visitaaponce.com

Panitia Kurban Pengertian, Rukun, dan Tugasnya

Panitia Kurban: Pengertian, Rukun, dan Tugasnya
Sapi di Kalimantan Selatan.(MI/Denny Susanto)

IBADAH kurban merupakan salah satu ibadah yang pelaksanaannya tidak harus oleh pihak yang berkurban (mudhahi). Akan tetapi ibadah ini boleh diwakilkan kepada pihak kedua baik perseorangan maupun beberapa orang yang terkoordinasi (panitia). 

Dalam Kifayatul Akhyar (1/284) dijelaskan bahwa dikecualikan dari hukum di atas (tidak bisa diwakilkan) ialah ibadah haji, menyembelih kurban, dan membagikan zakat. 

Namun, ada rukun terkait perwakilan (wakalah) pelaksanaan kurban dan hal-hal yang mencakup panitia kurban yang menjadi perwakilan. Lebih jelasnya, cermati pembahasan di bawah ini sebagaimana dilansir dari tulisan berjudul Fiqh Qurban dalam Pandangan Imam Empat Mazhab karya Gus Arifin.

Baca juga : Syarat Hewan Kurban dari Kualitas, Kuantitas, dan Urutan Keutamaan

Panitia wakil mudhahi 

Panitia kurban ialah sekelompok orang tertentu yang pada umumnya dipersiapkan suatu organisasi (takmir masjid, musala, instansi, dan lain-lain) guna menerima kepercayaan (amanat) dari pihak mudlahi (yang berkurban) agar melaksanakan penyembelihan hewan kurban dan membagikan dagingnya. 

Dalam pandangan fikih, panitia ialah wakil dari pihak mudlahi. Wakalah menurut syara ialah penyerahan oleh seseorang tentang sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri dari urusan-urusan yang bisa digantikan (pihak lain) kepada pihak lain agar dikerjakannya di waktu pihak pertama masih hidup (Al-Bajuri, 1/386).

Wakil ialah pengemban amanah, karena ia sebagai pengganti muwakil (yang mewakilkan) dalam kekuasaan dan tasharruf. Jadi kekuasaannya seperti kekuasaan pihak muwakil. 

Baca juga : 10 Persoalan dalam Fikih Kurban

Rukun wakalah

Mudhahi menyerahkan hewan kurban kepada panitia (wakil) harus dengan pernyataan yang jelas dalam hal status kurbannya (sunah atau wajib) maupun urusan yang diserahkannya (menyembelih saja atau dan juga membagikan dagingnya) kepada pihak ketiga. 

Rukun wakalah ada empat yaitu muwakkil, wakil, muwakkal fih, dan shighat. Sudah mencukupi dalam shighat ini pernyataan dari salah satu pihak dan tidak ada penolakan dari pihak yang lain (Al-Bajuri, 1/296).

Kurban sebagai ibadah memerlukan niat baik oleh pihak mudlahi sendiri atau diserahkan kepada wakilnya, kecuali kurban nazar tidak ada syarat niat. 

Baca juga : Rukun Haji, Kewajiban, dan Perbuatan yang Diharamkan

Tidak disyaratkan niat dalam kurban yang telah ditentukan sejak permulaan dengan jalan nazar. Beda hal dengan kurban sunah dan kurban wajib dengan jalan ja'li (menjadikan) atau ta'yin (menentukan) dari yang dalam tanggungannya, ini disyaratkan niat ketika menyembelih atau menentukan hewan kurbannya sebagaimana niat dalam ibadah zakat. Boleh juga niat diserahkan kepada seorang muslim yang sudah tamyiz sekalipun ia tidak dijadikan wakil dalam menyembelih (Al-Bajuri, 1/296).

Penyerahan berupa uang seharga hewan ternak 

Menurut pandangan ulama, penyerahan uang seharga hewan ternak boleh dilakukan. Ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab I'anah Al-Thalibin 2/335.

Dalam kitab Fatawa Syekh Sulaiman al-Kurdi Muhasyyi Syarah Ibni Hajar 'ala al-Mukhtashar terdapat suatu pertanyaan. Ditanyakan kepada beliau bahwa kebiasaan penduduk Jawa mewakilkan kepada seseorang agar membelikan ternak untuk mereka di Mekah sebagai akikah atau kurban dan agar menyembelihnya di Mekah. Padahal orang yang diakikahi atau dikurbani berada di Jawa. Apakah hal demikian itu sah atau tidak ? Mohon diberikan fatwa jawabannya. 

Baca juga : Perbedaan Pendapat Ulama tentang Hukum Berkurban

Dijawab, ya demikian itu sah. Diperbolehkan mewakilkan dalam pembelian hewan kurban dan akikah serta penyembelihannya sekali pun tidak dilaksanakan di negara orang yang berkurban atau berakikah.

Saat penyerahan mudhahi menyerahkan uang, panitia wajib menentukan/meniatkan ternak yang telah dibelinya dengan mengatasnamakan orang yang telah memberi kuasa kepadanya.

Tugas panitia kurban

Tugas pokok panitia ialah menyembelih dan membagikan dagingnya kepada pihak yang berhak sesuai dengan pernyataan pihak mudhahi saat penyerahan hewan kurban. Pihak wakil/panitia sedikit pun tidak diperkenankan melanggar amanah.

Baca juga: Hukum Berkurban untuk Sendiri dan Orang Lain dalam Empat Mazhab

Tidak berkuasa seorang wakil dari urusan tasharuf melainkan sebatas izin yang didapat dari muwakil melalui jalan ucapan atau adat yang berlaku (Al-Muhadzdzab 1/350).

Panitia harus memisahkan daging kurban sunah dan kurban nazar/wajib. Jangan sampai daging kurban wajib termakan oleh orang yang bernazar, orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya, dan panitia sendiri.

Pihak yang berkurban tidak boleh memakan sedikit pun dari kurban yang dinazarkan. Jika memakannya sedikit saja, ia wajib mengganti. Seperti pihak mudhahi ialah orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya (Al-Bajuri, 2/300).

Baca juga: Definisi Kurban dan Waktu Disyariatkan bagi Umat Islam

Wajib atas mudhahi menyedekahkan seluruh kurbannya hingga tanduk dan kakinya (I'anah Al-Thalibîn 2/333). Oleh sebab itu, panitia harus memilah antara kurban sunah dan kurban wajib, agar tidak terjadi tercampur antara keduanya. 

Bila pemilahan antara kurban sunah dan nazar/wajib mengalami kesulitan, dianggap cukup dengan cara memisahkan daging seukuran kurban nazar/wajib dari daging yang ada, kemudian menyedekahkan sisanya kepada selain yang bernazar/berkurban wajib dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya. 

Imam Nawawi berfatwa sebagaimana Imam Ibnu Shalah tentang seseorang yang ghashab semisal uang (dinar/dirham) atau biji gandum dan mencampurkannya dengan harta miliknya dan tidak dapat membedakannya. Baginya boleh memisahkan seukuran barang dighashabnya dan halal baginya mentasarufkan sisanya (Fath Al-Mu'in Hamsy Al-I'anah 1/127). (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat