visitaaponce.com

Kementerian PPPA Kecam Sekolah di Lampung Timur yang Keluarkan Murid Korban Rudapaksa

Kementerian PPPA Kecam Sekolah di Lampung Timur yang Keluarkan Murid Korban Rudapaksa
Ilustrasi(MI)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengecam sikap sekolah di Lampung Timur yang mengeluarkan RA, murid korban pemerkosaan yang kini tengah hamil lima bulan.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar menegaskan bahwa murid tersebut semestinya mendapatkan perlindungan dan hak untuk pulih, termasuk bersekolah.

“Korban pemerkosaan seharusnya mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak agar dapat pulih, juga dapat melanjutkan hidupnya seperti semula. Pemenuhan hak bagi korban yang harus dipenuhi salah satunya untuk tetap dapat mengakses pendidikan yang layak," ujar Nahar di jakarta, Rabu (2/8).

Baca juga: Pahami UU TPKS untuk Lawan Kekerasan Seksual

Ia pun memastikan pihaknya akan mengupayakan seluruh hak RA. Kemen PPPA melalui Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) akan melakukan koordinasi lebih lanjut untuk memastikan korban RA dapat tetap mengakses pendidikan meskipun dalam kondisi hamil.

"Masa depan anak masih panjang dan masih harus sekolah. Jangan sampai korban mendapatkan kekerasan berulang karena haknya untuk belajar dibatasi. Lingkungan sekitar terutama institusi pendidikan sudah semestinya memberikan perlindungan bagi anak korban kekerasan seksual dan tidak memberikan stigma negatif,” tegasnya.

Baca juga: Ini Penjelasan Sosiolog Soal Kasus Inses yang Masih Marak Terjadi

Tidak hanya hak pendidikan, Kemen PPPA juga memastikan RA memperoleh hak pemulihan kesehatan, baik fisik maupun psikis. Saat ini, korban telah mendapatkan layanan pendampingan visum dan penjangkauan ke rumah korban.

"Orang tua RA juga butuh pendampingan psikologis agar orang tua tetap bisa mendampingi korban memulihkan kondisi psikis dan fisiknya,” tutur Nahar.

Nahar mengatakan pendampingan proses hukum bagi korban juga telah diberikan. KemenPPPA akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk memastikan korban mendapat keadilan dan pelaku diberikan hukuman sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Saat ini pelaku yang merupakan tetangga korban berusia 69 tahun sudah ditahan di Polsek setempat dan sedang dalam tahap penyidikan. Atas perbuatannya, pelaku melanggar pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

“Ancaman paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar sesuai pasal 81 Ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Lebih lanjut, pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, sesuai dalam pasal 81 Ayat (6),” jelas Nahar.

Nahar mengungkapkan penegakan hukum kasus ini diharapkan juga dapat memperhatikan dan menggunakan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dimana hak-hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan juga dapat diberikan, termasuk hak untuk mendapatkan restitusi atau ganti rugi sebagai korban kekerasan seksual.

Nahar juga menyampaikan agar masyarakat segera melapor kepada pihak berwajib jika mendapatkan atau menemui kasus kekerasan seksual di sekitarnya. Dengan berani melapor, maka akan dapat mencegah berulangnya kasus sejenis terjadi kembali. (Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat