visitaaponce.com

APK Perguruan Tinggi Rendah, Akses Beasiswa juga Terbatas

APK Perguruan Tinggi Rendah, Akses Beasiswa juga Terbatas
Ilustrasi.(Freepik)

SAAT ini mahasiswa yang terdaftar di pangkalan data pendidikan tinggi mencapai 9,8 juta orang. Melalui data tersebut, terdata jumlah penduduk usia 19-24 tahun yang melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi (PT) sekitar 22,5 juta.

"Saat ini dari 9,8 juta mahasiswa tersebut, sebanyak satu juta di antara mereka menerima bantuan beasiswa KIPK. Namun anggaran pemerintah untuk pendidikan tinggi masih sangat terbatas sehingga baru dapat meng-cover 28% biaya operasional PTN (PT negeri) dengan 3,5 juta mahasiswa untuk memenuhi standar minimum, sehingga pembiayaan pendidikan tinggi dilakukan dengan gotong royong, berbeda dengan pendidikan dasar dan menengah yang merupakan wajib belajar," kata Plt Direktur Jenderal Perguruan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) Nizam saat dihubungi Media Indonesia pada Senin (26/2).

Sementara itu, pengamat pendidikan Universitas Paramadina, Totok Amin, mengatakan menilai tinggi atau rendahnya angka partisipasi kasar (APK) sebaiknya dilakukan dengan pembanding. Misalnya saja negara Kolombia yang memiliki GDP hampir sama dengan Indonesia memiliki APK PT mencapai hampir 50%.

Baca juga : Sukses Sasar PTS, Edufecta Incar Pasar Pendidikan Dasar-Menengah

Sekadar informasi, APK perguruan tinggi mengukur jumlah mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi, berbanding dengan usia kuliah, yaitu 19–23 tahun. Dengan tingginya APK mengindikasikan tingginya tingkat partisipasi pendidikan tinggi. 

"Tidak semua lulusan SMA/SMK lanjut ke perguruan tinggi dan angka APK PT Indonesia masih terbilang terlalu rendah. Faktor ekonomi menjadi yang paling menentukan dalam kelanjutan studi anak didik di Indonesia, terutama kalangan keluarga miskin dan rentan miskin," ujarnya.

Menurut Toto, pilihan untuk bekerja menjadi sangat mendesak bagi lulusan sekolah karena kebutuhan ekonomi menjadi prioritas utama dibandingkan melanjutkan studi. Hal ini tidak hanya terjadi pada tingkat perguruan tinggi, tetapi juga dari sekolah dasar (SD) ke sekolah menengah pertama (SMP) dan dari SMP ke sekolah menengah atas (SMA).

Baca juga : Pengertian Lembaga Sosial, Jenis, dan Contohnya

"Kalau anak sudah dianggap kuat untuk bekerja, pilihan mereka ialah bekerja. Ini soal kebutuhan bertahan hidup (survival) bagi mereka untuk sekarang. Tidak peduli kalau nilai pendidikan yang lebih tinggi itu akan lebih tinggi juga. Kebutuhannya sekarang, sangat jangka pendek sifatnya," ujarnya.

Berkaitan dengan ikhtiar memperbaiki APK, Totok menjelaskan bahwa pemerintah sudah menyediakan berbagai pilihan beasiswa, yang terakhir ialah Bidikmisi. Akan tetapi, seleksi beasiswa selama ini masih dihampiri masalah dan diskriminasi karena selalu berbasis prestasi akademik dan tak kerap kali menihilkan faktor ekonomi.

"Tidak salah dan memang harus melihat kemampuan akademik karena ini uang rakyat juga, jadi harus digunakan secara bertanggung jawab. Namun, ada segmen calon mahasiswa dari keluarga miskin yang prestasi akademiknya pas-pasan, tetapi perlu bantuan untuk bisa berkuliah. Ada baiknya seleksinya tidak hanya prestasi akademik, tetapi juga unsur bakat lain yang dapat memastikan keberhasilan mahasiswa tersebut dapat lulus," katanya.

Totok mendorong agar skema beasiswa seperti Bidikmisi dapat diperluas dengan menggandeng filantropi dan dunia usaha swasta serta alumni untuk membuka kesempatan studi seluas-luasnya kepada anak-anak dari keluarga miskin. "Semangat kolaborasi harus dibangun untuk membuka kesempatan studi lanjut ke pendidikan tinggi kepada anak-anak dari keluarga miskin tersebut," tuturnya. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat