visitaaponce.com

Upaya Kominfo Ubah Mindset Masyarakat Soal Stunting dan Kemiskinan

STRATEGI komunikasi publik dibutuhkan untuk menangani persolaan kemiskin­an dan stunting yang saling berhubungan erat. Meski kemiskinan merupakan salah satu faktor yang menghambat kesehatan dan menyebabkan stunting, faktor lain turut mempengaruhi persoalan tersebut, yakni mindset atau pola pikir.

Hal itu dipaparkan Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong dalam acara Executive Forum yang diselenggarakan oleh Media Indonesia, di Hotel Aryaduta Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (25/10).

Usman mencontohkan mindset yang keliru soal pemenuhan gizi yang sering ditemui di masyarakat. “Katakanlah masyarakat masih berpikir bahwa gizi itu harus daging, protein itu harus daging sapi yang harganya memang mahal,” ujarnya.

Baca juga: Penanganan Kemiskinan Berkaitan Erat dengan Pengendalian Stunting

Karena itu, lanjutnya, Kementerian Kominfo perlu mengedukasi masyarakat agar mindset mereka berubah. Bahwa untuk mendapatkan protein yang baik, itu tidak harus mahal. Usman mencontohkan protein daging bisa diganti dengan ikan lele.

Kementerian Kominfo juga melakukan kampanye gizi cukup yakni Isi Piringku. Itu merupakan pedoman yang disusun Kementerian Kesehatan untuk mengampanyekan konsumsi makanan yang sesuai dengan pedoman gizi seimbang. Dalam satu piring setiap kali makan, setengah piring diisi dengan sayur dan buah, sedangkan setengah lainnya diisi dengan makanan pokok dan lauk pauk.

Selain itu, Kementerian Kominfo mengedukasi masyarakat yang sudah memasuki usia perkawinan melalui aplikasi Elsimil (siap nikah siap hamil) buatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

“Aplikasi Elsimil buatan BKKBN ini sangat membantu supaya kontrol terhadap mereka yang akan menikah itu bisa kita lakukan dengan baik,” kata Usman.

Baca juga: Target Prevalensi Stunting Sumut 2023 Dipatok 18%

Dalam edukasi tersebut, Kementerian Kominfo juga bekerja sama dengan Kementerian Agama melalui kantor-kantor urusan agama (KUA) di seluruh Indonesia. “Jadi kalau mereka mau mendaftarkan pernikahan, 3 bulan lagi, 2 bulan lagi, setahun lagi, itu kita ukur sisi kesehatannya,” ujar Dirjen IKP.

“Misalnya yang perempuan lengannya diukur, kalau terlalu kurus, gemukin dulu deh, baru kawin, misalnya. Kita dorong mereka untuk minum penambah darah,” imbuhnya.

Kampanye edukasi itu, misalnya, juga mendorong laki-laki untuk mengonsumsi zinc dan mengurangi atau berhenti merokok. “Itu (rokok) juga bisa menyebabkan anak yang lahir nanti itu stunting. Di iklan rokok kan (dikatakan) mengganggu kehamilan dan janin. Tapi tetap saja rokok laku,” jelasnya.

Kampanye-kampanye seperti itu, kata Usman, merupakan upaya Kementerian Kominfo ikut serta dalam mengkomunikasikan dan mengedukasi publik untuk keluar dari kemiskinan ekstrem.

Pertunjukan rakyat

Tidak jauh dari Jakarta, ia bercerita, di daerah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, masih banyak yang menderita atau mengalami kemiskinan ekstrem.

Pihaknya memiliki program kampanye lewat pertunjukan rakyat yang bisa ditangkap dengan mudah oleh masyarakat.

Tim Kementerian Kominfo pernah juga datang ke Gunung Guci di Tegal, Jawa Tengah, untuk mengadakan acara wayang dalam konteks mengedukasi masyarakat agar peduli dengan kesehatan mereka.

Semua itu dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah (pemda). Kementerian Kominfo pun mendorong pemda untuk betul-betul terlibat dalam ­upaya mencegah stunting serta kemiskinan ekstrem.

Baca juga: Tekan Stunting, Menkes Pastikan Ketersediaan Alat Antropometri dan USG di Puskesmas

“Terakhir saya ke Kaliman­tan Barat, kami berdiskusi dengan pemda dan para mahasiswa bagaimana kita ber­sama-sama mencegah stun­ting, kami libatkan dokter-­dokter muda. Kalau anak muda bicara dengan anak muda dengan bahasa anak muda juga, saya kira mestinya akan lebih ­mengena,” jelas Usman.

Ia menegaskan kembali, tugas Kementerian Kominfo adalah berkomunikasi dengan tujuan mengubah mindset masyarakat khususnya soal stunting dan kemiskinan. Dalam hal ini, pemerintah ingin masyarakat terlepas dari mindset atau kultur miskin.

“Termasuk hari ini (kemarin) juga, adalah salah satu strategi komunikasi yang kami lakukan, bekerja sama dengan media-media, baik mainstream maupun media sosial untuk mengubah mindset masyarakat dalam konteks pencegahan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem,” kata Usman.

Ia mengakui mengubah mindset tersebut bukanlah hal yang mudah, apalagi kalau ia sudah menjadi semacam kultur. “Keluarga miskin ekstrem ini memiliki potensi stunting besar. Artinya kalau menangani kemiskinan ekstrem akan menyelesaikan stun­ting juga. Karena itu, intervensinya harus beriringan,” pungkasnya.

Menurun signifikan

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia pada 2021 sebesar 4% atau 10,86 juta jiwa. Sementara itu, angka kemis­kinan ekstrem pada 2023 mencapai 2,04%.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan di Indonesia sekitar 6%-7% dan kemiskinan ekstrem mendekati 0% pada 2024.

Baca juga: Jawa Barat Optimistis Angka Stunting Capai 14 Persen pada 2024

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menyebut kemiskinan ekstrem telah menurun cukup signifikan. Pada tahun ini, menurutnya, terdapat dinamika dari kemiskinan ekstrem di berbagai daerah seperti terdapat graduasi miskin ekstrem menjadi tidak miskin ekstrem sebanyak 2,91%, tidak miskin ekstrem menjadi ekstrem 2,06%, dan yang tetap miskin ekstrem 0,70%.

Sementara itu, Perencana Ahli Madya/Koordinator Bidang Bantuan Sosial Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Dinar Dana Kharisma menjelaskan, pemerintah memiliki dua tugas, yakni menghilangkan yang ekstrem dan menurun­kan yang nonekstrem.

Menurutnya, ketika sese­orang keluar dari kategori miskin, bukan berarti dia sejahtera. Pasalnya, ketika dia berada di area rentan atau sedikit di atas kemiskinan, dia bisa menjadi miskin lagi. Untuk itu, pemerintah harus memastikan masyarakat benar-benar berada pada taraf sejahtera. (Ifa/S-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat