visitaaponce.com

Lemah, Aksi Daerah dalam Membangun Keluarga Tangguh

Lemah, Aksi Daerah dalam Membangun Keluarga Tangguh
Ilustrasi(Freepik)

PEMERINTAH daerah dinilai masih lemah dalam berupaya membangun keluarga sejahtera dan tangguh. Hal itu diungkapkan oleh Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian Andusti.

"Regulasi yang berkaitan dengan ketahanan keluarga yang ada di kementerian lembaga kalau muatannya saya punya keyakinan sudah cukup. Tapi sesungguhnya pengampu terdepan dalam pembentukan keluarga adalah pemda. ini perlu dicek, jangan-jangan daerah tidak menindaklanjuti ini," kata Nopian dalam seminar nasional bertajuk Peningkatan Ketahanan dan Perlindungan Keluarga untuk Membangun Manusia Indonesia Berkualitas, Kamis (22/6).

Ia meyakini, berbagai regulasi tentang ketahanan keluarga seperti UU nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga belum sepenuhnya diimplementasikan di provinsi hingga kabupaten/ kota. Karenanya, masih banyak permasalahan di tingkat tapak yang belum terselesaikan.

Baca juga : Bantu Kurangi Beban Perempuan, BKKBN Dorong Pria Ber-KB

"Saya sebelumnya adalah aparatur di pemerintahan kabupaten kota lalu ke provinsi dan sekarang baru hijrah di pusat. Hal-hal seperti ini sangat saya rasakan belum terlaksana dengan baik," beber dia.

Karenanya, kinerja pemda mengenai pembentukan keluarga perlu disisir di 514 kabupaten/ kota dan 34 provinsi untuk mengetahui efektivitas aturan itu berjalan.

Baca juga : Peringati Hari Keluarga Internasional, BKKBN Imbau Tingkatkan Kualitas Kesehatan Mental

"Karena seyogyanya, ketika ada UU atau aturan yang berkaitan dengan ketahanan keluarga itu perlu diketahui apakah itu berupa perda atau peraturan kepala daerah, untuk mempertajam kewenangan yang menjadi tanggung jawab pemda. Ini yang mungkin belum terlaksana dengan sepenuhnya," pungkas dia.

Pada kesempatan itu, Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB University Sofyan Sjaf menyatakan hal serupa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di 171 desa yang tersebar di 21 kabupaten/kota di Indonesia, masih banyak permasalahan yang terjadi. Misalnya saja angka gini rasio yang tinggi. Di Sulawesi Selatan angka gini rasio mencapai 0,48, Jawa 0,53, Sumatra 0,59 dan Kalimantan 0,71.

"Ini sangat bertentangan dengan pernyataan bahwa gini rasio Indonesia itu baik-baik saja," imbuh dia.

Selain itu, angka indeks pembangunan manusia (IPM) di desa-desa tersebut masih rendah. Di antaranya Sulawesi hanya mencapai 61,31, Kalimantan 62,08, Sumatra 68,25 dan Jawa 64,87.

Ia menilai pembangunan keluarga di desa mengalami beban sosiologis dari internal, yakni masalah mencari nafkah anak, kesejahteraan anak hingga interaksi antarkeluarga. Selain itu beban juga datang dari eksternal yakni interaksi sosial, ketimpangan, pemenuhan peran fungsi tugas serta lingkungan.

Menurutnya, perlu ada solusi untuk membangun kampung ramah keluarga dengan pendekatan ecovillage. Pendekatan itu dinilai bisa mengatasi segala masalah yang muncul di keluarga, mulai dari stunting, pengangguran hingga isu perubahan iklim.

"Untuk itu perlu kita mendorong RUU Ketahanan Keluarga untuk menjadi modal dasar konsolidasi dalam rangka mewujudkan keluarga sejahtera. Kaenapa? Karena jika ada kebijakan ketahanan keluarga berbasis implementasi keluarga, gagasan mengenai kampung ramah keluarga ini bisa mewujudkan keluarga Indonesia yang tangguh," pungkas dia. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat