visitaaponce.com

Pemerintah Siapkan Insentif Fiskal untuk Jasa Kesenian dan Hiburan

Pemerintah Siapkan Insentif Fiskal untuk Jasa Kesenian dan Hiburan
Ilustrasi.(Freepik.)

DALAM rangka pengaturan tata kelola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang adil, selaras, dan akuntabel dan memperkuat perekonomian daerah, pemerintah dan DPR telah menetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Ketentuan lebih lanjut dari UU HKPD tersebut juga telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

UU HKPD telah menetapkan pengaturan atas pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota, khusus DKI Jakarta dipungut oleh pemerintah provinsi. PBJT meliputi makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, jasa kesenian, dan hiburan. Tarifnya paling tinggi 10%. Sebelumnya, dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 menetapkan tarif paling tinggi 35%.

Sedangkan khusus PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dikenakan paling rendah 40% dan paling tinggi 75% (sebelumnya dengan UU 28/2009 paling tinggi hanya 75%, tanpa pembatasan minimum, sehingga bisa di bawah 40%). Pajak hiburan minimum 40% dibebankan kepada pelanggan. Penyelenggara jasa hiburan juga dikenakan PPh badan sebesar 22%. Dalam undang-undang tersebut, pemberlakuan pengenaan tarif PBJT yang baru paling lama 2 tahun sejak UU 1 Tahun 2022 mulai berlaku pada 5 Januari 2022 (5 Januari 2024) yang diatur oleh masing-masing pemerintah daerah. 

Baca juga: Pajak Hiburan Naik Jadi 40 Persen, Ketua DPRD DKI Bakal Panggil Bapenda

Beberapa daerah telah menetapkan tarif PBJT diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Pertama, DKI Jakarta melalui Perda Nomor 1 Tahun 2024 menetapkan tarif sebesar 40% (sebelumnya 25%). Kedua, Kabupaten Badung Bali melalui Perda Nomor 7 Tahun 2023 menetapkan tarif sebesar 40% (sebelumnya 15%).

Sebelum berlakunya UU HKPD, berdasarkan UU 28/2009 sudah ada beberapa daerah yang menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 75% di Aceh Besar, Banda Aceh, Binjai, Padang, Kota Bogor, Depok; sebesar 50% di Sawahlunto, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Sukabumi, Surabaya; sebesar 40% di Surakarta, Yogyakarta, Klungkung, Mataram.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim sejak pascapandemi sektor pariwisata mulai tumbuh, salah satunya terlihat dari pajak daerah terkait pariwisata yang terus meningkat. "Karena itu kita perlu mendorong pengembangan sektor pariwisata yang berkontribusi cukup besar terhadap PDB dan penyediaan lapangan kerja," kata Airlangga melalui keterangan yang diterima, Sabtu (20/1/2024).

Baca juga: Apindo Minta Pemda tidak Terburu-buru Implementasikan Pajak Hiburan

Pajak daerah terkait pariwisata (sampai dengan November 2023) yang mulai menggeliat antara lain pajak hotel tumbuh sebesar 46,6% (Rp8,51 triliun), pajak restoran tumbuh 20% (Rp13,6 triliun), pajak hiburan tumbuh 41,5% (Rp2,01 triliun). Bali dan DKI Jakarta tumbuh paling tinggi 56% dan 9%. "Terkait dengan insentif fiskal, pada Pasal 101 UU HKPD telah memberikan ruang kebijakan untuk pemberian insentif fiskal guna mendukung kemudahan berinvestasi, berupa pengurangan, keringanan, dan pembebasan atau penghapusan pokok pajak, pokok retribusi, dan/atau sanksinya," kata Airlangga.

Insentif fiskal ini dapat diberikan oleh kepala daerah dengan pertimbangan antara lain untuk mendukung dan melindungi usaha mikro dan ultramikro, mendukung kebijakan pencapaian program prioritas daerah atau program prioritas nasional. Pemulihan industri pariwisata telah menjadi program prioritas nasional yang bersifat padat karya.

Pemberian insentif fiskal ini ditetapkan dengan peraturan kepala daerah (perkada) dengan memberitahukan kepada DPRD. Dengan ruang regulasi pada Pasal 101 UU HKPD, bupati/wali kota dapat menetapkan tarif yang lebih rendah dari 75% atau bahkan lebih rendah dari batas minimal 40%.

"Penerapan insentif fiskal dilaksanakan sesuai karakteristik wilayah dengan pertimbangan budaya dan penerapan syariat Islam (seperti di Aceh), sehingga beberapa daerah tetap dapat meneruskan tarif pajak yang ada, sedangkan daerah yang berbasiskan pariwisata dapat menetapkan tarif sebagaimana tarif pajak sebelumnya," kata Menko Airlangga. Guna memperkuat implementasi kebijakan terkait PBJT dan menyikapi perkembangan dinamika aspirasi di tengah masyarakat saat ini, pemerintah telah menggelar rapat internal yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi pada 19 Januari 2024.

Salah satu keputusannya terkait insentif fiskal ialah pemerintah akan memberikannya terhadap PPh badan atas penyelenggara jasa hiburan. Sektor pariwisata akan diberikan berupa pengurangan pajak dalam bentuk pemberian fasilitas ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 10% dari PPh badan, sehingga besarannya sekitar 22% akan menjadi 12%.

Menteri dalam negeri dan menteri keuangan akan membuat Surat Edaran kepada seluruh bupati/wali kota terkait dengan petunjuk pelaksanaan atas PBJT jasa kesenian dan hiburan sesuai dengan ketentuan UU HKPD. "Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan sebagai petunjuk pelaksanaan kepada para kepala daerah agar pengenaan pajak ini tetap mendukung iklim usaha yang kondusif di daerah," kata Airlangga.

Terlalu kompleks

Sebelumnya, kemungkinan ada pemberian insentif pajak kepada sektor hiburan telah diperkirakan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan formulasi insentif justru akan membuat persoalan lebih kompleks.

Oleh karena itu, pengusaha masih mengupayakan judicial review sembari meminta kepada kepala daerah untuk tidak terburu-buru menerapkan implementasi terkait kebijakan PBJT tersebut. Persentase pajak yang pengusaha anggap masih masuk akal sebesar 10% seperti pajak pada sektor pariwisata.

"Sebab ini melibatkan labour intensif. Tidak hanya persoalan tempat hiburan karaoke, diskotek, dan sebagainya, bahkan usaha spa juga terkena. Spa-spa di Bali lebih banyak berbasis budaya. Usaha ini yang harus dikembangkan, jangan malah dikikis," kata Shinta ditemui di Jakarta, Kamis (18/1). (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat