visitaaponce.com

Internet Bawa Alunan Sape ke Penjuru Negeri

Internet Bawa Alunan Sape ke Penjuru Negeri
Ferinandus Lah atau akrab disapa Feri Sape saat memainkan alat musik tradisional khas suku Dayak, “Sape”, di Pontianak, Kalimantan Barat.(Ist/Kemenkominfo)

   

EKSPEDISI Bakti untuk Negeri di Kalimantan tiba di Pontianak, Kalimantan Barat. Di sini, tim ekspedisi berkesempatan mengenal lebih jauh alat musik tradisional Suku Dayak, sape, serta bagaimana alat musik itu lebih dikenal masyarakat berkat jaringan internet.

Alat musik sape memiliki kemiripan dengan gitar dalam cara memainkannya, yakni dipetik. Namun, struktur bentuk keduanya agak berbeda karena sape tidak memiliki lengkungan di bagian badan (body) dan cenderung berbentuk persegi panjang.

“Dari segi nada, tuning sape berbeda dengan gitar. Kalau gitar ada kordnya. Dari permainan juga beda dengan gitar, kalau sape dominan main ke melodi. Jadi kita bermain di string paling bawah,” jelas seorang musisi sape, Ferinandus Lah atau akrab disapa Feri Sape.

Alat musik yang menghasilkan denting merdu ini memiliki sejarah turun temurun dalam Suku Dayak dan biasa dipakai untuk mengiringi tarian-tarian tradisional. Budayawan Aloysius Mering menyebut sape menjadi alat musik tradisional dari bebe­rapa rumpun Suku Dayak.

“Yang paling terkenal itu di Suku Kayan. Ada satu (sape) yang lebih identik dengan etnis Kayan di Kalimantan Barat, yakni sape yang hanya ada dua senar dengan senar nilon,” katanya.

Jauh sebelum ada akses internet, alunan sape hanya dikenal lewat kalangan tertentu. Namun, setelah internet berkembang pesat, dentingan sape mulai terdengar ke pelosok negeri bahkan menembus mancanegara.

“Pada zaman modern sekarang kita bisa melihat sape ada di mana-mana dengan meng­klik internet atau Youtube,” ujar Aloysius.

Menurut Kadiskominfo Kalimantan Barat Sukaliman, peran internet sangat besar pengaruhnya terhadap penyampaian pesan pendidikan budaya.

Menurutnya, pelestarian kebudayaan memang selayaknya disebarluaskan melalui media komunikasi.
Hal itu diamini Feri Kape. “Adanya internet memudahkan masyarakat khususnya generasi muda untuk mempublikasikan lewat media sosial. Itu sangat baik untuk masa sekarang,” tambahnya.

Ia juga menginginkan musik sape dibawakan dengan gaya keren. “Salah satu inovasinya, yang dulu tidak menggunakan elektrik tapi sekarang pakai elektrik,” ungkapnya.

Feri sendiri telah memain­kan alat musik ini di berbagai negara seperti Iran, Italia, Ceko, Ukraina, Maroko, Jepang, Tiongkok, dan Thailand. Sape juga bisa kolaborasi dengan jenis musik apapun. Terbukti Sape bisa menjadi pelengkap warna musik untuk lagu-lagu internasional.

Budayawan Aloysius meng­apresiasi pengenalan sape secara lebih luas dengan berbagai inovasi. “Generasi tua kalau mendengar sape sekarang tentu mereka ada rasa penolakan, katanya tidak asli,” katanya.

Di sisi lain, alunan merdu musik sape ternyata bermanfaat sebagai terapi bagi pen­derita depresi. Terapi ini salah satunya dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungai Bangkong, Pontianak.

Direktur RSJD Sungai Bangkong, Batara Sianipar, mengatakan musik sape sebagai musik klasik terbukti memberikan kenyamanan, ketenang­an, khususnya untuk pasien-pasien dengan gangguan jiwa. (Ifa/S3-25)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat