Meski Perang, Bisnis dengan Orang Israel di Nilin Palestina Berlangsung
![Meski Perang, Bisnis dengan Orang Israel di Nilin Palestina Berlangsung](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/04/78fb02fe03f8a03cc1c9ed92f468c53c.jpg)
KEKERASAN mungkin berkecamuk di tempat lain, tetapi bisnis di kota Nilin, Tepi Barat, Palestina, yang diduduki Israel, tetap berjalan. Di tempat ini para pedagang Palestina melakukan perdagangan dengan orang-orang Israel yang lewat.
Setiap hari, ratusan orang dari Israel dan permukiman Tepi Barat di dekatnya mengunjungi kota itu untuk memanfaatkan harga rendah untuk segala hal mulai dari bahan makanan hingga suku cadang mobil. Nilin tidak asing dengan kenyataan penjajahan yakni sejumlah penduduknya tewas dalam bentrokan masa lalu dengan pasukan Israel.
Pembatas pemisah negara Yahudi itu menembus tepi barat Nilin. Permukiman Israel, yang dianggap ilegal menurut hukum internasional, mendominasi puncak bukit di sekitarnya. Namun, terlepas dari lonjakan kekerasan baru-baru ini di tempat lain, di Nilin, sekitar 20 kilometer (12 mil) barat Ramallah, kegiatan berjalan seperti biasa.
"Mayoritas klien saya ialah orang Israel dan dari Kiryat Sefer di dekatnya," kata Hassan Salim, 51, seorang mekanik selama 30 tahun terakhir. Kiryat Sefer merupakan distrik permukiman Modiin Illit.
"Saya dapat mengatakan bahwa 80% klien saya ialah orang Israel." Dengan sebatang rokok tergantung di mulutnya, dia memeluk Yossi--pelanggan setia dari pemukiman terdekat--yang meminta tidak disebutkan namanya secara lengkap.
"Saya sudah mengenalnya selama 25 tahun," kata Salim. Orang Israel, yang mengenakan yarmulke atau kippah di kepalanya, membenarkan bahwa ia telah datang ke sini selama 25 tahun, karena kualitas pekerjaan lebih baik dan lebih murah.
"Selama ini, saya bisa berteman dengan Hassan dan saudaranya Said," katanya kepada AFP saat empat mekanik Palestina sibuk mengerjakan kendaraannya.
Sabtu ramai
Wali Kota Nilin Yousef al-Khawaja mengatakan bahwa rata-rata sehari sekitar 1.000 orang Israel mengunjungi Nilin untuk alasan komersial. Pada Sabtu--hari libur Yahudi--angkanya bahkan bisa mencapai 1.500.
Meskipun secara umum memiliki hubungan baik dengan orang Israel, Nilin masih menghadapi kenyataan penjajahan yang suram. Pasukan Israel baru-baru ini mengeluarkan perintah pembongkaran untuk dua bangunan di kota itu, yang sebagian besar berada di Area C yang dikuasai Israel. Di sini warga Palestina sering membangun secara ilegal karena mereka merasa hampir tidak mungkin untuk mendapatkan izin.
Khawaja menambahkan bahwa sebagian besar pasar Nilin terletak di Area C. Ini di luar yurisdiksinya.
Israel merebut Tepi Barat dalam Perang Enam Hari pada 1967. Kemudian negara itu mulai mendorong warganya untuk tinggal di sana, kebijakan yang dianggap ilegal menurut Konvensi Jenewa keempat.
Saat ini, sekitar 475.000 pemukim tinggal di komunitas, Tepi Barat. Mereka sering memisahkan diri dari kota dan desa Palestina.
Palestina berpendapat bahwa permukiman merupakan salah satu rintangan terbesar untuk kesepakatan damai memberi mereka negara merdeka. Perdana Menteri Israel Naftali Bennett ialah mantan kepala kelompok lobi pemukim dan dengan tegas menganjurkan perluasan pemukiman, seperti yang dilakukan pendahulunya perdana menteri veteran Benjamin Netanyahu.
Jangan politik
Penduduk Nilin terbagi atas kehadiran orang Israel di kota, bahkan jika pemukim merupakan sumber pendapatan penting. Husni al-Khawaja, 22, mengatakan kepada AFP bahwa dia tidak suka melihat mereka, tetapi ketergantungan Nilin pada perdagangan mereka berarti tidak ada yang bisa dia lakukan.
"Jika kami berdemonstrasi dan memprotes masuknya orang Israel, pemilik toko sendiri akan menghadapi kami sebelum orang Israel melakukannya," katanya. "Ekonomi di sini bergantung pada Israel. Tidak ada orang Arab yang datang berbelanja ke sini."
Yang lain kurang peduli dengan politik dan senang berbisnis dengan siapa pun yang datang ke toko mereka. Mohammed Bitlo, 30, menjalankan toko suku cadang mobil dan mengatakan bisnis hanya mungkin karena dia dan kliennya tidak membicarakan politik.
"Pemukim dan orang Israel (lainnya) datang ke sini karena harga lebih murah daripada di Israel," katanya. "Misalnya, mengecat mobil di sini harganya sekitar 2.000 shekel (US$607). Di Israel harganya bisa mencapai 4.000 atau 5.000 shekel. Kami tidak pernah berbicara tentang politik." (OL-14)
Terkini Lainnya
Sabtu ramai
Jangan politik
Hamas Bahas Gencatan Senjata Gaza dengan Qatar, Mesir, Turki
12 Mantan Pejabat AS Sebut Kebijakan Biden di Gaza sebagai Kegagalan
Tim Medis Mulai Evakuasi Pasien Rumah Sakit Eropa Gaza
Terungkap, India Ekspor Roket dan Bahan Peledak ke Israel
AS Ingatkan Konsekuensi Israel jika Serang Hizbullah
Jubir Militer Israel: Tidak Mungkin Netanyahu Hancurkan Hamas
Israel Akan Bangun 6.000 Rumah Baru di Tepi Barat
500 Warga Palestina Tewas di Tepi Barat sejak Oktober
Pasukan Israel Bunuh Enam Warga Palestina di Tepi Barat
Israel Bunuh Lebih 500 Warga Palestina di Tepi Barat
Lawan Israel, Hamas Serukan Peningkatan Eskalasi di Semua Lini
Usai Jalur Gaza, Israel Semai Duka di Tepi Barat
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap