Sekjen ASEAN Ada Kemauan Politik untuk Percepat Perundingan Tata Perilaku Laut Cina Selatan
![Sekjen ASEAN: Ada Kemauan Politik untuk Percepat Perundingan Tata Perilaku Laut Cina Selatan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/07/7f624c2c9cee0c557e8ed8b8128ccaa9.jpg)
SEKRETARIS Jenderal Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) Kao Kim Hourn menyatakan ada kemauan politik baik dari organisasi regional tersebut maupun Tiongkok untuk mempercepat perundingan pedoman tata perilaku (CoC) Laut Cina Selatan (LCS).
“Di kedua belah pihak, ASEAN dan Tiongkok, sepakat untuk terus bekerja sama dan mempercepat perundingan ini secepat mungkin. Dan saya yakin ada kemajuan karena ada kemauan politik yang nyata dari kedua pihak untuk melangkah maju,” kata Kim dalam pengarahan di Jakarta, Selasa (18/7).
Kesepakatan untuk mempercepat perundingan CoC diadopsi dalam Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN bersama Tiongkok pekan lalu, yang juga tertuang dalam Komunike Bersama yang dirilis pasca acara.
Baca juga : ASEAN Upayakan Lima Negara Setujui Traktat Bebas Senjata Nuklir
Selain kesepakatan untuk mempercepat perundingan, Kim juga mencatat kemajuan lain dalam proses negosiasi yaitu diselesaikannya pembacaan kedua draf negosiasi CoC tunggal, yang kemudian akan dilanjutkan dengan proses berikutnya.
Dia menjelaskan, dalam proses negosiasi, ASEAN berdiskusi dalam dua lapisan yaitu pertama, di antara para negara anggota dan kedua, di antara ASEAN dengan Tiongkok.
Baca juga : PBB Sayangkan Sikap Rusia Akhiri Kesepakatan Biji-Bijian di Laut Hitam
Ia menambahkan, saat ini dilaksanakan lebih banyak pertemuan di tingkat kelompok kerja terutama untuk membahas isu-isu yang masih menjadi perhatian bersama.
“Jadi negara-negara ASEAN akan memimpin dalam negosiasi, dan tentu saja kepemimpinannya bergilir. Tahun ini, Indonesia memimpin kemitraan ASEAN-Tiongkok, termasuk negosiasi DoC (Deklarasi Perilaku Para Pihak) dan juga CoC,” ujar dia.
DoC, yang ditandatangani oleh ASEAN dan Tiongkok pada 2002, merupakan perjanjian tidak mengikat yang menguraikan prinsip-prinsip penyelesaian sengketa secara damai di LCS.
DoC meminta para pihak untuk menahan diri dari aktivitas-aktivitas yang dapat mengancam atau mengerahkan pasukan, menyelesaikan perselisihan secara damai melalui dialog dan konsultasi, dan menghormati kebebasan berlayar dan terbang.
Penyusunan DoC menjadi pintu masuk untuk membuat suatu dokumen pedoman tata perilaku yang berkekuatan hukum di LCS. CoC nantinya menjadi kerangka kerja yang mengikat untuk menyelesaikan sengketa di perairan yang disengketakan itu.
“Jadi sekali lagi, ada komitmen yang kuat dari ketua dan negara-negara anggota ASEAN serta dari Tiongkok untuk bekerja sama, tentunya secara cepat karena kita ingin segera mengimplementasikan CoC,” tutur Kim.
Meskipun telah diadopsi dalam Pertemuan Menlu ASEAN dan Direktur Komite Urusan Luar Negeri Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok Wang Yi di Jakarta pada 13 Juli lalu, rincian soal kesepakatan pedoman percepatan negosiasi CoC tidak dirilis kepada publik.
Menlu Indonesia Retno Marsudi dalam pernyataannya menilai kesepakatan itu menjadi tonggak penting dalam hubungan ASEAN-China.
Pencapaian tersebut harus menjadi momentum positif untuk memperkuat kemitraan yang memajukan paradigma inklusivitas dan keterbukaan, menghormati hukum internasional termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, serta mendorong tradisi dialog dan kolaborasi.
LCS adalah jalur perairan penting yang menjadi rute perdagangan internasional senilai tiga triliun dolar AS (sekitar Rp45 kuadriliun) setiap tahunnya.
Jalur itu diyakini memiliki potensi energi seperti mineral dan cadangan minyak dan gas yang kaya sehingga tak heran banyak pihak yang memperebutkan wilayah tersebut.
Tiongkok mengklaim hampir 80 persen LCS dengan pengakuan sembilan garis putus-putus pada peta yang membentang lebih dari 1.500 km dari daratannya hingga memotong zona ekonomi eksklusif (ZEE) Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia.
Namun, Pengadilan Arbitrase Internasional pada 2016 menolak klaim teritorial Tiongkok atas LCS karena tidak memiliki dasar hukum.
Meski demikian, keputusan tersebut tak lantas menghentikan Tiongkok untuk terus melakukan aktivitas di LCS, termasuk membangun pulau-pulau reklamasi dan berbagai aktivitas lain yang disebut melanggar kedaulatan wilayah negara lain, yang membuat hubungan Beijing dan negara-negara ASEAN memanas. (Z-5)
Terkini Lainnya
Solusi Laut China Selatan, Ganjar Dorong Kesepakatan Sementara
Ganjar Tawarkan 3 Solusi Selesaikan Konflik Laut China Selatan
Tiongkok Marah AS dan Filipina Gelar Latihan Militer di Laut Cina Selatan
Catatan Kaki 2023: Sektor Maritim Harus Dikelola Lebih Serius untuk Kemajuan Negara
Jepang Rangkul ASEAN, Lawan Tiongkok
Setelah Dilantik, Kepala Bakamla Tegaskan Laut Cina Selatan Wajib Dijaga
Baru Berusia 17 Tahun, Begini Prestasi Zhang Zhi Jie dalam Dunia Bulutangkis
Profil Zhang Zhi Jie yang Meninggal Saat Bertanding: Bintang Bulu Tangkis Masa Depan Tiongkok
Kecelakaan Roket Tianlong-3 Saat Uji Coba di Darat, Tidak Ada Korban Cedera
Cegah Barang Ilegal, Kebijakan Bea Masuk 200% Perlu Diikuti Penegakan Hukum
Asosiasi Dorong Pemerintah Setop Impor TPT dari Tiongkok
Rugi hingga Ratusan Miliar, 800 WNI Menjadi Korban Penipuan Online WN Tiongkok
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap