visitaaponce.com

Atasi Polusi Udara, Pemerintah DimintaPulihkan Hutan dan Kawasan Hijau

Atasi Polusi Udara, Pemerintah Diminta Pulihkan Hutan dan Kawasan Hijau
Deretan gedung bertingkat tersamar polusi udara di kawasan Monas, Jakarta.(MI/PIUS ERLANGGA )

PAKAR kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono (BHS) menilai polusi udara di DKI Jakarta dengan indeks kualitas udara (AQI) mencapai di atas 170 dan dinilai sangat parah sehingga udara di Ibu Kota Jakarta sangat tidak layak saat ini. 

Menurut mantan anggota DPR RI 2014-2019 ini, sangat disayangkan banyak pihak yang berkomentar tidak berdasarkan kajian dan analisa yang benar dan akurat.

"Bahkan cenderung menyalahkan polusi kendaraan bermotor baik pribadi maupun publik sebagai penyebab polusi udara sehingga muncul wacana kebijakan 4 in 1, juga uji emisi gas buang akan lebih diperketat, dan bahkan muncul wacana mendorong ekosistem kendaraan listrik," kata Bambang dalam keterangan, Jumat (18/8).

Baca juga: Pastikan Penyebab Polusi Udara, Menteri LHK Bentuk Satgas untuk Cek PLTU

"Kebijakan yang panik dan sporadis bahkan muncul dari pimpinan daerah yang mewacanakan perizinan bangunan akan diperketat terutama perijinan high rise building," kata Bambang.

Bahkan pemda menginstruksikan warganya untuk menggunakan sepeda untuk transportasi sehari-hari di udara yang tidak layak dan juga muncul kebijakan kendaraan 2.400 cc harus menggunakan pertamax turbo.

Oktan Dinilai sebagai Penyumbang Terkecil Polusi Udara

"Padahal pengaruh oktan hanya penyumbang terkecil dari kegagalan emisi gas buang yang sebagian besar kegagalan akibat kondisi perawatan  mesin dari kendaraan itu sendiri," kata Bambang.

Baca juga: Uji Emisi akan Jadi Syarat Perpanjang STNK

Bambang yang lulusan alumni ITS mengatakan,"Harusnya kita paham, di setiap bulan Agustus pada saat musim kemarau panjang yang tidak ada hujan, mulai bulan Juni selalu muncul polusi udara yang sangat tinggi dan melebihi ambang batas di wilayah pesisir utara pulau Jawa, Jabotabek, Semarang dan bahkan Surabaya."

"Misalnya di Tahun 2015 terparah, 2019 dan 2023, semuanya mengalami kabut asap akibat kebakaran hutan yang ada di Indonesia khususnya Kalimantan, Sumatera beserta daerah lainnya yang membawa dampak kesehatan yang buruk bagi masyarakat di semua wilayah Indonesia," jelasnya. 

"Harusnya kita mengamati di bulan Agustus saat ini pada musim kemarau panjang, ada jutaan hektare hutan di Kalimantan, Sumatera bahkan di Jawa Barat yang mengalami kekeringan dan akhirnya terbakar akibat gesekan ranting dan lain lain, dan kebakaran itu terlihat ada titik nyala api berskala kecil, menengah dan hebat," tutur Bambang.

Baca juga: Rapat Polusi Udara, Bahas WFH Seluruh Kementerian

"Ini semua bisa kita lihat di data BMKG, nyala titik api kebakaran disaat ini sudah mencapai lebih dari 4.000 titik di Indonesia dan yang paling terparah adalah wilayah Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Wilayah Sumatera Selatan serta Lampung," ucapnya.

"Sehingga mengakibatkan asap di wilayah tersebut sangat pekat jauh diatas wilayah Jabodebek. Bahkan sempat menganggu penerbangan pada saat pesawat akan mendarat dan terbang, ” jelas mantan Ketua Komite Tetap Utilitas Umum Kantor Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Infrastruktur tersebut.

Menurut BHS, akibat arah angin yang saat ini berhembus dari barat ke timur agak ke selatan, maka asap-asap dari Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera tersebut memenuhi wilayah Jabotabek dan kota-kota pesisir utara Pulau Jawa. 

Baca juga: PT TDI Dukung Motor Listrik Jadi Solusi Atasi Polusi Udara

"Harusnya kita bisa mengamati dan menganalisa walaupun saat hari libur pekerja, kantor, pabrik, sekolah dan angkutan truk pun istirahat di wilayah Jakarta tetapi udara di Jakarta tetap tertutup kabut asap, kalau misalnya kebakaran hutan tsb tidak segera ditanggulangi dengan baik," ujarnya. 

"Ini adalah tugas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang seharusnya harus dapat melakukan pencegahan kebakaran hutan dengan selalu menyiram hutan-hutan tropis kita pada saat musim kemarau panjang, sehingga hutan-hutan kita tetap sehat dan hijau," papar Bambang.

"Seperti halnya di negara Malaysia, dimana saat ini tidak satupun hutan di wilayah Malaysia yang ada titik nyala api karena hutannya sangat sehat dan cukup air. Dan Hutan yang sehat mempunyai daun yang mengandung 80% air, sehingga hutan tersebut tidak bisa terbakar dan bahkan dibakar," papar Anggota Bidang Pengembangan Usaha dan Inovasi DPN HKTI itu.(RO/S-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat