visitaaponce.com

Resmikan Ekoriparian Tjimanoek, Menteri LHK Green Development Telah Diterapkan

Resmikan Ekoriparian Tjimanoek, Menteri LHK: Green Development Telah Diterapkan
Menteri LHK Siti Nurbaya meresmikan Ekoriparian Tjimanoek, di Indramayu, Jawa Barat, Senin (13/12)(Ist)

MENTERI Lingkungn Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengatakan, Taman Kehati dan Ekoriparian Tjimanoek, Indramayu, Jawa Barat (Jabar) merupakan langkah dan bukti nyata pelaksanaan pembangunan hijau atau green development di Indonesia

“Apa yang kita lihat dan saksikan pada hari ini, sejak tadi di Taman Kehati Indramayu dan saat ini di Ekoriparian Tjimanoek merupakan langkah dan bukti nyata pelaksanaan pembangunan hijau (green development) di Indonesia,” ujar Menteri Siti Nurbaya ketika meresmikan  Ekoriparian Tjimanoek, di Indramayu, Jabar, Senin (13/12)

Dikatakan Menteri LHK, Ekoriparian Tjimanoek yang disaksikan saat ini baru merupakan tahap awal dari tiga tahap pembangunan secara lengkap.

Terkait dengan itu, Siti Nurbaya menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Direksi PT. Polytama Propindo dan tentunya juga kepada Pemerintah Kabupaten Indramayu yang telah berupaya dalam mengurangi potensi pencemaran lingkungan dan berkontribusi pada pengurangan gas rumah kaca dan dalam upaya menjaga kestabilan iklim global.

“Selain fungsi-fungsi tadi, saya juga berharap kedua fasilitas ini dapat menjadi sarana pendidikan, wisata kuliner dan budaya serta sumber ekonomi baru bagi masyarakat Indramayu pada khususnya,” kata Menteri LHK.

Menurut Siti Nurbaya, semua langkah ini tentu tidak akan berhasil tanpa dukungan semua pihak, terutama masyarakat.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mohon dukungan dan partisipasi masyarakat dan tentunya peran pemerintah daerah dalam menjaga dan memelihara fasilitas ini, sehingga manfaatnya dapat kita nikmati secara berkelanjutan. 

Sementara Plt. Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK,  Sigit Reliantoro, mengatakan, pembangunan Taman Kehati dan Ekoriparian Tjimanoek ini merupakan salah satu bentuk kolaborasi dunia usaha, pemerintah daerah, dan kementerian lingkungan hidup dan kehutanan untuk pembangunan pembangunan infrastruktur hijau. 

“Pembangunan infrastruktur hijau ini memiliki ciri antara lain adalah penerapan pengetahuan yang inovatif  tentang alam, terinspirasi oleh produk alam, meniru proses alam untuk memecahkan masalah lingkungan dan sosial secara efektif sekaligus memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat,”ujar Sigit. 

Sigit memaparkan, berdasarkan catatan Ditjen PPKL,  pada 2020 ada Rp 6,2 triliun kontribusi dunia usaha untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat ini yang sebagian besar berupa pembangunan infrastruktur hijau.

“Mudah-mudahan kegiatan seperti ini akan semakin terarah karena salah satu kriteria PROPER adalah bagaimana membangun community development yang di dalamnya terintergrasi dengan adaptasi perubahan iklim serta perlindungan keanekaragaman hayati,” tambahnya.

Acara peresmian Ekoparian Tjimanoek ini dihadiri juga anggota Komisi IV DPR-RI H. Ono Surono, Bupati Indramayu Nina Agustina, Forkopimda Kabupaten Indramayu, Direktur Utama dan Jajaran Direksi PT. Polytama Propindo, pegiat lingkungan.

Pesan “Glasgow Climate Pact”

Lebih lanjut Menteri LHK, Siti Nurbaya mengungkapkan, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mendeklarasikan tahun 2021- 2030 sebagai Dekade Restorasi Ekosistem.

Rentang waktu ini dipilih berdasarkan literatur dan informasi dari berbagai ahli, yang menyebutkan bahwa dalam sepuluh tahun kedepan merupakan periode terpenting yang diperlukan untuk mencegah bencana akibat perubahan iklim, serta untuk menjaga keanekaragaman hayati.

Dekade Restorasi Ekosistem juga untuk mencegah, menghentikan dan membalikkan degradasi ekosistem di seluruh dunia.  

Conference of the Parties ke-26 United Nations Framework Convention on Climate Change atau COP-26 UNFCCC yang telah dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober-12 November 2021 di Glasgow serta dihadiri oleh 121 kepala negara dan kepala pemerintahan termasuk Presiden Jokowi.

Pertemuan tersebut telah menghasilkan beberapa kesepakatan yang tertuang dalam Glasgow Climate Pact, antara lain:

Pertama, pengakuan bahwa dampak perubahan iklim akan lebih rendah pada peningkatan suhu bumi 1,5°C dibandingkan dengan 2°C dan memutuskan untuk mengejar upaya membatasi suhu meningkat sampai 1,5°C; dan

Kedua, mengakui pula bahwa membatasi pemanasan global hingga 1,5°C membutuhkan upaya yang cepat, mendalam dan berkelanjutan dalam pengurangan gas rumah kaca (GRK) global termasuk CO2 sebesar 45% pada tahun 2030 dari tahun 2010 dan menjadi net-zero di pertengahan abad ini serta pengurangan besar gas rumah kaca lainnya termasuk methane.

Glasgow Climate Pact menyerukan kepada para pihak untuk mempercepat pengembangan, penyebaran dan pendistribusian teknologi, dan penerapan kebijakan, untuk transisi menuju sistem energi rendah emisi.

Selain itu, termasuk dengan cepat meningkatkan penyebaran pembangkit listrik bersih dan langkah-langkah efisiensi energi, mempercepat upaya menuju penghentian bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara dan penghentian subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien.

Di sisi lain, diserukan menyediakan dukungan yang ditargetkan kepada yang termiskin dan paling rentan sesuai dengan keadaan nasional dan mengakui perlunya dukungan menuju transisi yang adil. 

Glasgow Climate Pact juga menekankan pentingnya melindungi, melestarikan dan memulihkan alam dan ekosistem, termasuk hutan dan ekosistem darat dan laut lainnya.

Tujuannya tak lain adalah untuk mencapai tujuan global jangka panjang dari Konvensi dengan bertindak sebagai penyerap dan penampung gas rumah kaca dan melindungi keanekaragaman hayati, sambil memastikan perlindungan sosial dan lingkungan.

Indonesia sangat berkepentingan dalam agenda perubahan iklim karena kondisi geografis, klimatologis, demografis dan sosial ekonomi yang rentan, seperti banjir, longsor, kekeringan, kenaikan muka air laut dan kebakaran hutan, dll yang merugikan perekonomian, lingkungan, kesehatan dan kehidupan masyarakat. 

Indonesia sangat serius dalam upaya pengendalian perubahan iklim melalui pengendalian laju deforestasi, penghentian konversi hutan primer dan gambut, serta penurunan kebakaran hutan dan lahan serta rehabilitasi hutan dan mangrove.

 Dalam kaitan itu pula kebijakan pemerintah saat ini dan ke depan adalah mendorong dan memajukan pembangunan hijau, green economy, green energy untuk green industry serta bekerja sama dan kolaborasi dalam dan luar negeri, kemitraan global. 

Langkah tersebut telah dibuktikan dengan keberhasilan capaian rendahnya tingkat deforestasi di tahun 2020, yaitu seluas 115 ribu hektare per tahun jika dibandingkan dengan dua-tiga tahun sebelumnya seluas 400 ribu hektare per tahun dan diawal tahun 2000-an hingga 2-3 juta hektare per tahun.

Sektor kehutanan akan mampu mencapai netral karbon di tahun  2030.  Selain itu, pada prospek lingkungan di sektor sampah juga sedang terus diupayakan penanganannya dengan sistem sampah menjadi sumberdaya dan dengan daur ulang serta ekonomi sirkuler. (RO/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat