visitaaponce.com

Mayoritas Siswa Indonesia Sulit Bedakan Fakta dan Opini

Mayoritas Siswa Indonesia Sulit Bedakan Fakta dan Opini
Pelajar membaca buku di perpustakaan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (7/2/2022).(ANTARA/PATRIK CAHYO LUMINTU)

KETUA Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Arys Hilman Nugraha mengungkapkan angka melek huruf masyarakat Indonesia saat ini sudah besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, 96,04 persen masyarakat Indonesia sudah melek huruf, bahkan di banyak provinsi tingkat melek huruf sudah melampaui 99 persen.

"Namun, berdasarkan data dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) tahun 2019, berdasarkan hasil asesmen menunjukkan tingkat kinerja baca atau reading performance masyarakat Indonesia masih berada pada level rendah," kata Arys pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPR RI yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (26/9) seperti dilansir dari Antara.

Adapun tingkat kinerja baca tersebut berdasarkan OECD tahun 2019, hanya 30 persen siswa Indonesia yang memiliki kemampuan mencapai level 2 (rata-rata OECD 70 persen). Mayoritas (69,9 persen), berada pada level 1. Bahkan, yang bisa mencapai level 6, tercatat 0 persen.

Baca juga: Tips Mengajak Anak untuk Membaca

"Artinya, sebagian besar siswa Indonesia tidak dapat memahami kalimat-kalimat yang panjang, gagal menangkap konsep yang abstrak, dan kesulitan membedakan fakta dan opini," tuturnya.

Untuk itu ia menekankan pentingnya pengembangan dan peningkatan layanan perpustakaan yang berperan penting sebagai akses dalam upaya pengembangan kebiasaan membaca, sehingga dapat meningkatkan tingkat kecakapan membaca.

"Berdasarkan data Laporan kinerja instansi pemerintah (Lakip) perpustakaan, di tingkat SD, 60 persen memiliki perpustakaan, tetapi tingkat kelayakannya hanya 19 persen, begitu juga SMP, yang kelayakannya hanya 19 persen, dan SMA hanya 36 persen," ucap dia.

Ia menyambut baik Peraturan Menteri Desa (Permendes) 8/2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa yang telah menyebutkan buku dan perpustakaan sebagai salah satu bidang yang boleh menggunakan dana desa, sehingga saat ini sudah ada 33.929 perpustakaan yang tersebar di seluruh kelurahan/desa se-Indonesia.

Baca juga: Inovasi Perpustakaan Digital Tingkatkan Minat Baca Masyarakat

Membangun ekosistem perbukuan yang sehat juga menurut Arys adalah kunci meningkatkan literasi masyarakat Indonesia. "Sebagaimana dalam Undang-Undang (UU) 3/2017 tentang Sistem Perbukuan, memang sangat penting mengatur hubungan antarpelaku perbukuan, karena memang lebih banyak berbicara tentang ekosistem, jadi cita-cita UU ini adalah ekosistem perbukuan yang sehat," kata Arys

Ia menegaskan, UU tersebut harus menjadi acuan pengembangan literasi di Indonesia, sehingga dapat membuat gerakan membaca di tengah masyarakat yang terus dibangun dari hulu ke hilir.

Untuk membangun ekosistem perbukuan yang sehat, Arys juga memberikan saran pengembangan gerakan literasi di Indonesia, yang pertama yakni pengembangan budaya literasi dengan mewajibkan anak-anak SD dan menengah untuk membaca buku yang mereka sukai di sekolah setiap hari.

"Kedua, dukungan pemerintah terhadap kegiatan pengembangan minat baca masyarakat, seperti pameran atau diskusi buku, pelatihan menulis, taman bacaan masyarakat, dan subsidi pembelian buku," katanya.

Ketiga, yakni penyediaan buku berbasis kualitas, aktualitas, dan daya tarik alih-alih mementingkan volume koleksi dan harga murah untuk kebutuhan perpustakaan dan taman baca masyarakat.

"Keempat, pemilihan buku bermutu dan populer untuk mendapatkan peluang masuk ke sekolah-sekolah sebagai bahan bacaan siswa atau buku nonteks pelajaran," kata Arys. (Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat