visitaaponce.com

Ombudsman 65,4 Puskesmas Belum memiliki SDM yang Kompeten

Ombudsman: 65,4% Puskesmas Belum memiliki SDM yang Kompeten
Ilustrasi(healthline)

SEBANYAK 65,4% dari Puskesmas belum memiliki SDM yang kompeten, termasuk di antaranya dokter. Demikian catatan Ombudsman RI mengenai kualitas layanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di Tanah Air.

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mencatat terdapat beberapa hal penting yang dicatat oleh Ombudsman, di antaranya ialah tata laksana kesehatan primer, ketersediaan sumber daya manusia kesehatan yang memadai dan kompeten, serta pembiayaan terintegrasi.

“Data menunjukkan 65,4% dari puskesmas yang ada belum memiliki SDM yang kompeten. Bahkan 4% di antaranya belum punya dokter kompeten,” ungkapnya dalam acara Systemic Review Tata Laksana Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di Jakarta, Rabu (27/9).

Baca juga : Akreditasi FKTP Masih Banyak Tantangan

"Jadi isu utama yang ingin dibahas ialah mengenai peningkatan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Ke depan diharapkan pelayanan publik di bidang kesehatan semakin berkualitas dan tidak menimbulkan maladministrasi," imbuhnya.

Asisten Keasistenan Utama VI Ombudsman RI Belinda Wastitiana Dewanty menambahkan bahwa kajian ini dilatarbelakangi oleh data spasial kecukupan tenaga kesehatan di 2022 yang masih menimbulkan permasalahan.

Baca juga : 8 dari 10 Responden Inginkan Layanan Posyandu dengan Pendekatan Digital

Bahkan, di beberapa wilayah masih ada yang tidak memiliki dokter. Dari data pada 2022, sekitar 45% dari 10,4 ribu puskesman dikatakan belum mempunyai SDM kesehatan yang lengkap.

“Kami mengambil data di beberapa provinsi yakni Jambi, Kalimantan Utara, Jawa Barat, Maluku dan lainnya. Kami melihat jumlah aduan cukup banyak di wilayah ini dan perlu atensi dari pemerintah daerah. Sosialisasi FKTP ini masih kurang. Mutu kualitas SDM kesehatan juga masih kurang,” ujar Belinda.

 

Rekomendasi Ombudsman untuk Perbaikan Faskes

Terkait hal ini, Ombudsman memberikan saran perbaikan di antaranya Peraturan Pelaksana UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan harus memuat tata laksana layanan preventif secara komprehensif dan diterjemahkan dalam program-program yang strategis. Perlu juga dilakukan evaluasi terhadap kuantitas SDM kesehatan terkait pengadaan dan distribusi serta hilirisasi bagi pemenuhan kompetensi SDM kesehatan.

Selain itu, perlu juga menyusun SKB atau surat keputusan bersama untuk penyaluran dana kapitasi dari kas daerah ke fasilitas layanan kesehatan, dengan pembagian kerja Revisi Permenkes 33 Tahun 2013 terkait alur distribusi dana kapitasi Puskesmas non-BLUD untuk Kementerian Kesehatan, sementara itu untuk Kemendagri perlu melakukan monitoring dan evaluasi pengawasan terhadap Puskesmas non-BLUD dan mekanisme pengaduan terhadap fraud dana kapitasi non-BLUD.

“Jadi pemerintah perlu menyusun SKB terkait manifestasi sistem pengaduan layanan publik yang komperhensif pada fasilitas layanan kesehatan,” tegas Belinda.

Di tempat yang sama, Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menegaskan bahwa UU Kesehatan akan menjadi momentum yang tepat untuk menjadikan puskesmas sebagai pusat kesehatan masyarakat yang nyata.

“Temuan Ombudsman melihat fungsi puskesmas masih kurang. Maka dari itu, kami ingin mengajak kolaborasi dan kerja bersama untuk mengatasi permasalahan ini,” ujar Robert.

Menanggapi kajian dari Ombudsman, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes Maria Endang Sumiwi mengapresiasi hasil kajian tersebut dan berkomitmen untuk menindaklanjuti saran dari Ombudsman.

“Kajian ini penting dan selaras dengan Kemenkes. Banyak Puskesmas yang belum jadi prioritas utama di daerah. Kami harap bersama seluruh pemerintah daerah kita bisa bangun kembali FKTP kita yang memang belum cukup kuat,” kata Maria.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti juga mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Ombudsman dan akan menindaklanjuti saran yang disampaikan sesuai kapasitas BPJS Kesehatan.

“Perlu diketahui terkadang masyarakat juga menyalahkan semuanya ke BPJS. Misalnya enggak ada dokter itu salah BPJS dan lainnya padahal kan kesalahan ada di pihak lain juga. Banyak persoalan sebetulnya. Tapi ada penyelesaiannya. Kalau kita duduk bersama dan inj akana dan ini akan ada solusiny. Ini menjadi tugas bersama,” ujar Ali.

Dirjen Bina Pemerintahan Daerah Kemendagri Eko Prasetyanto Purnomo mengatakan hasil kajian ini akan menjadi bahan referensi bagi Kemendagri dan pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan.

“Ini akan menjadi referensi bagi penyusunan kebijakan Kemendagri khususnya terkait penyaluran dana kapitasi Puskesmas nonbadan layanan umum daerah,” tandas Eko. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat