visitaaponce.com

PB IDI RUU Kesehatan Mengurangi Peran Organisasi Profesi Kesehatan

PB IDI: RUU Kesehatan Mengurangi Peran Organisasi Profesi Kesehatan
Warga beristirahat dekat papan informasi pelayanan dokter spesialis di Rumah Sakit Umum Cempaka Lima, Banda Aceh, Kamis (2/2/2023)(ANTARA/IRWANSYAH PUTRA )

RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Kesehatan dinilai mengurangi peran organisasi profesi kesehatan yang sebelumnya memiliki kewenangan pengelolaan termasuk masalah etik, namun dalam RUU Omnibus Law tersebut sudah tidak ada.

 

Sebanyak 478 pasal dalam RUU Kesehatan yang dirangkai dalam omnibus law, pasal berkaitan organisasi profesi kini hanya ada 4 pasal.

"Dan penjelasannya ini kemudian tidak bisa memberikan penjelasan yang menggantikan UU eksisting yakni UU Praktik Kedokteran, UU Keperawatan, UU Kebidanan, dan UU Tenaga Kesehatan," kata Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) M Adib Khumaidi dalam dialog Transformasi Layanan Kesehatan Indonesia, Senin (3/4).

Baca juga: Kemenkes: RUU Kesehatan Perbaiki Aturan Norma yang Tumpang Tindih

Sehingga sebelumnya konstitusi memberikan kepada organisasi profesi dalam melakukan pengelolaan termasuk dalam etika, kemudian hilang hanya 4 undang-undang.

Selain itu, Adib mengatakan saat ini banyak sekali pasien-pasien yang dengan mudah menuntut profesi tenaga kesehatan. Sehingga PB IDI mempertanyakan apakah RUU tersebut dapat memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan.

Baca juga: IDI Minta Menkes Beberkan Data Valid 77 Ribu Dokter Pelamar STR

Pada Pasal 326, 327, dan 328 BAB Penyelesaian Sengketa norma yang disebutkan yang berkaitan dengan perlindungan hukum hanya norma abstrak. Sehingga ia menilai tidak ada hak imunitas bagi tenaga kesehatan tidak sama seperti profesi lain seperti, advokat, DPR RI, notaris dan lainnya.

"Artinya ketika dokter menjalankan profesinya berdasarkan RUU ini maka dengan ketiga pasal tersebut ada 3 tuntutan yang bisa terjadi yakni dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), tuntutan dari kasus, tuntutan dari masalah perdata," ujarnya.

Dampaknya dokter dan nakes akan melakukan upaya kesehatan berbayar tinggi. Kesehatan berbayar tinggi yakni dilakukan skrining dan pemeriksaan menyeluruh untuk menghindari penyakit yang terlewat dan menghindari tuntutan.

"Sehingga nakes melakukan pola defensive medicine dan itu sangat kontradiktif atau paradoks dengan kesehatan nasional yang standar pelayanan kesehatan minimal sehingga ini perlu menjadi perhatian," pungkasnya. (Iam/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat