visitaaponce.com

Keanekaragaman Hayati Terjaga, Keberadaan Orang Utan Ditemukan di Area Reklamasi

Keanekaragaman Hayati Terjaga, Keberadaan Orang Utan Ditemukan di Area Reklamasi
Ilustrasi orangutan(ANTARA/Didik Suhartono)

PENGELOLAAN lingkungan merupakan bagian sangat penting dalam operasional penambangan di PT. Kaltim Prima Coal (KPC), anak perusahaan PT Bumi Resources, Tbk. (BUMI), emiten batu bara terbesar di Indonesia. 

Pengelolaan dampak lingkungan mulai tahap awal operasional sampai reklamasi area pascatambang tidak hanya memiliki kontribusi terhadap terciptanya keberlanjutan perusahaan dari perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan. 

KPC berkomitmen untuk menjaga keanekaragaman hayati dan patuh pada seluruh aturan lingkungan yang berlaku, yang dituangkan dalam Kebijakan KPLKPB&PKB (Keselamatan Pertambangan, Lingkungan Hidup, Keamanan, Pembangunan Berkelanjutan dan Peningkatan Kinerja Bisnis). 

Baca juga : KLHK Tegaskan Bekas Tambang Wajib Direhabilitasi

Keanekaragaman hayati menjadi indikator penting sebagai parameter keberhasilan reklamasi tambang. KPC mengidentifikasi dan menetapkan area konservasi bernilai tinggi pada wilayah konsesi tambang yakni di Kawasan Konservasi Taman Payau yang merupakan kawasan reklamasi tahun 1998 dengan luasan ±163,60 hektare, Kawasan Konservasi Arboretum Murung dan Swarga Bara seluas 23,56 hektare, Kawasan Konservasi Pinang Dome seluas 968,71 hektare dan Kawasan Konservasi Mangrove Tanjung Bara seluas 382,92 hektare.

Pada 2021 KPC melakukan kegiatan monitoring berkala terhadap kehadiran satwa di area reklamasi KPC. Salah satu hal menarik ditemukan bahwa orang utan (pongo pygmaeus morio) yang merupakan hewan langka dilindungi hadir di semua area monitoring. 

Orang utan ditemukan baik secara langsung, melalui kamera maupun identifikasi sarang, terdiri dari anak, remaja, betina dan jantan dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa orang utan berkembang biak dan beradaptasi pada area reklamasi pascatambang.

Baca juga : PT Timah Reklamasi Darat dan Laut Sebagai Komitmen Jaga Lingkungan

Dalam menjaga kawasan ini KPC berkoordinasi dan bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Kutai (BTNK), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Pusat Penilitian dan Pengembangan Hutan (Puslitbanghut), Ecology and Conservation Center for Tropical Studies (Ecositrop), Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) dan Lembaga Adat Hutan Lindung Wehea. Kerja sama ini terkait penelitian dan pengembangan, perlindungan kawasan, pemberdayaan masyarakat, pemulihaan ekosistem dan pengembangan wisata alam. 

Chiko adalah orang utan dewasa jantan berusia 20 tahun yang pernah hidup di kawasan reklamasi KPC. Setelah 8 tahun hidup berdampingan dengan manusia, Chiko ditranslokasikan ke Hutan Lindung Sungai Lesan, Kabupaten Berau dengan luas area lebih dari 11 ribu ha untuk menghindari perubahan perilaku dan pertarungan dengan orang utan yang lebih muda. 

BKSDA Kaltim memutuskan Chiko untuk ditranslokasikan ke Hutan Lindung yang jauh dari permukiman. Proses persiapan dilakukan dengan melibatkan Tim Environmental KPC dan BKSDA Kaltim, serta para dokter hewan. Chiko Kembali ke habitat aslinya yang memiliki daya dukung baik bagi kehidupan orang utan. Kehadirannya menjadi sebagian bukti keberhasilan reklamasi. Sebuah upaya mengembalikan lahan bekas tambang sebagai area nyaman bagi satwa liar yang hidup berdampingan dengan manusia.

Baca juga : Hari Bumi, Momentum untuk Sadari Peran Penting Masyarakat Adat

Menurut peneliti orang utan Dr. Yaya Rayadin, Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, yang dikutip dari laman KPC, orang utan terlihat nyaman hidup di areal reklamasi pada wilayah  pertambangan KPC karena merupakan areal tertutup, tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang dan memiliki keragaman pakan serta ketersediaan pohon yang  memadai untuk sarang orang utan. 

Hal itu terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ecositrop, di kawasan reklamasi KPC. Penelitian ini digelar pada 2012, 2018, 2021, dan masih berlangsung di 2024. 

“BUMI bersama seluruh anak usaha termasuk KPC menaruh perhatian yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati. Keberadaan orang utan dalam suatu ekosistem menjadi indikasi ekosistem yang sehat dan layak menjadi tempat hidup bagi beragam satwa lain,” ujar Presiden Direktur BUMI, Adika Nuraga Bakrie, dalam keterangannya, Senin  

“Harapannya, pengelolan kawasan konservasi dapat sejalan dengan program nasional sehingga menjadi lebih efisien dan efektif,” tambahnya. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat