visitaaponce.com

Asosiasi Tuding Pengawasan dan Pembinaan Pelaksaan Umrah belum Maksimal

Asosiasi Tuding Pengawasan dan Pembinaan Pelaksaan Umrah belum Maksimal
Umat Islam menjalankan ibadah umrah di Tanah Suci.(AFP/Abdel Ghani BASHIR)

BARU-BARU ini, Indonesia digemparkan oleh penipuan yang dilakukan biro perjalanan umrah, PT NSWM. Para jemaah umrah dikatakan telah ditelantarkan di Tanah Suci, padahal mereka sudah membayar secara penuh untuk perjalanan umrah mereka.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Umrah dan Haji (Sathu) Muharom Ahmad mengatakan, selama ini, pengawasan pelaksanaan umrah belum maksimal.

"Umrah belum maksimal (dalah hal) pembinaan anggota karena asosiasi tidak dilibatkan oleh Kementerian Agama sebagai Kementerian yang bertanggung jawab dalam pengaturan umrah," ungkapnya kepada Media Indonesia, Minggu (2/4).

Baca juga: Penipuan Umrah PT Naila Syafaah, Kemenag Mengaku Sudah Beri Dua Kali Peringatan

Lebih lanjut, Muharom merasa keberadaan asosiasi seperti ada dan tiada, diundang hanya sebatas menyosialisasikan program Kemenag tetapi tidak diberi peran untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

Menurut dia, seharusnya eksistensi asosiasi dapat diakomodasi dalam struktur pembinaan dan pengawasan oleh Kemenag.

"Caranya nyatakan asosiasi sebagai organisasi resmi yang diakui dalam penyelenggaraan umrah di Undang-Undang, sehingga dapat melakukan pencegahan jika terdeteksi anggotanya berpotensi menyimpang," tegas Muharom.

Baca juga: Tiga Penipu Umrah PT Naila Syafaah Rekrut Ulama, Janjikan Mobil untuk Gaet Jemaah

"Asosiasi juga memahami dinamika di lapangan, khususnya gejolak harga dari komponen biaya umrah, serta persaingan tidak sehat di kalangan penyelenggara. Jika diberi peran UU, asosiasi dapat berkoordinasi dengan banyak pihak agar kondisi tidak sehat bisa dicarikan solusi bersama," sambungnya.

Sementara itu, jika dilihat dari sisi penegakan hukum, Undang-Undang No. 8 Tahun 2018 tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, telah mengamanatkan Kemenag untuk membentuk PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang berperan melakukan penindakan jika terjadi pelanggaran peraturan dan perundangan.

PPNS selain melakukan penyelidikan untuk tujuan penindakan juga untuk keperluan mengetahui apa penyebab terjadinya pelanggaran, hal terakhir ini akan menjadi masukan bagi regulator dan asosiasi agar pelanggaran serupa tidak terulang.

Menurut Muharom, jika dalam penyelidikan PPNS menemukan tindak pidana baru, dapat diserahkan kepada kepolisian untuk dadili hingga dituntut pidana oleh kejaksaan dan dihukum pengadilan.

"Jika semua pelanggaran langsung ditangani polisi. Hanya akan menghukum pelaku tanpa bisa mengetahui penyebab dan sulit membantu pihak korban yaitu jemaah, sebagaimana dalam kasus first travel di mana pelaku dipenjara tapi jemaah tidak terbantu bahkan sempat dananya disita oleh negara, meski akhirnya setelah beberapa tahun Kejagung memutuskan diserahkan ke jamaah," ujar Muharom.

Dalam hal ini, Muharom meminta Kemenag memberi peran kepada asosiasi yang paling mengetahui seluk beluk penyelenggaraan umrah agar dapat melakukan pembinaan dan pengawasan.

Kemenag juga diminta untuk segera menjalankan UU 8/2018 yang memerintahkan pembentukan PPNS sebagai pelaksana penegakan hukum dalam penyelenggaraan umrah dan haji. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat