visitaaponce.com

Kabinet Perang Benjamin Netanyahu Diambang Perpecahan

Kabinet Perang Benjamin Netanyahu Diambang Perpecahan
Menteri kabinet perang Israel Benny Gantz mengancam akan mengundurkan diri jika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu gagal mengadopsi rencana(AFP)

MENTERI kabinet perang Israel Benny Gantz mengancam akan mengundurkan diri jika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu gagal mengadopsi rencana yang disepakati untuk Gaza. Goncangan dalam perpolitikan Israel menimbulkan pertanyaan tentang masa depan pemerintah Zionis.

Selama konferensi pers, Sabtu (18/5), Gantz mengumumkan jika rencana pemerintahan pascaperang di wilayah tersebut tidak dikonsolidasikan dan disetujui pada 8 Juni maka partai oposisi Persatuan Nasional akan menarik diri dari pemerintahan koalisi. Ini hanya beberapa jam setelah pasukan pertahanan Israel mengatakan telah menemukan jenazah sandera lainnya, Ron Benjamin, 53.

Jenazahnya ditemukan bersama tiga sandera lainnya yaitu Itzik Gelernter, Shani Louk dan Amit Buskila. “Pertimbangan pribadi dan politik sudah mulai memasuki bagian paling suci dari pertahanan Israel. Perdana Menteri Netanyahu, saya menatap mata Anda malam ini dan memberi tahu Anda: pilihan ada di tangan Anda. Netanyahu satu dekade lalu akan melakukan hal yang benar," katanya.

Baca juga : PM Israel Kesampingkan Otoritas Palestina Saaat Ini di Gaza Pascaperang

"Apakah Anda bersedia melakukan hal yang benar dan patriotik hari ini? Rakyat Israel memperhatikan Anda. Anda harus memilih antara Zionisme dan sinisme, antara persatuan dan faksionalisme, antara tanggung jawab dan pelanggaran hukum, dan antara kemenangan dengan bencana,” tambahnya.

Kepergiannya akan membuat Netanyahu, perdana menteri Israel, semakin terikat pada sekutu sayap kanan yang telah mengambil sikap keras dalam perundingan mengenai gencatan senjata dan pembebasan sandera. Menteri Pertahanan Yoav Gallant menantang Netanyahu mengenai masalah yang sama. Dia tidak akan mengizinkan solusi apa pun jika pemerintahan militer atau sipil Israel berada di wilayah tersebut.

Komentar Gallant segera didukung rekan menterinya Gantz, saingan politik utama Netanyahu dalam koalisi darurat, sehingga membuat kepemimpinan Israel terlibat dalam pertikaian publik. 

Baca juga : Netanyahu Diminta Mundur, Rumahnya Dikepung Warga

Gantz menuntut rencana enam poin, yang mencakup demiliterisasi di Gaza dan pembentukan pemerintahan gabungan Amerika Serikat, Eropa, Arab dan Palestina yang akan mengatur urusan sipil Gaza dan pemulangan sandera.

Negosiasi mengenai gencatan senjata dan pembebasan sandera hampir terhenti, dan Hamas dan pemerintah Israel saling menyalahkan. Kini dengan sebagian besar wilayah Gaza hancur, krisis kemanusiaan menuai kritik bahkan dari sekutu dekat Israel, Amerika Serikat, dan para pemimpin Hamas di lapangan tidak terbunuh atau tertangkap, kritik terhadap cara Netanyahu melakukan perang semakin sengit dan terbuka di hadapan umum.

Ketika pasukan Israel menyerbu Rafah pekan lalu, dan kembali ke bagian utara Gaza yang diklaim telah dibersihkan dari Hamas beberapa bulan lalu, mantan wakil direktur Mossad Ram Ben-Barak yang menjadi anggota parlemen oposisi menggambarkan kampanye di Gaza sebagai kegagalan politik, ekonomi dan militer.

Baca juga : Sebelum Dihapus, Israel Sempat Klaim Serang Rumah Sakit di Gaza

“Ini adalah perang tanpa tujuan dan kami benar-benar kalah. Kami terpaksa mundur dan berperang lagi di wilayah yang sama, kehilangan tentara, kalah di kancah internasional, menghancurkan hubungan dengan AS, perekonomian ambruk. Tunjukkan pada saya satu hal yang berhasil kita lakukan," ujarnya.

Selama berbulan-bulan, Netanyahu menghindari pertanyaan tentang apa yang akan terjadi setelah perang, dengan mengatakan Israel harus fokus pada penghancuran Hamas. Ketika pasukan Israel terus bergerak maju ke Rafah, yang merupakan pintu gerbang utama bantuan ke seluruh Gaza, organisasi-organisasi kemanusiaan memperingatkan bahwa tidak cukup makanan yang masuk ke daerah kantong tersebut.

Bantuan kemanusiaan mulai berdatangan melalui dermaga buatan Amerika Serikat, namun koridor laut yang baru tidak dapat menggantikan penyeberangan darat, dan memperingatkan bahwa pengiriman makanan dan bahan bakar telah melambat hingga tingkat yang sangat rendah.

Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini mengatakan sejak operasi Rafah Israel dimulai, telah terjadi perpindahan orang secara besar-besaran. “Hampir separuh penduduk Rafah atau 800.000 orang terpaksa mengungsi sejak pasukan Israel memulai operasi militer di wilayah tersebut pada 6 Mei,” katanya dalam sebuah postingan di X. (Guardian/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat