visitaaponce.com

Meski Perang, Bisnis dengan Orang Israel di Nilin Palestina Berlangsung

Meski Perang, Bisnis dengan Orang Israel di Nilin Palestina Berlangsung
Wanita Palestina berjalan menjauh dari pasukan keamanan Israel yang menjaga pintu keluar pos pemeriksaan dari desa Nilin.(AFP/Abbas Momani. )

KEKERASAN mungkin berkecamuk di tempat lain, tetapi bisnis di kota Nilin, Tepi Barat, Palestina, yang diduduki Israel, tetap berjalan. Di tempat ini para pedagang Palestina melakukan perdagangan dengan orang-orang Israel yang lewat.

Setiap hari, ratusan orang dari Israel dan permukiman Tepi Barat di dekatnya mengunjungi kota itu untuk memanfaatkan harga rendah untuk segala hal mulai dari bahan makanan hingga suku cadang mobil. Nilin tidak asing dengan kenyataan penjajahan yakni sejumlah penduduknya tewas dalam bentrokan masa lalu dengan pasukan Israel.

Pembatas pemisah negara Yahudi itu menembus tepi barat Nilin. Permukiman Israel, yang dianggap ilegal menurut hukum internasional, mendominasi puncak bukit di sekitarnya. Namun, terlepas dari lonjakan kekerasan baru-baru ini di tempat lain, di Nilin, sekitar 20 kilometer (12 mil) barat Ramallah, kegiatan berjalan seperti biasa.

"Mayoritas klien saya ialah orang Israel dan dari Kiryat Sefer di dekatnya," kata Hassan Salim, 51, seorang mekanik selama 30 tahun terakhir. Kiryat Sefer merupakan distrik permukiman Modiin Illit.

"Saya dapat mengatakan bahwa 80% klien saya ialah orang Israel." Dengan sebatang rokok tergantung di mulutnya, dia memeluk Yossi--pelanggan setia dari pemukiman terdekat--yang meminta tidak disebutkan namanya secara lengkap.

Baca juga: Pasukan Israel Klaim Lakukan Kontraterorisme, Satu Warga Palestina Tewas
 

"Saya sudah mengenalnya selama 25 tahun," kata Salim. Orang Israel, yang mengenakan yarmulke atau kippah di kepalanya, membenarkan bahwa ia telah datang ke sini selama 25 tahun, karena kualitas pekerjaan lebih baik dan lebih murah.

"Selama ini, saya bisa berteman dengan Hassan dan saudaranya Said," katanya kepada AFP saat empat mekanik Palestina sibuk mengerjakan kendaraannya.

Sabtu ramai

Wali Kota Nilin Yousef al-Khawaja mengatakan bahwa rata-rata sehari sekitar 1.000 orang Israel mengunjungi Nilin untuk alasan komersial. Pada Sabtu--hari libur Yahudi--angkanya bahkan bisa mencapai 1.500.

Meskipun secara umum memiliki hubungan baik dengan orang Israel, Nilin masih menghadapi kenyataan penjajahan yang suram. Pasukan Israel baru-baru ini mengeluarkan perintah pembongkaran untuk dua bangunan di kota itu, yang sebagian besar berada di Area C yang dikuasai Israel. Di sini warga Palestina sering membangun secara ilegal karena mereka merasa hampir tidak mungkin untuk mendapatkan izin.

Khawaja menambahkan bahwa sebagian besar pasar Nilin terletak di Area C. Ini di luar yurisdiksinya.

Israel merebut Tepi Barat dalam Perang Enam Hari pada 1967. Kemudian negara itu mulai mendorong warganya untuk tinggal di sana, kebijakan yang dianggap ilegal menurut Konvensi Jenewa keempat.

Saat ini, sekitar 475.000 pemukim tinggal di komunitas, Tepi Barat. Mereka sering memisahkan diri dari kota dan desa Palestina.

Baca juga: Pasukan Israel Serbu Kamp Pengungsi, Satu Warga Palestina Tewas

 

Palestina berpendapat bahwa permukiman merupakan salah satu rintangan terbesar untuk kesepakatan damai memberi mereka negara merdeka. Perdana Menteri Israel Naftali Bennett ialah mantan kepala kelompok lobi pemukim dan dengan tegas menganjurkan perluasan pemukiman, seperti yang dilakukan pendahulunya perdana menteri veteran Benjamin Netanyahu.

Jangan politik

Penduduk Nilin terbagi atas kehadiran orang Israel di kota, bahkan jika pemukim merupakan sumber pendapatan penting. Husni al-Khawaja, 22, mengatakan kepada AFP bahwa dia tidak suka melihat mereka, tetapi ketergantungan Nilin pada perdagangan mereka berarti tidak ada yang bisa dia lakukan.

"Jika kami berdemonstrasi dan memprotes masuknya orang Israel, pemilik toko sendiri akan menghadapi kami sebelum orang Israel melakukannya," katanya. "Ekonomi di sini bergantung pada Israel. Tidak ada orang Arab yang datang berbelanja ke sini."

Yang lain kurang peduli dengan politik dan senang berbisnis dengan siapa pun yang datang ke toko mereka. Mohammed Bitlo, 30, menjalankan toko suku cadang mobil dan mengatakan bisnis hanya mungkin karena dia dan kliennya tidak membicarakan politik.

Baca juga: Serangan Israel paling Mematikan di Suriah, Sembilan Tewas
 

"Pemukim dan orang Israel (lainnya) datang ke sini karena harga lebih murah daripada di Israel," katanya. "Misalnya, mengecat mobil di sini harganya sekitar 2.000 shekel (US$607). Di Israel harganya bisa mencapai 4.000 atau 5.000 shekel. Kami tidak pernah berbicara tentang politik." (OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat