visitaaponce.com

Ancam Kehormatan Kerajaan Thailand, Pita Limjaroenrat Gagal Jadi PM

Ancam Kehormatan Kerajaan Thailand, Pita Limjaroenrat Gagal Jadi PM
Pimpinan MFP Pita Limjaroenrat yang gagal jadi PM Thailand(AFP/Lillian Suwanrumpha)

PARLEMEN Thailand menyatakan akan menggelar pemilihan ulang Perdana Menteri (PM) minggu depan. Hal itu dilakukan setelah anggota parlemen yang ditunjuk militer menggagalkan upaya calon pemimpin liberal Pita Limjaroenrat untuk menduduki jabatan tersebut.

Anggota parlemen pro-kerajaan yang menjaga Undang-Undang tentang Pencemaran Nama Baik Kerajaan, menolak rencana Pita Limjaroenrat merevisi aturan tersebut. Akibat Pita kalah dalam pemungutan suara PM dengan 324 suara.

Padahal Pita berhasil membawa Partai Move Forward (MFP) memenangkan kursi terbanyak parlemen dalam pemilihan umum Mei lalu. MFP didukung oleh generasi muda Thailand yang menginginkan reformasi dari otoritarianisme pemerintahan militer.

Baca juga : Pita Limjaroenrat Gagal Jadi PM Thailand, Padahal Calon Tunggal

Tetapi kampanye jutawan lulusan Harvard itu untuk memimpin pemerintahan berikutnya digagalkan pada Kamis (13/7), oleh para senator legislatif bentukan junta. Mereka menentang janjinya untuk mereformasi UU tersebut.

Pemungutan suara itu dilakukan sehari setelah badan pemilihan tertinggi Thailand merekomendasikan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menangguhkan Pita sebagai anggota parlemen. Isu ini menambah terjal jalan Pita untuk merengkuh kursi PM.

Baca juga : Kemitraan ASEAN dan UE Penting bagi Dunia

"Parlemen akan mengadakan pemungutan suara kedua pada 19 Juli," kata wakil ketua DPR Pichet Chuamuangphan kepada AFP, Jumat (14/7).

Namun masih belum jelas soal Pita akan dicalonkan kembali atau koalisi MFP menggantinya denga kandidat lain. 

"Kami masih harus membicarakannya terlebih dahulu. Untuk saat ini, mengumpulkan pendapat dan saran dari publik,” kata Pichet, anggota koalisi mitra MFP, Pheu Thai.

Namun Pita bersikeras untuk kembali bertarung di putaran kedua dan tidak menyerah meskipun secara keseluruhan hanya memperoleh 324 suara, dari 375 yang dia butuhkan.

Hanya 13 senator yang memilihnya. mayoritas lainnya tidak memilih Pita dan menyuarakan penentangan mereka terhadap janji MFP untuk melunakkan UU tersebut.

Rintangan senat

Sebanyak 250 senator diangkat berdasarkan konstitusi rancangan junta. Menurut analis politik Thitinan Pongsudhirak regulasi ini merupakan hambatan bagi MFP.

"Ini adalah cara otoritas dan rezim untuk tetap berkuasa dalam jangka panjang dan untuk mencegah pemerintah pro-demokrasi yang dapat melawan mereka," katanya kepada AFP.

Thitinan berharap Pheu Thai, sebuah partai yang menjabat sebelum kudeta militer 2014 tetapi sekarang bersekutu dengan MFP, untuk mengajukan kandidat perdana menteri sendiri.

Jika kandidat Pheu Thai menang dengan dukungan anggota parlemen konservatif, mereka mungkin akan membentuk pemerintahan yang mengecualikan partai Pita.

"Kekuatan konservatif melihat Pita dan MFP sebagai ancaman yang harus dipadamkan. Saya tidak akan terkejut, dengan cara ini, bahwa mereka akan melakukan hal yang sama untuk mencegah MFP bahkan berada di pemerintahan," jelasnya.

Sekretaris Jenderal Pheu Thai Prasert Jantararuangtong mengatakan, partainya akan bertemu dengan MFP pada Jumat (14/7) malam, untuk membahas strategi pemungutan suara berikutnya.

Pita mendapatkan dukungan dari masyarakat yang menginginkan pemrintahan terbabas dari Prayut Chan-o-cha, yang mengambil alih kekuasaan dalam kudeta pada 2014. Tapi agenda reformis MFP telah menarik keberatan keras dari kelompok konservatif, khususnya rencana untuk menggoyang peran ekonomi monopoli bisnis yang kuat.

Pada Rabu (12/7), komisi pemilihan umum Thailand merekomendasikan penangguhan Pita dari parlemen atas tuduhan pelanggaran aturan kampanye. Tuduhan itu disebut MFP sebagai penyalahgunaan kekuasaan.

Rekomendasi itu menyusul penyelidikan atas kepemilikan saham Pita di sebuah perusahaan media, yang dilarang menurut UU Thailand. Stasiun itu tidak mengudara sejak 2007, dan Pita mengatakan saham itu diwariskan ayahnya.

MFP adalah satu-satunya pihak yang berkampanye untuk mengatasi masalah pelik dari UU yang mengatur pencemaran nama baik kerajaan. Tetapi hal itu juga menjadi batu sandungan kepada Pita.

Mahkamah Konstitusi Thailand tengah menangani kasus ini dan dinyatakan janji politik tersebut sama dengan upaya untuk menggulingkan monarki konstitusional. Partai memiliki waktu dua minggu untuk menyampaikan pembelaan. (AFP/Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat