visitaaponce.com

Desa Wisata Jangan Kehilangan Roh Pedesaannya

Desa Wisata Jangan Kehilangan Roh Pedesaannya
Menparekraf Sandiaga Uno saat mengunjungi salah satu desa wisata di Sulsel.(MI/Lina Herlina)

PENELITI Pusat Studi Pariwisata, Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Destha Titi Raharjana menyebut, perkembangan desa wisata dalam beberapa tahun terakhir ini dinilai menggembirakan karena bisa membuka peluang kerja bagi masyarakat sekitar dan menekan urbanisasi. Namun, jika
pembangunan desa wisata hanya demi tontonan, roh pedesaan yang dimiliki desa tersebut dikhawatirkan akan hilang.

Bisnis pariwisata yang dijalankan di perdesaan dipercaya mampu menekan urbanisasi sekaligus membuka peluang kerja bagi warga desa. Bahkan, kebangkitan pariwisata di desa pascapandemi Covid-19 sangat menjanjikan dan berpotensi menjadi tulang punggung kebangkitan ekonomi desa.

"Pariwisata hadir sebagai “bonus� karena yang sejatinya dikemas dan ditawarkan bagi wisatawan atau guest adalah pengalaman unik berinteraksi dengan warga setempat sebagai host," ujarnya dalam siaran pers dari Humas UGM, Selasa (20/9).

Ia menyebut, ada risiko jika wisata yang dikembangkan di desa-desa tidak dibingkai dalam perencanaan atau master plan pariwisata desa. Tata ruang perdesaan yang berubah tentu akan menanggalkan karakter kedesaannya.

Ia mencontohkan, alih fungsi lahan pertanian menjadi ruang yang digunakan untuk usaha wisata menjadi ancaman yang akan membuat ciri khas pertanian dari desa tersebut menjadi hilang.

"Roh pedesaannya akan hilang jika banyak terjadi perubahan hanya demi tontonan wisatawan semata," tegas dia. Oleh sebab itu, pengembangan desa wisata jangan sampai menghilangkan roh pedesaannya.

Menurut Destha, paling tidak ada dua faktor yang bakal menyokong popularitas desa wisata, yaitu karakter yang kuat dan pengelola desa wisata yang kompeten.

Pertama, pengelola wisata harus bisa memastikan produk wisatanya memiliki karakter yang kuat untuk menjadi identitas yang membedakan dengan desa lainnya. Dalam bahasa marketing, sebuah desa wisata harus mampu memiliki unique selling proposition (USP).

"Untuk itu, pengembangan desa wisata orientasinya harus condong pada pelibatan dan penguatan interaksi wisatawan dalam kehidupan masyarakat setempat," jelas dia.

USP harus dikemas dalam paket wisata, bukan dalam pembelian tiket. Artinya, wisata di desa itu sejatinya tidak menjual tiket, namun yang ditawarkan adalah paket wisata.

"Daya tarik di desa itu adalah aktivitas, bukan semata objek wisata. Oleh sebab itu, desa wisata tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan home stay," ujar dia. Oleh sebab itu, tantangan bagi desa-desa wisata saat ini adalah bagaimana mengemas dan menguatkan identitasnya melalui kemasan paket wisata yang berkualitas.

Kedua, desa wisata harus memiliki sumber daya manusia pengelola desa wisata yang kompeten dan inovatif. Seorang tokoh penggerak utama (local champion) di desa setempat memegang peranan penting.

Destha juga menyebut, ada empat kunci penting agar desa wisata untuk mampu bertahan dan berkelanjutan. Pertama, memiliki konsep yang jelas tentang orientasi pengembangan wisata desa yang sesungguhnya.

Kedua, memiliki supporting dari pihak internal dan eksternal dalam pengembangannya. Ketiga, pihak pengelola mampu mengelola wisata secara transparan dan inklusif. Keempat, pengelola paham dan mampu menerapkan prinsip pembangunan wisata berkelanjutan. (OL-13)

Baca Juga: Menparekraf: Daya Saing Masyarakat Desa Wisata di Enam ...

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat