visitaaponce.com

Aspebindo Ingin Rencana Ekspor Pasir Laut dan Pengelolaan Sedimentasi Laut Dihentikan

Aspebindo Ingin Rencana Ekspor Pasir Laut dan Pengelolaan Sedimentasi Laut Dihentikan
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Fathul Nugroho.(Ist)

Pemerintah dalam waktu dekat ini ditengarai akan membuka kembali kegiatan ekspor pasir laut yang telah dilarang selama sekitar 22 tahun. Melalui PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut dan Kepmen KKP Nomor 208 Tahun 2023 tentang Lokasi Prioritas Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, akan menjadi dasar kebijakan sumber material pasir laut.

Baca juga : 6 Miliar Ton Pasir Laut Ditambang Setiap Tahun

Sebelumnya, pada tahun 2002, pemerintah telah melarang kegiatan ekspor pasir laut melalu Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yaitu Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002.

Baca juga : Tolak Ekspor Pasir Laut, Komisi VII: PP No.26/2023 Saling Tumpang Tindih

Rencana ekspor pasir laut dan pengelolaan sedimentasi laut apabila berjalan sangat berpotensi merusak lingkungan, dan menyebabkan konflik sosial. Sehingga, rencana ini harus segera dihentikan.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Fathul Nugroho mengatakan, penyusunan zona prioritas sebagaimana tertuang dalam Kepmen Kelautan dan Perikanan Nomor 208 Tahun 2023 tentang Lokasi Prioritas Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut tidak memenuhi kaidah lingkungan, ekologi, dan sosial. Sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan karena berjarak kurang dari 12 mil laut, bahkan hingga bibir pantai. Dengan jarak ini, dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial akan sangat terasa.

"Kerusakan yang mungkin timbul, seperti kerusakan terumbu karang, hilangnya habitat laut, dan penurunan kualitas air laut, serta berpotensi menimbulkan abrasi pantai, belum lagi dampak negatif sosial terhadap nelayan yang tidak dapat menangkap ikan, karena tidak ada ikan dan rumahnya terkena abrasi," ujar Fathul dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (6/2).

Baca juga : DPD Minta Pemerintah Tarik Kebijakan Impor Pasir Laut

Ia juga menduga, Kepmen Kelautan dan Perikanan 208/2023 dan juga peraturan mengenai ekspor pasir laut akan menimbulkan praktik oligopoli dalam pelaksanaan. Akibatnya, pemerataan ekonomi tidak akan tercapai.

"Diduga akan terjadi dominasi oleh beberapa perusahaan yang tergabung dalam beberapa konsorsium yang akan mendapatkan konsesi sedimentasi di laut dan juga kuota ekspor. Hal ini akan mengakibatkan iklim usaha yang tidak sehat, dan hal ini bertentangan dengan semangat Presiden Joko Widodo yang ingin menaikkan peringkat ease of doing business Indonesia agar dapat bersaing secara global. Belum lagi akan terjadi persaingan harga yang tidak adil, dan juga pengabaian terhadap aspek lingkungan dan sosial," sesal Fathul.

Tidak hanya berdampak negatif lingkungan dan juga dugaan praktik oligopoli. Fathul mengatakan, hadirnya PP No. 26/2023 dan Kepmen KKP 208/2023 justru tumpang tindih dengan aturan main lainnya.

Baca juga : Menteri LHK Angkat Bicara soal Ekspor Pasir Laut

"Kebijakan pengelolaan sedimentasi di laut tumpang tindih dengan kebijakan di sektor ESDM, dimana sudah terbitnya beberapa Izin Usaha Pertambangan (IUP) Pasir Laut, baik di wilayah Kepulauan Riau, Banten, dan Lampung, dan ini berpotensi menimpulkan polemik di kemudian hari, karena IUP tersebut juga diterbitkan oleh pemerintah," pungkasnya. (B-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat