visitaaponce.com

Paparan Senyawa Merkuri Bisa Sebabkan Stunting

Paparan Senyawa Merkuri Bisa Sebabkan Stunting
Kawasan kebun sagu yang terkena limbah merkuri di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku, Rabu (28/11/2018)(ANTARA/Rivan Awal Lingga)

SENYAWA merkuri telah lama hadir di sekitar masyarakat dan terbukti memberikan banyak efek negatif bagi kesehatan. Bahkan, studi terbaru menyebutkan bahwa senyawa merkuri dapat menyebabkan stunting pada anak-anak. Hal itu diungkapkan dokter sekaligus influencer Ratih Citra Sari.

"Sekarang bahaya merkuri banyak dikaitkan dengan penyebab stunting. Saya lihat sendiri di satu daerah, anak-anak memiliki tubuh yang kecil, dan itu bukan hanya satu anak, tapi banyak sekali yang seperti itu. Ini stunting," kata Ratih dalam webinar Waspada Merkuri yang diselenggarakan KLHK, Selasa (21/12).

Ratih mengungkapkan, meskipun saat ini penggunaan senyawa merkuri telah banyak dilarang, namun senyawa tersebut telah mencemari lingkungan, mulai dari atmosfer hingga dasar laut, sejak lama. Karenanya, senyawa tersebut akhirnya berpotensi masuk ke tubuh manusia lewat cara dihirup atau dikonsumsi.

Baca juga: Obat Covid-19 AstraZeneca Diklaim Mampu Tangkal Varian Omikron

"Ini harus kita sadari bersama. Anak-anak yang tinggal di lingkungan dengan risiko tinggi berpotensi mengalami pencemaran merkuri dan akhirnya bisa mengakibatkan stunting," ucap dia.

Ratih menjabarkan, selain mengakibatkan stunting, paparan merkuri secara kontinu pada manusia juga berpotensi menimbulkan gagal ginjal. Adapun, gejala-gejala awal yang timbul bisa berupa tremor hingga mudah lelah.

"Dan paparan merkuri juga bisa memperpendek angka harapan hidup kita karena kualitas kesehatan yang terganggu dari adanya paparan merkuri yang terus-menerus," ucap dia.

Ratih mengakui, hingga saat ini belum ada terapi yang bisa membersihkan kandungan merkuri dari dalam tubuh secara total. Terlebih lagi, tubuh tidak memiliki mekanisme untuk secara aktif mengeluarkan kandungan merkuri.

"Mungkin bisa dikeluarkan, tapi sangat sedikit. Untuk itu cara yang paling baik ialah kita mengetahui apakah kita memiliki faktor risiko untuk terpapar merkuri, mulai dari penggunaan kosmetik atau makanan yang kita konsumsi," beber Ratih.

"Cek kesehatan secara berkala dan makan sehat serta hindari makanan dan minuman yang tidak sehat, agar meringankan kerja tubuh kita secara perlahan," tutup dia.

Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengungkapkan, lingkungan manusia memang tidak bisa terlepas dari kandungan merkuri. Pasalnya, banyak sekali sumber pelepasan merkuri dari aktivitas alam seperti pelapukan batuan, kebakaran hutan dan lahan, dan erupsi.

"Selain itu, kandungan merkuri juga berpotensi muncul dari beragam aktivitas manusia seperti penambangan emas skala kecil, pembakaran limbah, hingga proses krematorium," beber dia.

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh organisasi internasional dan Sekretariat Konvensi Minamata, dari negara-negara pihak yang mengikuti Konvensi Minamata, ditemukan bahwa ada sebanyak 500 ton kandungan merkuri yang terlepas dari aktivitas geogenik.

Selain itu, ada 600 ton kandungan merkuri yang terlepas dari proses pembakaran bio massa.

"Dan yang paling penting, ada 2.500 sampai 3.000 ton merkuri yang terlepas dari aktivitas manusia," beber dia.

Untuk itu, ia menyatakan, perlu upaya dari berbagai pihak agar kandungan merkuri tidak banyak mengkontaminasi tubuh manusia. (H-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat