visitaaponce.com

Pengamat Biaya Kuliah semakin Mahal Imbas Liberalisasi Pendidikan

Pengamat: Biaya Kuliah semakin Mahal Imbas Liberalisasi Pendidikan
Ilustrasi.(Freepik)

MASYARAKAT di masa depan akan semakin sulit mengakses dunia perkuliahan karena biaya pendidikan perguruan tinggi semakin tak terjangkau. Di lain sisi, hampir setiap tahun terdapat mahasiswa sejumlah perguruan tinggi yang memprotes kebijakan institusi tempatnya menuntut ilmu karena kenaikan biaya yang disebut uang kuliah tunggal (UKT). Belum lagi penerapan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang semakin memberatkan.

Pakar pendidikan, Indra Charismiadji, mengatakan biaya pendidikan tinggi yang semakin mahal dan sulit diakses oleh masyarakat merupakan imbas dari bentuk neoliberalisme pendidikan yang diserahkan melalui mekanisme pasar. Ia menilai bahwa pemerintah telah abai dan gagal dalam mengelola sistem pendidikan sesuai amanat konstitusi.

"Tata kelola sistem pendidikan Indonesia yang menggunakan mekanisme pasar ini membuat biaya pendidikan tinggi karena pemerintah hanya membuat aturan. Sementara rakyat harus membayar sesuai permintaan pasar, seakan-akan pemerintah berdagang dengan rakyatnya. Sudah seharusnya negara hadir untuk memastikan semua warga bisa terdidik sesuai amanat Pancasila dan konstitusi," jelasnya saat dihubungi Media Indonesia pada Sabtu (11/5).

Baca juga : Tolak Pinjol Jadi Opsi Bayar UKT, Komisi X DPR Usul Perbaharui Struktur Anggaran Pendidikan

Indra mengatakan bahwa negara bisa saja mendesain biaya pendidikan yang terjangkau agar bisa diakses oleh masyarakat kelas bawah dan menengah, layaknya biaya pelayanan kesehatan saat ini yang semakin inklusif. Bagi Indra, menyediakan pendidikan dasar gratis dan pendidikan tinggi terjangkau merupakan kewajiban pemerintah.

"Menyediakan pendidikan dasar gratis dan pendidikan tinggi terjangkau dengan akses yang terbuka berdasarkan meritokrasi merupakan kewajiban bagi negara. Sebab hal itu hak asasi manusia seperti yang tertera dalam artikel 26 hak asasi manusia tahun 1948. Namun fakta pendidikan yang mahal dan tidak terjangkau di Indonesia merupakan pelanggaran hak asasi manusia," katanya.

Indra juga menyoroti anggaran pendidikan yang masih jauh dari akuntabilitas dan tak ada evaluasi rutin. Dikatakan bahwa 20% dana pendidikan di APBN tak semuanya terserap untuk keperluan pendidikan di Kementerian Pendidikan, tetapi justru digunakan untuk urusan administrasi dan teknis di berbagai kementerian.

Baca juga : Anggota Komisi X DPR Nilai Pinjol Masuk Kampus Fenomena Tidak Baik

"Dana APBN 20% juga sebetulnya tidak seutuhnya terserap dan diperuntukkan bagi kepentingan murid dan mahasiswa lewat Kementerian Pendidikan. Namun hampir setengah dari anggaran pendidikan ini lari ke kementerian lain yang tidak ada hubungannya dengan siswa sekolah," imbuhnya.

Untuk itu, Indra menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait desain anggaran pendidikan sebagai acuan untuk melihat output dan outcome capaian yang dihasilkan dari penganggaran pendidikan tersebut. Dikatakan bahwa selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, dana pendidikan yang terserap mencapai hampir Rp6.000 triliun.

"Anggaran pendidikan belum pernah dievaluasi dan dibongkar seperti apa output dan outcome yang dihasilkan. Setiap tahun, pendidikan menyerap anggaran Rp665 triliun. Namun seperti apa yang sudah dihasilkan dengan anggaran tersebut? Itu baru anggaran dari APBN. Jika ditotal dengan anggaran pendidikan dari masyarakat yang menempatkan anaknya di sekolah swasta, total anggaran pendidikan yang sudah dihabiskan sekitar Rp10.000 hingga Rp15.000 triliun," jelasnya.

Baca juga : UT Pertahankan Biaya Kuliah Terjangkau Selepas Jadi PTN-BH

Menurut Indra, sektor pendidikan tidak pernah menjadi prioritas selama puluhan tahun hingga akhirnya tertinggal dengan bangsa lain. Sebagai modal bangsa yang sangat fundamental, pendidikan bagi Indra harus menjadi garda terdepan.

"Jika dibandingkan dengan negara-negara yang merdeka lebih awal seperti Tiongkok, Vietnam, dan Malaysia, hingga Singapura, perkembangan manusia dan pendidikan mereka jauh di atas Indonesia. Jika kita bandingkan, hanya di Indonesia, biaya perguruan tinggi negeri lebih mahal dari perguruan tinggi swasta. Di negara lain justru perguruan tinggi negeri sangat terjangkau karena pemerintah hadir," ujarnya.

Lebih lanjut Indra menjelaskan bahwa akses universitas seharusnya menerapkan prinsip terbuka berdasarkan merit system atau meritokrasi, sehingga talenta yang hadir di perguruan tinggi merupakan para SDM terpilih secara kualitas kecerdasan dan kemampuan, bukan berdasarkan kemampuan finansial.

"Seluruh lapisan masyarakat seharusnya bisa mengakses pendidikan tinggi yang didasari oleh prestasi, kinerja, dan kerja keras, bukan berdasarkan uang. Adanya mekanisme pasar yang super kapitalis membuat sistem pendidikan sulit diakses. Pemerintah harus hadir mengembalikan pendidikan ke jalur yang seharusnya sesuai Pancasila dan UUD serta memastikan anak-anak Indonesia terdidik," katanya. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat