visitaaponce.com

BPJS Watch Uji Coba Aturan Rawat Inap Baru Harus Melibatkan Peserta BPJS Kesehatan

BPJS Watch: Uji Coba Aturan Rawat Inap Baru Harus Melibatkan Peserta BPJS Kesehatan
Ruangan rumah sakit di Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin, Banda Aceh(Antara Foto/Ampelsa)

Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan uji coba penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) atau aturan rawat inap baru BPJS Kesehatan harus melibatkan para pesertanya. Dengan begitu, para peserta BPJS Kesehatan juga bisa ikut memberi masukan dan pertimbangan tingkat kepuasan.

"Ini harus bermain dengan kepuasan peserta yang akan berubah ruangannya. Ini belum diuji oleh pemerintah. Selama ini hanya menguji kesiapan rumah sakit," ungkapnya kepada Media Indonesia, Kamis (9/3).

Dijelaskan Timboel, rencana perubahan aturan rawat inap menjadi KRIS akan membuat semua peserta BPJS Kesehatan dirawat dalam ruangan yang sama, alias tidak memiliki tingkatan kelas. Semua peserta akan dirawat dalam ruangan berisi empat tempat tidur.

Baca juga: BPJS Watch: Kemenkes Harus Perluas Survei Kesiapan KRIS di RS

Menurutnya, selama ini hal yang banyak dikeluhkan oleh peserta BPJS Kesehatan bukan tentang kelas yang mereka terima, tetapi pelayanan yang belum maksimal. Timboel menegaskan, sejauh ini uji coba yang dilakukan terkait KRIS hanya mengkaji BOR (Bed Occupation Rate), tempat tidur dan pendapatan rumah sakitnya saja.

"Seharusnya subjek persoalan KRIS itu meningkatkan pelayanan pada masyarakat bukan kepada rumah sakit. Peserta pasti banyak komplain. Pemerintah enggak pernah mengkaji kepuasan peserta terkait KRIS," kata Timboel.

Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan Setujui Ada Penyesuaian pada Tarif INA-CBGS

Iuran akan Memberatkan

Selain itu, jika nantinya kelas BPJS Kesehatan dihapuskan dan menjadi satu kelas, kepastian biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat pasti akan bermasalah. Menurutnya, kisaran biaya untuk satu kelas BPJS Kesehatan nantinya pasti akan mencapai di atas Rp35 ribu dan di bawah Rp100 ribu. Biaya ini tentu tidak akan menjadi masalah bagi peserta kelas 1 dan 2, namun akan menjadi hambatan bagi peserta kelas 3.

"Kan enggak mungkin iuran di bawah Rp35 ribu, pasti di atas Rp35 ribu tapi di bawah Rp100 ribu. Kalau begitu kelas 3 akan naik, tapi kelas 2 dan 1 menurun. Masalahnya mayoritas peserta BPJS Kesehatan itu di kelas 3. Kalau nanti naik, artinya orang yang menunggak akan semakin banyak. Artinya JKN semakin dijauhkan dari rakyat. Sekarang yang menunggak saja mencapai 16 jutaan. Artinya rakyat miskin dijauhkan lagi dari dari JKN," tegasnya.

Timboel merasa bahwa sebaiknya pemerintah terlebih dahulu memastikan kajian terhadap KRIS ini dilakukan juga kepada peserta, bukan hanya rumah sakit. Dengan begitu BPJS Kesehatan bisa semakin menghadirkan layanan terbaik dan memuaskan bagi para pesertanya.

(Z-9)


 


 


 


 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat