visitaaponce.com

Dorong Penerapan Aksara Nusantara Secara Berkelanjutan

Dorong Penerapan Aksara Nusantara Secara Berkelanjutan
Webinar dengan tema Back To The Future: Peran Aksara Nusantara Pada Era Industri 4.0.(DOK IST)

PENGELOLA Nama Domain Internet Indonesia (Pandi) mengadakan webinar secara daring, Kamis (9/9). Kegiatan tersebut digelar untuk menyambut Hari Aksara Internasional yang selalu diperingati setiap 8 September, dengan mengusung tema Back To The Future: Peran Aksara Nusantara Pada Era Industri 4.0.

Webinar itu merupakan kelanjutan dari dialog sebelumnya, dalam acara Southeast Asia Internet Governance Forum (SEA IGF) yang diselenggarakan di Bali tanggal 1—2 September. Topik bahasannya adalah Back to the Future: Indigenous Languages and Characters in the Industry 4.0 Era.

Pada sesi kali ini narasumber yang hadir masih sama, menghadirkan Yudho Giri Sucahyo (Ketua Pandi), Onno W. Purbo (Pakar Teknologi Informasi), Richard Mengko (Akademisi ITB), Cokorda Rai Adi Pramartha (Akademisi UNUD), Ilham Nurwansah (PPIM UIN Jakarta), dan Sarah Anais Andrieu (EHESS/CNRS Paris).

Ditambah Mayastria Yektiningtyas (Badan Standardisasi Nasional), M Shidiq Purnama (CRO Pandi) dan di Moderatori oleh Heru Nugroho selaku Wakil Ketua Bidang Pengembangan Usaha, Pemasaran, dan Kerjasama Pandi yang merupakan penggagas program Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN).

Pada awal acara, Yudho dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan perjalanan panjang yang dimulai sejak tahun lalu. 

“Kerja sama pentaheliks sudah benar-benar terwujud karena kita punya teman-teman dari unsur pemerintah seperti BSN, Kominfo, dan pemerintah daerah. Kemudian dari unsur akademisi dan komunitas pegiat aksara, termasuk rekan-rekan media. Ini adalah perjalanan panjang yang butuh sinergi banyak pihak,” papar Yudho.

Shidiq menambahkan bahwa ada berbagai kegiatan dari program strategis Pandi, MIMDAN, dari awal hingga akhir, termasuk kegiatan yang akan dilakukan ke depan.  

“Saat ini kita fokus mendukung aksara-aksara yang sudah terdaftar di UNICODE agar memenuhi standar ISO dan SNI, sehingga dapat diakui oleh dunia,” kata Shidiq.

Beberapa nama seperti Richard dan Onno sudah sangat dikenal dalam dunia teknologi informasi di Indonesia. Richard menyoroti pentingnya pemahaman Bhineka Tunggal Ika yang di ibaratkan seperti benang yang dirajut menjadi kain. 

“Dalam kaitannya dengan aksara nusantara, Pandi sebagai inisiator digitalisasi aksara harus mampu membuat platform yang merangkum semua aksara. Demikian pula dalam kurikulum sekolah, pengenalan aksara harus mencakup kekayaan aksara di Indonesia. Setelah mengetahui keragaman aksara, para siswa dapat lebih spesifik mendalami salah satu aksara,” terang Richard.

Senada dengan Richard, Onno juga menekankan pentingnya pemanfaatan aksara dalam bidang teknologi informasi. Ada kesempatan bagi aksara nusantara untuk dijadikan bahasa pemrograman komputer dan sistem keamanan. Namun, masalah terbesar saat ini adalah bagaimana agar aksara nusantara menjadi default di berbagai sistem operasi.

“Namun, hal yang cukup penting juga adalah menjadikan aksara nusantara sebagai wahana untuk menggali wisdom (kearifan) nenek moyang kita. Mengubah sesuatu yang tacit knowledge menjadi explicit knowledge. Ini bisa dilakukan dengan machine learning (pembelajaran mesin) dan Artificial Intelligece (AI), lalu mengekstrak kearifan nenek moyang kita. Tentu saja salah syaratnya aksara nusantara harus dapat dikenali oleh komputer,” terang Onno.

Di Bali, Cokorda Rai mengembangkan papan ketik khusus untuk aksara Bali dan mendapat tanggapan baik dari pemerintah dan masyarakat. Pembuatan produk ini merupakan jawaban atas tantangan dan peluang dalam pengembangan aksara Bali.

“Bukan hanya untuk orang-orang yang tinggal di Bali, mereka yang berada di luar Bali pun dapat belajar aksara Bali. Meskipun ada tantangan bahwa generasi muda Bali lebih menyukai bahasa Indonesia dan aksara Latin, pembuatan papan ketik dapat memberi peluang bagi siapa pun yang mau belajar aksara Bali. Lebih jauhnya, ini merupakan upaya agar komputer bisa mengenali teks beraksara Bali sehingga menghasilkan informasi yang tepat bagi pengguna,” kata Cokorda Rai.

Sementara Sarah memaparkan pentingnya menjadikan akar budaya menjadi sumber daya yang bisa dimanfaatkan oleh generasi sekarang. Budaya di dunia digital harus memiliki nilai agar dapat dijaga, dipegang, dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan warisan budaya tersebut.

“Agar tidak hilang, budaya semestinya hadir dalam siber-fisik. Digitalisasi akan menjadi medium untuk adaptasi, bagaimana aksara yang sudah jarang dipakai bisa muncul kembali dan menjadi tren di dunia digital. Hal ini dapat memperluas ruang bagi budaya dan bahasa. Dengan menjadikan akar sebagai sumber daya, maka akan ada penangkapan adaptasi baru, pertukaran informasi, juga kreasi dan inovasi untuk aksara tersebut,” terang Sarah.

Baca juga: https://visitaaponce.com/humaniora/432199/bangkitkan-bahasa-dan-budaya-lokal-melalui-cerita-dari-molo-dan-palu

Sementara itu Ilham menjelajah sejarah aksara-aksara di nusantara, sejak mulai ditemukan hingga upaya pengembangannya di era modern.

“Namun, dalam pengembangan aksara di dunia digital masih ada kendala karena belum semua aksara tampil dengan baik dalam berbagai aplikasi. Hal ini karena belum ada keseragaman atau standar dari aksara tersebut,” ucap Ilham.

Untuk menjawab masalah standardisasi tersebut, narasumber lainnya yaitu Mayastria telah mengupayakan Persetujuan usulan program Nasional Perumusan Standar (PNPS) untuk beberapa aksara nusantara sebagai kebutuhan mendesak di tahun 2021. 

“Kita banyak budaya, tapi tidak didokumentasikan. Jadi ini sebagai salah satu dokumentasi nasional. Di ISO internasional misalnya ada aksara Bali, tapi tidak ada keterangan bahwa itu aksara milik Indonesia. Agar menjadi milik Indonesia, maka harus tertuang dalam standar nasional Indonesia, selain untuk kebutuhan digitalisasi,” kata Mayastria.

Moderator kali ini, Heru menyimpulkan bahwa selama ini, aksara nusantara atau aksara daerah selalu dipandang sebagai sesuatu yang harus dilestarikan, dilindungi dan dijaga dari kepunahan. Hal itu benar adanya, tetapi jika terus bergelut dalam pelestarian, aksara nusantara akan sulit dikembangkan apalagi diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Dalam dua tahun ini, Pandi melalui program bertajuk MIMDAN, masih mengedepankan pelestarian aksara. Mulai saat ini, paradigma tersebut akan ditujukan pada upaya penerapan dan pemanfaatan, yaitu bagaimana agar aksara nusantara ikut berperan dalam kemajuan teknologi, terutama di era industri 4.0,” pungkas Heru. (R-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat