visitaaponce.com

Tradisi Lisan Butuh Perhatian Pemerintah

Tradisi Lisan Butuh Perhatian Pemerintah
TRADISI LISAN: Seblang merupakan seni pertujukan dan ritual dari tradisi lisan yang masih hidup di masyarakat Banyuwangi, Jatim(Dok. Pemda Banyuwangi)

   PETATAH-petitih, nyanyian dan cerita rakyat sebagai bagian dari tradisi lisan yang mustinya dilestarikan secara turun temurun, semakin luntur eksistensinya. Untuk menyelamatkan tradisi lisan itu para pegiat seni dan budaya, orangtua, serta pemerintah seharusnya mengubah strategi pelestariannya agar anak muda mau mengakrabi tradisi mereka sendiri.

   Menurut pengamat budaya dan bahasa dari Universitas Negeri Jakarta Erfi Firmansyah kecenderungan hilangnya minat dan ketertarikan terhadap tradisi lisan itu karena produknya tak bisa menyesuaikan dengan zaman. "Penguatan dan pengembangan tradisi lisan ini mau tidak mau harus melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah, akademisi juga pelaku tradisi lisan itu sendiri. Harus ada sinergi dari ketiga pelaku itu untuk mengembangkannya," ujar Erfi pada sebuah diskusi di acara Seminar dan Festival Tradisi Lisan ke-12 di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.

   Tradisi lisan, imbuhnya, juga tidak boleh bersifat kaku dan harus fleksibel, menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Untuk melestarikan tradisi lisan bisa memanfaatkan teknologi informasi yang ada saat ini. Misalnya, mendokumentasikan pertunjukkan seni dalam bentuk video dengan kemasan yang menarik, kemudian disebarkan melalui kanal Youtube atau melalui media sosial yang lainnya sehingga bisa lebih mudah menyasar masyarakat luas.

   Erfi juga membenarkan bahwa di beberapa daerah, sanggar atau komunitas seni tradisi lisan sudah banyak yang gulung tikar. Alasan keterbatasan finansial serta minimnya peminat yang akhirnya menyebabkan semangat para pekerja seni ikut lesu.
Jadi salah satu solusinya pemerintah harus memberi perhatian pada sanggar-sanggar dengan memberikan bantuan atau subsidi. Karena para pelaku tradisi lisan ini belum bisa sepenuhnya menggantungkan diri terhadap perekonomiannya pada pementasan seni tradisi lisan.

   Ia juga membandingkan dengan para pekerja seni tradisi lisan dengan pekerja seni organ tunggal. Masyarakat di kampung-kampung ternyata lebih berminat menyaksikan pertunjukkan organ tunggal ketimbang pentas tari atau wayang orang. Alasannya karena organ tunggal jauh lebih murah dan meriah.

   "Untuk bersaing dengan organ tunggal saja mereka kesulitan. Organ tunggal sewa <i>all in<p> itu bisa Rp2,5 juta, sudah lengkap dengan penyanyinya dengan pakaian seronok. Kemudian ditonton banyak orang karena murah dan meriah. Sementara pementasan tradisi lisan atau lenong, misalnya, mereka harus menyewa kostum, alat musik, itu harus dibawa dan perlu transportasi. Lalu yang memainkan alat musik itu harus dibayar. Biayanya otomatis lebih besar, 3 sampai 4 kali lipat dari organ tunggal. Kalau tidak ada bantuan dari pemerintah susah memang," jelasnya.

   Karena itu peran pemerintah dalam hal ini yang bertanggung jawab ialah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) harus memperhatikan nasib kelestarian tradisi lisan bangsa ini.
Selain itu, peran orangtua juga sangat penting untuk mengenalkan anak pada tradisi dan budaya masing-masing. Akses untuk dapat memperkenalkan anak bisa lewat media buku cerita rakyat, film kartun rakyat serta musik atau lagu-lagu yang dapat diperdengarkan pada anak sesuai usia mereka.(H-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat