visitaaponce.com

Konsumsi Kelapa Sawit pada 2024 Diperkirakan Naik

Konsumsi Kelapa Sawit pada 2024 Diperkirakan Naik
Pekerja menata tandan buah kelapa sawit ke atas truk di Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (31/1/2024).(Antara/Fransisco Carolio)

GABUNGAN Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memproyeksikan konsumsi kelapa sawit dalam negeri akan mengalami kenaikan pada tahun ini. Itu karena ada kebutuhan untuk konsumsi industri dan implementasi biodiesel B35 secara penuh.

"Konsumsi dalam negeri diperkirakan mengalami kenaikan, terutama untuk kebutuhan pangan, industri oleokimia, dan kebutuhan energi (biodiesel) dengan implementasi biodiesel (B35) secara setahun penuh (fully implemented)," ujar Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono dikutip dari siaran pers, Rabu (28/2).

Namun Gapki turut memproyeksikan tingkat produksi kelapa sawit akan stagnan atau kurang lebih sama dengan tahun sebelumnya. Kebutuhan dalam negeri dinilai dapat dipenuhi lantaran kinerja ekspor kelapa sawit diperkirakan menurun.

Baca juga : Organisasi Industri Kelapa Sawit Indonesia Manfaatkan Hannover Messe 2023

Guna memastikan produksi dan menjamin terpenuhinya kebutuhan minyak sawit dalam negeri dan ekspor, kata Mukti, Gapki menilai perlu dilakukan sejumlah langkah. Pertama, penyelesaian perkebunan sawit yang teridentifikasi masuk kawasan hutan.

"Gapki terus mengusulkan bahwa bagi kebun sawit yang sudah memiliki alas hak, baik itu SHM maupun sertifikat HGU, semestinya sudah bukan kawasan hutan lagi. Penyelesaian Pasal 110 B jangan sampai menyebabkan pengurangan areal yang signifikan akan berdampak kepada pengurangan produksi sawit," tutur Mukti.

Kedua, memastikan program PSR dapat berjalan sesuai dengan targetnya, yakni 180.000 hektare per tahun. Hambatan yang masih ada juga harus sesegera mungkin dapat diselesaikan.

Baca juga : Mentan SYL Minta GAPKI Perkuat Industri Sawit dan Perkokoh Ekonomi Nasional

Ketiga, peraturan yang tumpang tindih perlu segera diselesaikan, khususnya peraturan terkait kewajiban Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) 20%, karena masih menimbulkan kekisruhan di lapangan. "Untuk jangka panjang, perlu dipertimbangkan kemungkinan dibangun kebun sawit untuk energi (dedicated area) khususnya pada kawasan yang sudah terdegradasi, sehingga kebutuhan minyak sawit untuk energi tidak mengganggu kebutuhan untuk pangan, industri dalam negeri, dan ekspor," terang Mukti.

Lebih lanjut Gapki menilai industri kelapa sawit Indonesia masih menghadapi tantangan di tahun ini. Kondisi ekonomi global yang masih menunjukkan ketidakpastian menjadi salah satu faktor yang mendominasi geliat industri kelapa sawit setahun ini.

Amerika Serikat masih dilanda inflasi yang di atas target. Lalu Tiongkok sebagai salah satu konsumen terbesar minyak sawit juga masih bergulat dengan pelemahan ekonomi pascacovid-19. Begitu pula dengan Eropa yang masih mengalami pelemahan ekonomi dengan defisit fiskal meningkat diiringi inflasi masih tinggi.

Sementara itu, eskalasi geopolitik global kian memanas. Di saat eskalasi laut hitam yang belum mereda akibat perang Rusia dan Ukarina yang juga memberikan dampak besar pada pasokan beberapa komoditas strategis di pasar global.

"Kini dunia juga harus menghadapi eskalasi geopolitik di laut merah akibat perang Israel dan Palestina yang juga diestimasi dapat memberikan dampak besar terhadap pasokan komoditas mengingat laut merah merupakan jalur strategis perdagangan global," jelas Mukti. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat