetapi potensi diturunkan juga kecil," kata Akbar.

BI diperkirakan masih akan memainkan posisi stabilitas yang lebih dominan dari tingkat suku bunga yang relatif tinggi. Kebijakan semacam ini tentu akan membawa konsekuensi.

Pertama, konsekuensi yang terkait dengan indikator perbankan. Dengan kebijakan moneter yang ketat dan suku bunga relatif masih tinggi, maka kemungkinan laju pertumbuhan kredit juga akan relatif lambat.

Baca juga : BI Rate Naik 25 Bps untuk Stabilkan Rupiah

"Perbankan akan menahan diri untuk menyalurkan dana kepada masyarakat," kata Akbar.

Konsekuensinya pada perekonomian Indonesia, yaitu menjadi sulit untuk berharap bahwa sektor moneter bisa benar-benar menggerakkan perekonomian.

Ketika tingkat suku bunga tinggi, perbankan cenderung menahan pertumbuhan kredit mereka, maka laju perekonomian tidak bisa kencang. Oleh karena itu, diharapkan sektor riil dan fiskal bisa menggerakkan perekonomian.

Baca juga : Bank Indonesia akan Intervensi Valas, Tangkal Ketidakpastian Ekonomi Global

Maka menjadi penting untuk melihat dari sisi fiskal. Diharapkan pemerintah di tahun 2024 dengan instrumen fiskalnya bisa berkontribusi untuk menggerakkan perekonomian, menjadi pendorong.

Namun harapan tidak mudah. Salah satunya karena ruang fiskal pemerintah kecil, dan bahkan mengecil. APBN 2024 sekitar Rp3.300 triliun, tetapi kemampuan APBN untuk bisa menggerakkan perekonomian juga tidak bisa maksimal.

"Karena di antara Rp3.300 triliun belanja pemerintah di 2024, sebesar 72 persen untuk belanja yang tidak bisa diotak atik, atau non-diskresioner. Ruang fiskal yang bisa diotak atik hanya 28 persen," kata Akbar.

Baca juga : Pengamat: BI Rate Ditahan untuk Ketujuh Kalinya Berturut-turut, agar Rupiah Stabil

Maka situasi menjadi lebih sulit, karena ruang fiskal yang mengecil. Dengan keterbatasan itu, diupayakan untuk tetap bisa menggerakkan perekonomian, penggunaannya bisa optimal.

"Perlu diingatkan bahwa nanti setiap rupiah yang dibelanjakan dari APBN itu sebisa mungkin bisa menggerakkan perekonomian," kata Akbar.

Di saat pemerintah Indonesia punya ruang fiskal yang kecil, maka salah satu isu yang krusial adalah tentang utang. Berbagai debat pun mencuat, apakah utang Indonesia aman atau tidak padahal akan sangat tergantung kepada indikatornya.

Baca juga : BI Rate Kembali Ditahan Demi Kuatkan Stabilisasi Rupiah dan Mitigasi Dampak Global

Sayangnya, dari Rp3.300 triliun belanja di APBN 2024, hampir Rp500 triliun ternyata harus dihabiskan untuk membayar pokok utang dan bunga.

"Sedihnya di dalam Rp500 triliun sebagian besar bunga utang bukan pokok utang. Artinya, we pay for nothing. Kita membayar hanya untuk bunganya saja," kata Akbar.

Ini menjadi catatan ekonom, karena mungkin di tahun depan, situasi bisa sama atau lebih buruk, bahwa ruang fiskal akan semakin mengecil, salah satunya karena sebagian APBN semakin besar harus digunakan untuk membayar cicilan utang dan bunganya saja. Jadi utangnya masih bertambah terus.

Baca juga : Ketidakpastian Perekonomian Global Meningkat, Permintaan Domestik Membaik

"Itu harus menjadi perhatian. Jadi ketika kita di satu sisi berharap pertumbuhan ekonomi bisa tinggi di tahun 2024, ternyata sisi moneter tidak bisa terlalu banyak diharapkan karena masih akan bermain pada level stabilitas, kemudian dari sisi fiskal juga sepertinya tidak bisa maksimal karena ada ruang fiskal yang terbatas," kata Akbar.

Akhirnya, yang diharapkan yaitu peningkatan pada sektor riil. Di tahun 2024, Indonesia punya Pemilu, yang biasanya masyarakat akan jor-joran untuk berbelanja. Oleh karena itu likuiditas di dalam perekonomian akan lumayan tinggi, kemungkinan belanja konsumsi akan bergerak, dan bisa membantu kondisi perekonomian Indonesia. Tetapi risikonya adalah kalau terjadi kerusuhan.

"Diharapkan pada tahun 2024 ini situasinya hanya panas di sosial media, namun tetap aman di sektor riil. Sehingga Pemilu akan lebih banyak membawa manfaat baik di sisi menggerakkan ekonomi sektor riil," kata Akbar.

Baca juga : Pengamat: BI Diharapkan Menahan Suku Bunga Sepanjang Semester II-2023

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan tahun 2024 di Indonesia menjadi tahun yang sangat menantang. Sebab, Indonesia berada di dalam pesta demokrasi lima tahunan, yang seharusnya dirayakan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses pendewasaan bangsa dan pendidikan politik.

Namun di satu sisi, ada situasi yang tidak bisa dinafikan, yaitu bagaimana Indonesia berhadapan dengan berbagai macam krisis, yang bukan hanya terjadi pada tantangan ekonomi tetapi juga situasi makro ekonomi yang tidak bisa dikesampingkan sebagai salah satu hal yang harus diwaspadai.

Tensi geopolitik juga mempengaruhi situasi dan kondisi perkembangan dunia yang berakibat kepada sektor ekonomi. 

Baca juga : DPR Minta BI Perlu Cermat Lihat Perkembangan Ekonomi Global

“Perlu juga digarisbahwahi asumsi dan catatan yang banyak beredar, menjadi dasar bagi kita untuk memahami situasi Indonesia di 2024,” kata Lestari.

Catatan yang ada, pada Desember 2023 Asian Development Bank (ADB) menunjukkan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di level 5 persen. Meskipun ada beberapa catatan dari yang lain mengatakan tidak akan mencapai 5 persen.

Salah satu asumsi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah adanya investasi pada percepatan proyek infrastruktur dalam hal ini terkait proyek strategis nasional Ibu Kota Negara. Bank Dunia juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung melambat.

Baca juga : Bank Indonesia Tahan Suku Bunga Acuan di 3,5%

“Beberapa catatan dengan mengandalkan konsumsi swasta sebagai penopang pertumbuhan ekonomi dalam negeri sepanjang 2024 tidak mampu menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan,” kata Lestari.

Maka perlu digali sesungguhnya apa saja yang Indonesia akan hadapi di 2024. Sebab prasyarat pertumbuhan ekonomi antara lain adalah stabilitas. Saat ini dunia dan Indonesia juga berhadapan dengan banyak permasalahan seperti perubahan iklim yang berdampak kepada ketahanan pangan, juga beberapa hal lain yang masih menunjukkan ketidakpastian, termasuk bagaimana transformasi dari geopolitik yang harus menjadi cerminan dalam menata maupun menentukan prospek ekonomi ke depan.

“Optimisme tidak boleh surut, dan bagaimana kemudian kita bisa bersama mewujudkan apa yang dingiinkan dan dimandatkan di dalam konstitusi UUD 1945, yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Seluruh warga Indonesia berhak untuk mendapatkan keadilan, dan kesejahteraan,” kata Lestari. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat