PB IDI RUU Kesehatan Mengurangi Peran Organisasi Profesi Kesehatan
![PB IDI: RUU Kesehatan Mengurangi Peran Organisasi Profesi Kesehatan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/04/03d3d5c8917707523557b531a73c1f0d.jpg)
RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Kesehatan dinilai mengurangi peran organisasi profesi kesehatan yang sebelumnya memiliki kewenangan pengelolaan termasuk masalah etik, namun dalam RUU Omnibus Law tersebut sudah tidak ada.
Sebanyak 478 pasal dalam RUU Kesehatan yang dirangkai dalam omnibus law, pasal berkaitan organisasi profesi kini hanya ada 4 pasal.
"Dan penjelasannya ini kemudian tidak bisa memberikan penjelasan yang menggantikan UU eksisting yakni UU Praktik Kedokteran, UU Keperawatan, UU Kebidanan, dan UU Tenaga Kesehatan," kata Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) M Adib Khumaidi dalam dialog Transformasi Layanan Kesehatan Indonesia, Senin (3/4).
Baca juga: Kemenkes: RUU Kesehatan Perbaiki Aturan Norma yang Tumpang Tindih
Sehingga sebelumnya konstitusi memberikan kepada organisasi profesi dalam melakukan pengelolaan termasuk dalam etika, kemudian hilang hanya 4 undang-undang.
Selain itu, Adib mengatakan saat ini banyak sekali pasien-pasien yang dengan mudah menuntut profesi tenaga kesehatan. Sehingga PB IDI mempertanyakan apakah RUU tersebut dapat memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan.
Baca juga: IDI Minta Menkes Beberkan Data Valid 77 Ribu Dokter Pelamar STR
Pada Pasal 326, 327, dan 328 BAB Penyelesaian Sengketa norma yang disebutkan yang berkaitan dengan perlindungan hukum hanya norma abstrak. Sehingga ia menilai tidak ada hak imunitas bagi tenaga kesehatan tidak sama seperti profesi lain seperti, advokat, DPR RI, notaris dan lainnya.
"Artinya ketika dokter menjalankan profesinya berdasarkan RUU ini maka dengan ketiga pasal tersebut ada 3 tuntutan yang bisa terjadi yakni dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), tuntutan dari kasus, tuntutan dari masalah perdata," ujarnya.
Dampaknya dokter dan nakes akan melakukan upaya kesehatan berbayar tinggi. Kesehatan berbayar tinggi yakni dilakukan skrining dan pemeriksaan menyeluruh untuk menghindari penyakit yang terlewat dan menghindari tuntutan.
"Sehingga nakes melakukan pola defensive medicine dan itu sangat kontradiktif atau paradoks dengan kesehatan nasional yang standar pelayanan kesehatan minimal sehingga ini perlu menjadi perhatian," pungkasnya. (Iam/Z-7)
Terkini Lainnya
Seleksi Calon Anggota DJSN Dibuka, 7 Pansel Telah Ditunjuk Presiden
Budi Sylvana: Saya tidak Bisa Menghindar dari Perintah Jabatan
Relaksasi SKP untuk Perpanjang Izin Praktik untuk Keringanan Bukan Pemutihan
Capaian Imunisasi Lengkap Nasional Masih di Bawah 50%
Dokter tanpa Etika dan Pembiaran oleh Otoritas Negara
7 Cara Mencegah Penularan Flu Burung
Donor Darah Berikan Sejumlah Manfaat Kesehatan
Ini Gejala Stroke di Usia Muda dan Cara Pencegahannya
Ini Makanan Berwana Putih yang Harus Di Waspadai Penderita Diabetes dan Hipertensi!
8 Manfaat Buah Sawo Bagi Kesehatan yang Jarang Diketahui
Bakteri Pemakan Daging Menyebar Cepat, Indonesia Perlu Waspada
Kata Dokter, Olahraga Sambil Nonton Drakor Cukup
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Manajemen Haji dan Penguatan Kelembagaan
Integrative & Functional Medicine: Pendekatan Holistik dalam Pengobatan Kanker
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Huluisasi untuk Menyeimbangkan Riset Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap