visitaaponce.com

Perang Saudara Bergejolak, WNI Ingin Dievakuasi dari Sudan

Perang Saudara Bergejolak, WNI Ingin Dievakuasi dari Sudan
Potret gedung-gedung dari udara yang mengalami kehancuran dalam perang saudara yang pecah di Khartoum, ibu kota Sudan, Senin (17/4).(AFP/VALENTIN RAKOVSKY/SOPHIE RAMIS)

SUARA ledakan bom dari artileri, pesawat tempur, tank, dan senapan mesin bergema di telinga rakyat Sudan sejak Sabtu (14/4) lalu. Kegentingan yang telah merenggut nyawa 97 orang hingga hari ini membuat 1.209 warga negara Indonesia (WNI) yang sedang mengadu nasib dan menimba ilmu ingin dievakuasi.

Agar selamat dan tidak menjadi sasaran militer Sudan maupun kelompok paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF), para WNI memilih tidak keluar dari rumah. Meski demikian sebagian dari mereka masih terintimidasi karena RSF mencoba masuk asrama, apartemen maupun kantor karena tersudut oleh militer Sudan.

Rois Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Sudan Althof Madani Ahsin mengaku, evakuasi harus segera dilakukan pemerintah Indonesia terhadap WNI di negara tersebut. Pria asal Cirebon, Jawa Barat, ini menyampaikan tidak ada WNI yang menjadi korban konflik kekuasan di tubuh militer Sudan yang sudah berlangsung selama tiga hari tersebut.

"Kami sebagai WNI berharap kepada KBRI atau pemerintah indonesia untuk bisa mencari solusi secepatnya untuk bisa menyalurkan bantuan kepada WNI yang terkena dampak dari bentrokan ini. Kami berharap KBRI dan pemerintah Indonesia untuk bisa melakukan kontinjensi atau evakuasi WNI dari Sudan," paparnya kepada Media Indonesia, Senin (17/4).

Menurut pria berusia 30 tahun ini, WNI yang berada di Sudan sebenarnya tidak ingin pergi dalam waktu dekat jika tidak terjadi konflik. Maka masyarakat dunia harus mendorong kedua pihak yang berkonflik untuk berdamai dan mencari jalan keluar atas semua masalah dengan dibicarakan secara baik-baik.

Karena konflik ini dapat menyebabkan rentetan pengaruh negatif yang panjang bagi masyarakat sipil baik politik, keamanan maupun ekonomi.

"Harapan kami untuk masyarakat dunia maupun pihak berkuasa untuk mendesak kedua kekuatan militer di sudan yang berbentrokan untuk mengakhiri konflik yang bisa berbuntut panjang ini," jelas Mahasiswa pascasarjana di Universitas Al-Qur'an Al-Karim Omdurman itu.

Ia menuturkan awal bentrokan pada Sabtu (15/4) pagi. Semua orang di Sudan mendengar suara tembakan dan letusan yang belum pernah didengar sebelumnya. Selama dia hidup berdampingan dengan situasi politik Sudan yang panas dingin semenjak lengsernya Omar Bashir, insiden ini menjadi pengalaman kelam pertama.


Baca juga: Abaikan Seruan Dunia, Pertempuran Terus Berkecamuk di Sudan


"Situasi ini membuat kami kaget karena baku tembak yang terbuka dari pihak bersenjata Sudan dan penembakan rudal dari alat senjata berat tidak pernah terjadi sebelumnya," katanya.

Semua Nahdliyin, kata dia, telah berada dalam status waspada dengan tidak keluar rumah. Situasi kejiwaan sangat terganggu karena suara pesawat tempur milik tentara nasional Sudan melayang-layang di atas langit Khartoum tempatnya berlindung, Sekretariat PCINU Sudan.

Sampai saat ini, pihaknya belum mendengar ada WNI yang mengalami luka atau cedera akibat bentrokan ini. Namun terdapat informasi bahwa sebagian tempat tinggal WNI menjadi sasaran peluru.

"Itu seperti yang juga ditemukan di Sekretariat PCINU Sudan, dan juga ada laporan mengenai penggedoran rumah WNI yang disinyalir dilakukan oleh tentara RSF yang mencoba mencari perlindungan," paparnya.

Kejadian lain, kata dia, segerombolan tentara pada Minggu (16/4) malam, menyerang kawasan Asrama Mahasiswa di International University of Africa. Kampus itu terdapat banyak mahasiswa Indonesia.

"Dan memang kawasan asrama mahasiswa indonesia di kampus africa adalah kawasan yang dekat dengan lokasi markas RSF berada. Sehingga pertempuran sangat dirasakan oleh teman-teman mahasiswa WNI yang berada di asrama itu," ungkapnya.

Althof menambahkan, kondisi terkini di Sektetariat PCINU Sudan, di Blok Arkaweet Khartoum tidak mendapatkan aliran listrik sejak Minggu (16/4) pagi. "Hari ini adalah hari ketiga berlangsungnya bentrokan antara dua kekuatan militer, dari tadi pagi sampai sekarang masih terdengar suara letusan di kejauhan. Namun saat ini suara ledakan tidak terdengar seintens yang terjadi pada pagi tadi," ungkapnya.

Dia juga menerangkan ketersediaan logistik sudah mencukupi. Pasalnya saat terjadi gencatan senjata pada Minggu (16/4), selama tiga jam dimanfaatkan seluruh penduduk di Sudan untuk mendapatkan persediaan makanan.

"KBRI sampai saat ini karena pertimbangan keamanan belum bisa menjangkau kami ataupun WNI lainnya," pungkasnya. (I-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat