visitaaponce.com

Sampah Plastik Ancam Keseimbangan Ekosistem Hewan di Laut

Sampah Plastik Ancam Keseimbangan Ekosistem Hewan di Laut
Seekor paus biru berenang melintasi perairan Chili(AFP)

POLUSI plastik yang berasal dari wilayah Asia Tenggara mengancam ekosistem dan hewan besar yang ada di laut. Asia Tenggara menyumbang sepertiga dari total polusi plastik laut secara global. 

Hal itu diketahui dari penelitian bertajuk Interactions Between Marine Megafauna and Plastic Pollution in Southeast Asia yang di publish di jurnal Science of The Total Environment pada Mei 2023.

"Dampak dari polusi plastik paling banyak adalah hewan-hewan besar yang ada di laut. Dibanding hewan di udara, hewan laut ini paling banyak terdampak," kata Dosen di Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Padjadjaran Buntoro Pasaribu di Museum Macan, Jakarta Barat, Jumat (2/6).

Baca juga : RI, ASEAN dan Jerman Perkuat Kerja Sama Penanganan Sampah Laut

Disebutkan bahwa ada dua kasus mengenai polusi plastik yang berdampak langsung pada hewan laut hingga mengakibatkan kematian, yakni hewan yang terikat sampah jaring nelayan dan hewan yang tidak sengaja mengkonsumsi sampah plastik.

Baca juga : Zero Waste, Zero Emission Jadi Babak Paru Pengelolaan Sampah di Indonesia

Pada kasus hewan yang terikat jaring nelayan, kasus tertinggi terjadi pada spesies burung laut yakni 18,1%, diikuti mamalia laut 12,9% dan spesies ikan bertulang rawan 9,6%.

Selanjutnya, untuk kasus hewan yang mengkonsumsi plastik paling banyak ialah reptil laut 34%, burung laut 31,6%, mamalia laut 24,6%, ikan bertulang rawan 6,5% dan spesies taksonomi 3,1%.

Temuan itu menjadi hal yang mengkhawatirkan, karena sebanyak 380 spesies vertebrata laut yang ada di Asia Tenggara diidentifikasi sebagai red list of threatened species atau spesies yang terancam punah oleh IUCN.

Mengenai kondisi sampah di laut Asia Tenggara, Jenna Jambeck, peneliti asal Amerika Serikat menyebut bahwa di 20 negara, sebanyak 83% sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik di daratan kemudian masuk ke lautan.

"Yang terbesar adalah negara berkembang, terutama di Asia, yang infrastruktur pengelolaan sampahnya tidak sejalan dengan meningkatnya konsumsi barang yang kemudian menghasilkan sampah plastik," tutur Buntoro.

Beberapa negara yang sampah plastiknya paling banyak memasuki laut di antaranya ialah Tiongkok yakni 3,53 juta ton per tahun, disusul Indonesia 1,29 juta ton pertahun, Filipina 0,75 juta ton per tahun, Vietnam 0,73 juta ton per tahun, Sri Lanka 0,64 juta ton per tahun, Thailand 0,41 juta ton per tahun, Mesir 0,39 juta ton pertahun dan Malaysia 0,37 juta ton per tahun.

Buntoro mengakui, urusan sampah laut memang tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri oleh masing-masing negara. Di samping memperbaiki fasilitas pengelolaan sampah, setiap negara juga harus memiliki mekanisme untuk menangani sampah plastik 'kiriman' negara tetangga.

"Kalau sampah tidak berasal dari daratan, sampah itu bisa berasal dari negara tetangga. Sistem arus Indonesia itu angin berhembus dari utara ke selatan kalau ada sampah dari wilayah utara, itu akan terbawa masuk semuanya ke Indonesia. Sehingga masalahnya sangat kompleks yang disebut sebagai transboundary. Setiap negara harus punya mekanisme sendiri terkait dengan penanganan sampah," beber dia.

Pada kesempatan itu, Hendi Suhandoko dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan mengungkapkan, berdasarkan data KKP, ada sebanyak 270-590 ribu ton sampah laut pertahun di Indonesia.

Adapun, pada 2018-2022 pemerintah berhasil mengurangi sebesar 35,5%. "Dan kami membuat target pengurangan sampah laut sebesar 70%. Kami optimistis bisa mencapai target ini," ucap dia.

Hendi membeberkan, cara yang ditempuh ialah dengan meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan, menghentikan sampah yang masuk ke laut, membersihkan sampah yang ada di laut dan melakukan pemantauan serta penegakan hukum.

"Kegiatan yang dilakukan diantaranya gerakan partisipasi nelayan Bulan Cinta Laut ( BCL) di mana nelayan mengumpulkan sampah plastik selama satu bulan," ungkap dia.

Selain itu pembangunan TPS/PDU di pesisir pulau-pulau kecil melalui program Desa Pesisir Bersih dan pembangunan sarana dan prasarana penanganan sampah di setiap PPS, PPN, PPP dan PPI. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat