visitaaponce.com

Pajak Hiburan bakal Meroket, Pengusaha Kelab Malam Keluhkan Penurunan Omzet

Pajak Hiburan bakal Meroket, Pengusaha Kelab Malam Keluhkan Penurunan Omzet
Ilustrasi pajak(Dok. MI)

PEMILIK PT Murino Berkarya Indonesia selaku pengusaha restoran dan kelab malam Black Owl, Efrat Tio mengeluhkan adanya penurunan omzet pascaditetapkannya kenaikan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa sebesar 40%-75% per 5 Januari 2024.

Kenaikan pajak hiburan itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). 

Efrat menjelaskan pihaknya belum menerapkan pajak hiburan 40%-75%. Namun, akibat dari pengumuman dan penetapan kenaikan tarif PBJT itu, menimbulkan kegelisahan bagi pengunjung. Alhasil, ada penurunan omzet hingga 40% di Januari ini dibandingkan bulan sebelumnya.

Baca juga : Kota Cirebon Terapkan Pajak Hiburan 50%

"Sejak ada pengumuman kenaikan pajak hiburan, omzet kita turun 30%-40%. Pengunjung banyak yang takut mendengar kenaikan tarif pajak itu," ujar Efrat usai beraudiensi dengan Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan di Kantor Kemenko Marves, Jakarta, Jumat (26/1).

Ia menuturkan kekhawatiran sejumlah konsumen itu terlihat saat melakukan reservasi dan pemesanan. Ada klien yang meminta surat pernyataan agar Black Owl tidak mengubah ketentuan pajak yang tinggi karena akan mempengaruhi besaran harga sewa tempat.

Baca juga : Hotman Paris Curiga Ada Pejabat Dorong Penaikan Pajak Hiburan

Saat ini, kata Efrat, besaran pajak hiburan di Black Owl sebesar 25% mengikuti ketentuan lama yaitu Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pajak Hiburan.

"Jadi banyak yang salah paham, dikira kita sudah menerapkan kenaikan tarif pajak, padahal belum diterapkan secara real. Pajaknya masih 25%" terang Efrat.

"Cuma, ada pihak yang mau buat event di tempat kami, misalnya di bulan depan, harus buat surat pernyataan dulu kalau pajaknya tidak seketika berubah. Kalau tidak ada itu, dia batalin booking-nya," tambahnya.

Efrat menyebut, saat ini Black Owl memiliki dua outlet di Jakarta. Ia khawatir jika pajak hiburan dikelab malam miliknya naik 40%-75%, berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran karena omzet yang akan turun drastis.

"Karyawan kami ada 500 orang. Kalau pajak hiburan naik, bisa-bisa usaha kita tutup karena rugi dan layoff semuanya. Ini yang kita enggak mau," pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani menyampaikan akan marak perusahaan hiburan yang gulung tikar dengan implementasi kenaikan pajak PBJT.

"Dampaknya kemungkinan besar banyak yang gulung tikar karena itu pajak 40% dari gross. Perusahaan hanya bekerja dari penghasilan 60%, itu ditambah untuk biaya operasional dan segala macam," tuturnya.

Hariyadi menyampaikan idealnya penetapan tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, bar, kelab malam dan mandi uap/spa di level 10%. Pihaknya meminta kepada pemerintah untuk mencabut pasal 58 ayat 2 UU HKPD mengenai ketentuan tarif PBJT menjadi minimum 405 dan maksimum 75% karena memberatkan perusahaan.

"Kalau kita maunya pasal 58 ayat 2 ini dibatalkan. Kita juga ingin agar tarif PBJT ini paling tinggi adalah 10%, supaya tidak ada diskiriminasi. Karena pajak bioskop itu turun jadi 10%," pungkasnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat