visitaaponce.com

Cakupan KB Nasional Baru Jangkau 26 juta Pasangan

Cakupan KB Nasional Baru Jangkau 26 juta Pasangan
Petugas kesehatan memeriksa tekanan darah (tensi) kepada warga saat giat pelayanan KB gratis di Pelabuhan Rambang, Palangka Raya, Kalimantan(ANTARA FOTO/Auliya)

CAKUPAN pasangan usia subur ikut program keluarga berencana (KB) baru 26 juta pasangan atau sekitar 59,54% dari jumlah total pasangan subur di tanah air. Pasahal, KB merupakan salah satu indikator mempercepat penurunan stunting.

Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Eni Gustina, target pemerintah adalah sebanyak 62,34% pasangan dari jumlah 39 juta pasangan subur menggunakan KB pada 2022. Namun, cakupan tersebut belum juga terpenuhi. 

"Yang tercapai hanya 59,54%. Demikian juga dengan unmeet need. Pasangan subur yang harusnya menggunakan kontrasepsi tapi karena ada satu dan lain hal akhirnya tidak mendapatkan layanan kontrasepsi," kata Eni dalam Rapat Koordinasi Teknis Kemitraan Program Bangga Kencana & Percepatan Penurunan Stunting 2023, Rabu (8/3).

Baca juga: BKKBN Sarakan Gunakan Alat Kontrasepsi Sesuai Kebutuhan

Berdasarkan survei yang dilakukan BKKBN, beberapa alasan orang enggan menggunakan KB di antaranya alasan fertilitas, di mana masyarakat menganggap bahwa mereka bukan lagi masuk dalam kategori usia subur. Selain itu juga masih banyak masyarakat yang menentang untuk memakai, kurangnya pengetahuan soal KB dan keterbatasan akses.

"Hal-hal seperti ini masih banyak ditemui di lapangan. Masih banyak juga masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang notabene dengan agama yang kuat, itu menentang penggunaan KB," ucap dia.

Baca juga: BKKBN DIY Ambil Langkah Percepatan Cegah Stunting

Dari sisi BKKBN, Eni menyebutkan ada sejumlah kendala yang dihadapi saat menyediakan alat kontrasepsi di berbagai wilayah. Di antaranya masih belum meratanya ketersediaan tenaga PKB yang tidak sebanding dengan luas wilayahnya.

"Rasio ketersediaan tenaga PKB secara nasional adalah 1:6 desa. Ini yang membuat kurang optimalnya peningkatan akses pelayanan KB," ucap dia.

Selain itu, terbatasanya jumlah SDM dan kurangnya pemahaman OPD di kabupaten/kota terkait dengan perhitungan pemenuhan alat kontrasepsi. Belum optimalnya juga pemanfaatan DKA fisik dalam melakukan pemetaan usulan dan kebutuhan sarana penunjang.

"Ketersediaan anggaran BKKBN untuk pelatihan pelayanan KB MJKP juga terbata. Dan belum semua tenaga kesehatan di fasilitas layanan kesehatan dapat memberikan pelayanan KB MJKP," beber Eni.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Eni menegaskan BKKBN akan terus melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak. Selain melakukan gerakan KB serentak, BKKBN juga berencana akan membuat aturan soal rumah sakit unggulan pelayanan KB.

"Sesuai dengan keputusan Kepala BKKBN, jadi penilaian akreditasi rumah sakit akan mencakup pada pelayanan KB untuk model rumah sakit unggulan pelayanan KB. Jadi diharapkan masyarakat bisa dengan mudah mengakses pelayanan KB di fasilitas kesehatan," beber dia.

Selain itu, BKKBN juga akan membuat tempat praktik mandiri bidan. Nantinya bidan bisa praktik sendiri tanpa harus mengekor dengan fasilitas layanan kesehatan lainnya. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat